Kedai makanan Jepang di pinggir jalan itu ramai kala malam hari. Tendanya cukup besar, lampion panjang tergantung di beberapa bagian dan atap, warnanya kuning hangat. Asap mengepul dari meja yang di dalamnya terdapat kompor untuk barbeque. Aromanya membuat lapar pengunjung yang sedang antre menunggu giliran masuk.
"Mau makan aja waiting list," gerutu Bima. "Keburu demo nih cacing di perut gue."
"Lo bisa diam nggak sih? Udah seribu kali lo ngomong gitu. Gue sumpel arang panas nih ke mulut lo," balas Army ikutan sengit.
Nanang yang posisinya berada di tengah mereka hanya bisa elus dada, plus menguatkan hati untuk sabar, karena sebenarnya kuping dia yang lebih panas dari arang. Sebelah kanan gerutuan Bima, sebelah kiri omelan Army. Kebayang dong gimana rasanya berada di antara Tom dan Jerry itu? Kalau nggak ditraktir sih ogah gue.
Kali ini semesta berpihak ke Nanang. Pelayan memanggil nama 'Army' sehingga pertikaian itu pun menguap seketika.
"Alhamdulillah," gumam Nanang sembari duduk dan mengambil menu makanan dengan semangat.
Sambil menunggu pesanan datang, Army memulai percakapan untuk menjelaskan Army on Revenge selanjutnya.
"Sebentar lagi Bulan akan kembali ke Indonesia." Army buka suara.
"Lebih tepatnya ke pelukan Langit," ralat Bima dengan senyum penuh kemenangan. Sengaja membuat Army panas.
"Ya ya ya, terserah. Yang jelas, kita harus muncul di hadapan mereka."
"Gimana caranya? Bukannya elo nggak mau menemui Bulan di bandara?" Kali ini Nanang bertanya.
Sebelum Army menjawab, pesanan datang. Daging iris tipis,cumi, sup, nasi, dan minuman botol telah tersaji di meja makan. Fokus Bima dan Nanang otomatis beralih ke makanan. Mereka asik mencelupkan daging ke saus yakiniku lalu membakarnya di atas panggangan. Bima mengipas bakaran yang asapnya mengepul ke wajah Army.
"Ups! Sorry! Sengaja," ucap Bima menyadari ia dipandangi penuh dendam oleh cewek berkuncir kuda yang duduk di hadapannya.
Army mengembuskan napas keras, mirip banteng siap ngamuk. "Lo dengerin gue nggak sih?!" bentaknya memukul tangan Bima dengan sumpit.
"Aduh! Gue dengerin, kok!"
Ketiganya pun melanjutkan pembicaraan sembari makan. Tentu saja dengan debat nggak bermutu, Army versus Bima. Nanang angkat tangan melihat keduanya, dia memijat keningnya yang udah mau meledak.
"Kalian nggak mungkin kayak gini terus 'kan kalau di depan Langit?" Akhirnya Nanang buka suara setelah cukup lama Army dan Bima berdebat masalah teknis pertemuan mereka dengan Langit dan Bulan.
Bima dan Army terdiam seketika.
"Mana ada orang pacaran isinya berantem terus? Yang ada mereka curiga, lah. Kebayang nggak sih gimana reaksi Langit saat tahu Bima itu pacar bohongan yang lo sewa cuma buat bikin Langit jealous?"
Pertanyaan Nanang seperti jarum yang meluncur tepat di hati Army. Ia tidak bisa menjawabnya.
"Kalian tuh harus bangun chemistry. Dan ingat, Bang. Lo juga butuh peran Army untuk rencana lo." Nanang menatap Bima lekat.
"Hmm." Bima mengedikkan bahu.
Ponsel Nanang berdering, tulisan My Baby terpampang jelas di sana. Pacarnya ternyata. "Halo, sayangku," sapa Nanang begitu telepon diangkat. "Iya, sayang. Hah? Dimana? Ya udah aku ke sana sekarang, ya. Kamu jangan kemana-mana. Oke. Love you, Baby. Mwah." telepon ditutup dengan ceplakan bibir Nanang di layar handphone-nya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARMY (Completed)
General FictionGue Army. Orang yang baru sadar kalau cinta itu tersusun dari banyak hal. Tercermin dari banyak perlakukan. Dan dirajut dari banyak perasaan yang berkelindan. Jatuh cinta itu rumit. Serumit menenun kain. Apalagi untuk orang yang nggak ahli, kayak g...