Luar biasa memang efek dari hati yang patah. Makanan Bunda yang biasanya enak, mendadak hambar. Banyolan Nanang yang biasanya lucu seketika garing dan annoying. Segelas matcha yang biasanya menenangkan kini justru terasa memuakkan.
"Kak, kamu kok masih di sini? Makan malam dulu, Sayang." Bunda mengintip dari celah pintu, lantas mendekati gue yang terbaring di atas kasur.
"Nanti aja, ah. Gue lagi gak mood." Gue menutup diri dengan selimut.
Sisi kasur bergerak turun karena Bunda duduk diatasnya. Perlahan dia membuka selimut lalu mengelus rambut gue. Jujur saja, gue memang jarang dielus Bunda. Gue tidak terlalu suka diperlakukan manja begitu. Tetapi, kali ini, sentuhan Bunda sangat menenangkan.
"Ada apa, Kak? Bunda perhatikan Kakak akhir-akhir ini cemberut terus. Mata Kakak juga merah. Kakak lagi ada masalah, ya? Sini cerita sama Bunda. Mungkin Bunda bisa bantu." Satu kecupan lembut mendarat di kening gue.
Gue memejamkan mata perih. Gue nggak mungkin menangis di depan Bunda. Gue ini anak gadis Bunda yang paling kuat. Gue dilarang menangis.
Sialnya, air mata gue malah makin menganak sungai.
"Bunda jangan gituin aku, nanti makin nangis. Ami gak suka kelihatan lemah," ujar gue sesenggukan.
Bunda tersenyum. Dia menegakkan tubuh gue, menariknya ke dalam pelukan paling menenangkan sedunia.
"Menangis bukan berarti lemah," ucapnya lembut.
"Tapi kalau menangis karena cinta ditolak sama aja bodoh, Bun," jawabku.
"Lah, berarti Bunda orang bodoh, dong. Soalnya cinta Bunda pernah ditolak dan Bunda nangis."
"Oh ya? Sama siapa?"
"Sama Ayah."
"Hah? Ayah pernah nolak cinta Bunda? Tapi, kok... kalian bisa...?"
"Kalau jodoh gak akan kemana, kan?"
"Iya, sih." Gue cemberut.
Tangis gue mereda. Tuh kan, Bunda selalu aja bisa merubah suasaan jadi sedikit lebih baik.
"Kamu berantem sama Langit?" tebak Bunda seratus persen tepat.
Ketimbang omelan Bunda, gue lebih takut intuisinya yang nggak pernah meleset. Apalagi untuk merasakan hati anak-anaknya, Bunda selalu tahu apa yang sedang terjadi kepada kami.
Kepala gue mengangguk pelan. "Salah Ami juga sih, karena masih aja mengharapkan Langit padahal dia nggak akan bisa move on dari Bulan."
"Hoo, jadi kamu terlibat friendzone gitu, ya?"
"Ish, Bunda mah diperjelas." Gue makin cemberut.
"Sabar, sabar. Semua pasti ada jalannya. Mungkin rasa sakit ini menyadarkan kamu kalau sudah saatnya kamu mengawali kisah yang baru."
"Maksud Bunda, aku harus move on gitu?"
"Ya, bisa dibilang begitu. Kamu juga berhak punya waktu untuk membahagiakan dirimu sendiri.
Kak, dalam hidup ini, sakit hati, patah hati, itu biasa. Tapi gimana caranya kita bisa menjadi lebih kuat setelah itu."
"Tapi Ami nyesel, Bunda. Ami nyesel udah kasih perasaan Ami ke Langit. Dia justru mainin perasaan Ami dengan berpura-pura gak peka dan menganggap Ami bercanda tiap kali Ami menyatakan perasaan. Ami kesel perasaan ini dianggap bercanda, dan Ami marah pas tahu Langit bersikap kayak gitu hanya karena gak mau kehilangan Ami. Egois banget, Bunda," cerocos gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARMY (Completed)
Ficción GeneralGue Army. Orang yang baru sadar kalau cinta itu tersusun dari banyak hal. Tercermin dari banyak perlakukan. Dan dirajut dari banyak perasaan yang berkelindan. Jatuh cinta itu rumit. Serumit menenun kain. Apalagi untuk orang yang nggak ahli, kayak g...