27. Army in My Arm

5.5K 841 169
                                    

"Mulai besok gue kerja di tempatnya Rendi. Jadi, gue bakal jarang ke kampus. Tapi kalau lo minta jemput, bilang aja, ya." Bima berdiri, menepuk bagian belakang celananya. "Ayuk pulang." 

Army mendongak, tersenyum, menggenggam tangan Bima yang sekarang menjadi satu-satunya tangan yang tak ingin ia lepaskan. Mereka pergi dari area taman yang dipenuhi anak kecil beserta para ibu yang sibuk mengikuti kemana anak mereka berlari. 

"Mataharinya bagus banget," kata Army menghentikan langkah. Army menatap langit sore yang oranye dihiasi kawanan burung yang terbang berformasi.  

Bima tidak melihat mataharinya, dia lebih terkesima melihat sosok yang kini di sampingnya. Rambut yang bercahaya keemasan itu lebih indah dipandang, lebih nyata, bisa disentuh. 

"Lo udah dapat tempat magang belum?" tanyanya melanjutkan perjalanan mereka menuju tempat parkir motor. 

Army menggeleng, "Gue nggak tahu mau di mana." 

"Lo bisanya apa? Lebih ke RPL apa Multimedia?"

"Gue bisa bikin mockup web. Tapi kurang bisa kalau harus ngoding front-end. Gue bisa bikin desain-desain lain, desain poster, banner, feeds ig. Edit video juga bisa sedikit-sedikit." 

"Udah tahu mau sekelompok sama siapa?" 

"Nanang paling."

Bima terkekeh, mengangguk. Paham. Siapa lagi yang akan menemaninya kalau bukan Nanang. Pembagian kelompok magang tidak ditentukan pihak program studi. Bebas. Minimal satu orang maksimal tiga orang. 

"Ya udah, nanti gue kasih rekomendasi perusahaan yang bisa lo coba. Mungkin tempat gue magang dulu bisa." 

"Makasih." Akhirnya Army menemukan titik terang dari kebuntuan yang membuatnya pusing sedari tempo hari. 

"Eh, tapi. Nama lo kan Army, gue tahu tempat yang cocok buat lo dimana."

"Di mana?"

"In my arm," jawab Bima lalu merentangkan tangannya lebar-lebar. 

Gadis di depannya itu tertawa geli, geleng-geleng kepala mendengar gombalan Bima. 

"Loh kok gak disambut pelukannya?" Bima protes melihat Army malah mengambil helm, bersiap pergi. 

"Malu, ih! Rame tahu nggak." Army mendelik. 

"Berarti kalau udah sepi boleh, kan?" Bima berbisik. 

"Nggak! Gue bilangin bokap gue, nih," ancam Army. 

Bima merapatkan bibir. Menunduk-nunduk minta maaf lalu naik ke motornya. Army tertawa melihat reaksi cowok itu. Setiap kali medengar kata 'bokap gue' atau 'Ayah', Bima seketika pucat. Mungkin teringat kejadian malam itu dan dia merasa tidak enak hati dengan ayahnya Army. Padahal, Army biasa saja dan Ayah tidak berkomentar apapun. 

Sore itu, Army memeluk Bima dari belakang, membaui pundak Bima yang beraroma pewangi bercampur matahari, tapi Army suka. Dan semesta pun tersenyum menyaksikan keduanya, senja jadi saksi dua hati yang tengah dirundung perasaan penuh bunga.  

*****

Hari ini hari terakhir Army menjalani UAS yang ditutup dengan mata kuliah Perancangan Sistem. 

Waktu habis. 

Seperti biasa, Army dan Nanang menjadi dua orang terakhir yang mengumpulkan. Saat Army hendak beranjak, dilihatnya Nanang tengah melamun. Army pun kembali duduk, menghampiri sahabatnya yang sekarang terlihat... sedih?

"Lo nggak apa-apa, Nang?" Army menepuk bahu Nanang.

Cowok yang biasanya cengengesan itu, mengangguk pelan sebagai jawaban, lalu memandang kosong ponselnya yang mati. 

ARMY (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang