30. Tentang Maaf yang Seluas Jagad Raya

6K 891 305
                                    

Hamil...

Kata itu bergema di pikiran Bima terus menerus. Kepalanya mendadak tersumbat. Semua neuron yang membawa impuls lalu lalang di otak seperti terhenti. Tak ada  yang bisa Bima lakukan. Bahkan telinganya terasa berdengung dan tuli.

"Bim... Maafin aku..." Rin tertatih mendekati Bima yang berlutut di lantai. 

Bima tak menanggapi. 

Rin yang memeluk Bima dari belakang, membasahi baju yang cowok itu kenakan dengan lelehan air mata. 

"Siapa yang ngelakuin?" tanya Bima setelah bersusah payah mengumpulkan kekuatan. 

Rin tidak langsung menjawab. 

"Siapa?" lanjut Bima. Intonasinya datar dan menusuk. 

Jawaban Rin selanjutnya adalah pukulan telak bagi Bima. 

Pukulan telak bagi dunianya yang kini jungkir balik. 

*****

"Di malam kedua perpisahan, satu klub prestasi lagi kumpul. Terus... Leo izin pergi duluan, dia mau ngumpul sama temennya yang lain di villa sebelah. Pas aku samperin Leo, karena mau ngomong sebentar tentang klub, ternyata... Leo dalam keadaan mabuk.

Buku-buku jari Bima memutih, meremas stang motor, memacu kecepatan penuh kendaraannya menuju sebuah tempat.

"Teman-temannya yang lain, udah pada nggak sadar diri. Pas melihat aku, Leo... langsung narik aku masuk... dan... semuanya... terjadi, Bim...

Satu tetes air mata Bima yang dari tadi mati-matian ia tahan, akhirnya lolos juga. Dadanya diikat tali yang tak memberinya ruang bernapas. Deru motornya meraung-raung penuh amarah. Lajunya bak orang kesetanan. Klakson dari pengendara lain sahut-menyahut tatkala Bima nekat menerobos lampu merah atau lawan arah. 

"Aku juga shock, Bim! Aku shock banget... Semua terlalu cepat. Aku nggak tahu harus gimana... Ketidaksengajaan itu juga mengacaukan hidupku..."

Bima loncat dari motornya begitu ia berhenti di depan sebuah rumah yang berwarna hijau asri. 

"Woy, Leo! Keluar lo, anjing!" teriak Bima mendobrak pitu yang tertutup. 

Dari dalam, seorang cowok berkaus hitam melangkah keluar. Pintu belum terbuka sempurna, namun Bima keburu menonjok Leo tanpa ampun. Saking kuatnya, tubuh Leo sampai terpental agak jauh. Darah mengalir dari ujung bibir Leo. Belum sempat Leo bangun, Bima mencengkram kerah baju cowok itu. Ditambahnya pukulan beruntun di perut. 

Leo tidak diberi kesempatan satu detik pun untuk mempersiapkan diri. Bima menyerangnya membabi buta. 

"Bima! Leo!" Suara itu menghentikan pergerakan Bima. 

Yura berdiri di depan pintu, termagu melihat apa yang terjadi di depan matanya. Bima mencengkram leher Leo, memaksanya berdiri. 

Yura berteriak. 

"Lo lihat! Di sana, ada cewek yang sayang sama lo, tapi kelakuan lo kelewat brengsek!" Tangan Bima terangkat, nyaris memukul wajah Leo, namun berhenti di udara ketika Yura menghalanginya, membentengi tubuh Leo. 

"Lo apa-apaan sih, Bim! Lepasin nggak!" Yura memukul-mukul tangan Bima yang mencekik leher Leo. 

Melihat kakaknya menangis, dia pun melepaskan Leo. Kondisi wajah Leo didominasi bengkak. Memar dan darah menghiasi beberapa bagian wajahnya. 

"Lo nyakitin kakak gue. Lo nyakitin cewek gue. Ini belum seberapa. Lo bener-bener bajingan," umpat Bima yang sukses dikuasai amarah. 

"Ada apa, sih, sebenernya?" teriak Yura tak mengerti. 

ARMY (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang