6.

1.3K 191 4
                                    

ーhappy reading❤

Jisung terus berada disamping Jaemin dan memegangi tangan kakaknya tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jisung terus berada disamping Jaemin dan memegangi tangan kakaknya tersebut. Yang dipegangi pun sepertinya tidak protes, hanya terdiam memandangi depan. Sesekali Jisung terkejut ketika ada beberapa anak panah latihan melintas didekatnya, membuat Jisung kesal setengah mati. Lagi pula, aneh sekali, latihan memanah kok malam-malam. Jaemin tertawa dibuatnya.

Tiba lah mereka disebuah kuil besar, sepertinya itu tempat berdoa, pikir Jisung. Kuil itu sewarna marmer dan kelihatan sudah tua dari beberapa retakan-retakan ditemboknya. Kuil itu menjulang tinggi, kira-kira sepuluh meter atau lebih, dengan pilar-pilar menyokong dan sebuah ukiran Yunani kuno ditengahnya.

"Ini kuil Hera. Kuil ini dibuat sebagai penghormatan ajaーkatanya, aku kurang tau." Ujar Yeri yang diangguki oleh Joy,

"Terus fungsinya buat apaーuh, maksudnya ini buat berdoa?" Tanya Haechan. Joy mengedikkan bahunya,

"Entah, aku gak pernah kesini sebelumnya. Mungkin aja iya, tapi siapa juga sih yang mau ke kuil serem sama dingin ini?" Ujar Joy asal. Langit bergemuruh setelahnya, membuat Yeri menyikut lengan Joy, "asal bener lo, kak!" Serunya kesal. Joy hanya menyengir, memamerkan gigi putihnya.

"Yaudah, kita gak perlu masuk kan?" Tanya Lucas dengan gimik yang ketakutan.

"Gak usah, buang waktu. Yuk kita kelilingin pondok." Ujar Yeri lalu menarik tangan Joy. Laki-laki mengikuti dari belakang.

Jisung mengadahkan kepalanya untuk melihat pondok-pondok yang dilewatinya, dan menerka-nerka, kira-kira siapakah ayahnya atau ibunya. Karena, memang sejak kecil ia tidak oernah tau siapa kedua orang tuanya. Tapi, kata pemilik panti asuhan yang ia tempati, dulu, saat Jisung masih sangat kecil, ibunya menitip Jisung ke panti asuhan tersebut. Selanjutnya, ia tidak tahu lagi sampai ayahnya Chenle mengadopsinya.

Mata Jisung terpaku dengan pondok yang dihiasi beragam senjata seperti pedang dan tombak yang melintang, perisai, helm zirah, serta ukiran burung Hering ditengah pintu pondoknya. Entah kenapa, perut Jisung tergelitik melihat pondok tersebut. Lidahnya gatal ingin menanya pondok apakah itu.

"Ngg...kak? I-itu pondok apa?" Jisung menunjuk pondok yang ia masuk dengan telunjuknya. Semua orang lantas menoleh kearah yang ditunjuk oleh Jisung.

"Itu pondok Ares, pondoknya Taeyong, Yeji, sama Jackson. Emangnya kenapa?" Tanya Joy,

"Eng-enggak. Ares itu dewa atau dewi?" Tanya Jisung. Setengah dari kelompok itu menepuk dahinya, atau menggelengkan kepalanya, setengah lagi juga ikut bingung.

"Ares itu dewa perang, Jisung." Ujar Jaemin yang berada disampingnya. Jisung ber-oh lalu kembali berjalan mengikuti kelompok itu lagi.

Napasnya terhembus lelah. Di umur delapan belas tahun, bukan hal ini lah yang ingin ia lakulan. Ia hanya ingin menjadi remaja biasa yang menghabiskan waktunya untuk bersekolah, membuat onar, bermain bola dilapangan, atau semacamnya. Atau, Jisung hanya ingin bertemu dengan ayah dan ibu kandungnya. Jisung sangat terpukul karena itu. Dilihatnya langit diatasnya dengan tatapan yang menyiratkan kelelahan. Siapapun ayah guaーjangan sampe Ares tentunya, tolong pertemukan gua sama bunda, Jisung membatin, lalu menghela napasnya kasar.

[1] camp half-blood • nct [hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang