11

67 8 0
                                    

"Stel, gue bingung dah sama si Fino," ujar Zara, lalu ia memasukkan satu bakso kecil kedalam mulutnya.

Sekarang Zara dan Stella sedang menikmati makan siangnya di kantin sekolah.

"Kenapa? Kenapa sama tuh orang?" tanya Stella.

"Gue baru kali ini ketemu cowok kek dia,"

"Iya emang kenapa? Ada hubungannya sama lo?"

"Lo tau? Kemaren dia masukin permen ke mulut gue coba, katanya mulut gue bau! Ada cowok kayak gitu?!" Sahut Zara dengan muka kesalnya. Sedangkan Stella, dia tertawa terbahak bahak.

"Lo kok malah ketawa sih, Stel? Kesel gue lama lama sama lo,"

"Ya lo sih, siapa suruh punya mulut bau," sahut Stella di sela tawanya.

"Tau ah, kesel gue sama lo!" Zara berjalan pergi meninggalkan Stella yang tengah terbahak karenanya.

"Ra! Loh Ra! Gue ditinggal nih?!" Teriak Stella.

"Bodo!"

"Yaelah ngambek!! Ra tungguin gue!" Stella menyusul Zara, ia berlari keluar kantin.

***

Zara, gadis itu mengerejapkan matanya. Oa melihat sekeliling, dan tersadar ia sedang berada di UKS sekarang.

"Ra, lo gapapa?" Tanya seseorang.

"Stella?" Tanya Zara, ya seseorang yang tadi bertanya pada Zara ialah Stella.

"Iya, ini gue, lo gapapa?"

"Gue gapapa, Stel,"

"Lo kenapa bisa kek gini? Tadi si Yanti bilang lo pingsan,"

Flashback on

Zara berjalan cepat setelah meninggalkan Stella sendiri di kantin. Saat di tepi lapang olahraga, tiba tiba ....

Bruk!

Sebuah bola basket mengenai kepala Zara cukup kencang, kepalanya mendadak pusing, pandangannya berubah buram. Ia tak dapat melihat dengan jelas.

"Kepala gue ..." ringis Zara, ia memegang kepalanya, tak lama pandangannya berubah hitam, dan ia tak sadarkan diri.

Flashback off

"Udah gitu, gue gatau apa apa lagi," ujar Zara.

"Siapa sih ya-"

Bruk!

Tiba tiba pintu terbuka menampilkan dua pria tampan. Dan ternyata dua pria itu adalah Alfino dan Nazzar.

"Apaan sih lo ahh,"

"Lo tuh yang apaan!"

"Woy, udah nape! Berisik tau! Gue pusing tau dengernya!" Teriak Stella.

"Bodo amat!" Ucap dua pria tampan itu bersamaan.

"Ngikut gue ya lo!" tuduh Alfino pada Nazzar.

"Elo kali yang ngikutin gue!" sahut Nazzar.

"Udah deh, jangan disini kalo mau ribut! Sana!" teriak Zara.

Akhirnya Alfino dan Nazzar diam, tak berbicara sepatah kata pun.

"Nah, sekarang lo pada mau ape kesini?" tanya Stella.

"Oiya, Ra, gue minta maaf ya tadi yang lemparin bola si Nazzar tuh!" tunjuk Alfino.

"Dih? Kok gue sih?!" Protes Nazzar.

"Emang lo kan?"

"Tapi lo yang ngajak gue tanding basket duluan!"

"Yang lemparin bola disini siapa?"

"Ya gue sih, tapi lo yang ngajak tanding!" Sahut Nazzar.

"Kan lo yang lemparin berarti siapa yang salah? Lo kan?"

"Maafin gue, Ra." Ujar Nazzar.

"Iya gue maafin kok," Zara tersenyum dengan penunturan yang diucapkan Nazzar.

"Lah?! Kok dia dimaafin sih?! Wahh gak adil nih! Lo gak cocok kalo dijadiin presiden!" Sahut Alfino.

"Biarin!"

"Wahh auto baku hantam nih!" Ujar Alfino.

"Lo maen nya fisik ya sama cewe," sahut Stella.

"Gue becanda njir, mana berani gue nyakitin cewek, apalagi cewek cantik kayak dia," ucap Alfino santai.

"Apa?!!" Ujar Zara dan Stella bersamaan.

Dalam hatinya Alfino mengerutuki dirinya, memalukan sekali ia berbicara seperti itu pada Zara.

"Ng...ngga gue becanda, gitu aja kaget," ucap Alfino, ia berusaha santai.

"Alah ngaku aja deh lo!" Celetuk Stella.

"Lo suka sama Zara, Fin?" Kini, giliran Nazzar.

"Najis gue sama mak lampir kek dia,"

"Lo pikir gue mau sama lo?!" Ketus Zara. Alfino tak menjawab.

Tanpa mereka sadari, Stella mencurigai gerak gerik Alfino. Ia curiga jika Alfino memiliki perasaan pada Zara, sahabatnya.

***

"Lo beneran mau pindah cha?" tanya Alfino pada Pancha.

Ya, Alfino sedang berada di rumah Pancha tepatnya dikamarnya sedari tadi, sesudah pulang sekolah. Tak hanya Alfino yang ada disana, Genta, Leo dan Aldi pun berada disana.

"Iya, lo serius? Lo mau ninggalin kite kite?" tanya Aldi.

"Gue serius, ya ... mau gimana lagi, bokap gue kerja disana, jadi gue sama mama mau gamau harus ngikut juga kesana." Ujar Pancha sambil memberbenah, memasukkan barang barangnya ke dalam koper.

Memang, malam ini Pancha akan pindah ke luar negeri, tepatnya ke Amsterdam, Belanda karena papanya akan memulai bisnis di negara kincir tersebut.

"Cha, kita disini gabisa terus maksa lo buat tetep tinggal disini, mau gak mau kita harus rela ngebiarin lo jauh sama kita, lo-" ucapan Alfino terpotong.

"Hustt, udah lah, lo jangan gitu, secara tidak langsung lo udah ngeberatin gue buat kesana," potong Pancha.

"Cha yang penting lo jangan lupain kita kita ya, lo harus sering maen kesini juga," ucap Aldi.

"Jaga kesehatan lo juga!" Sahut Leo.

"Temen mau pergi udah di gas aja etdah busett," Genta menjitak kepala Leo dengan santainya.

"Hha, iya iya, gue bakal sering maen kesini, gue juga pasti rindu sama rumah ini, kamar ini, apalagi rumah ini bakal di tempatin orang lain, rasanya gue gak tega aja gitu rumah ini ditempatin orang laen," ucap Pancha, ia memandang setiap sudut kamarnya ini dengan tatapan sendu.

"Kok jadi melow gini sih, udah ahh .... dedeq jadi zedih .... gamau ditinggal sama babang Pancha ...." rengek Aldi.

"Jijik! Alay banget lo!" Ucap Genta.

"Yaudah lo pada balik dulu aja, nanti malem lo pada balik lagi, bukannya mau nganterin gue ke bandara?" tanya Pancha.

"Yaudah kita kumpul jam 7 aja gimana? Kumpul disini aja," ucap Alfino.

"Meluncurrrr!" Ucap yang lainnya serempak.

***

Hallo gaiseeeu!
Don't forget to follow my account
wp: @imaaul
Ig: @raarima16

Don't forget to vote and comment!

See u:*

ZaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang