[10]

4.1K 633 179
                                    



Jarum detik dan jarum menit berkumpul di satu titik yang sama, suara hujan yang kian deras mengguyur bumi makin terdengar jelas, pun hawa dingin yang menusuk sampai ke tulang terasa tak memberi efek bagi tubuh Hwayeong.

2 jam lalu, Hwayeong sudah berusaha mengistirahatkan tubuhnya, merebahkan diri di samping suaminya yang sangat suka tidur tanpa mengenakan baju. Tapi tepat pada pukul 12 tengah malam, manik itu akan selalu terbuka, seolah menolak untuk tidur, itu terjadi pada Hwayeong setelah Juan, putra kecilnya meninggal karena kecerobohan suaminya.

Bayangan rasa bersalah dan juga ketakutan kian sering mengganggu pikiran Hwayeong, menciptakan afeksi buruk yang nyatanya malah menyiksa dirinya sendiri.

Bibirnya membisu, diam tak mengeluarkan kata dan hanya memeluk kedua kakinya, sesekali melirik lewat ekor matanya, memperhatikan bagaimana Taehyung tidur dengan nyenyak sambil menghadapnya. Ia ingin seperti itu ... Beristirahat dengan tenang tanpa memikirkan nasib bocah kecilnya yang sudah tiada. Sibuk menyalahkan diri sendiri dan terus menutupi kerapuhannya dengan sikap dingin.

Menghela nafas panjang, Hwayeong lantas menunduk, mendaratkan dahinya pada lututnya yang tertekuk, lalu memejamkan mata mencoba untuk menolak segala instruksi negatif yang dikirim oleh otaknya.

Sampai ia bisa merasakan pergerakan di sisi tubuhnya, seseorang mengelus punggungnya lembut membuat Hwayeong cepat-cepat menatap si pelaku, “Kenapa? Kau sakit?” Taehyung membuka suara, matanya yang memerah karena baru terbuka itu langsung mendapati gelengan kepala dari istri cantiknya.

Ia lekas duduk, membiarkan angin lembut membelai tubuh bagian atasnya yang terekspos penuh itu. Ia merangsek mendekat pada Hwayeong, membuka salah satu lengannya lebih lebar lalu mendekapnya dari samping.

Ah ... Kau demam,” simpul Taehyung kala merasakan kening hangat Hwayeong yang menempel di ceruk lehernya.

Hwayeong heran sekarang ... Sangat ... Sebab, dulu sekali. Di hari saat mereka baru saja mengenal, Taehyung terkesan dingin jika dibandingkan dengan Jungkook pria itu bahkan dengan tega menembak lengannya hingga terluka. Tapi sekarang ... Keadaan seolah berubah, Taehyung menjadi lebih hangat dan Jungkook menjadi sangat dingin dan juga mejengkelkan.

“Aku akan ambilkan obat penurun panas, tunggu—” Taehyung melepaskan pelukannya, berniat mencari satu tablet obat penurun panas namun Hwayeong segera menahan tangan besarnya dan menggeleng, “Belakangan aku tidak tidur sama sekali. Tetap di sini dan peluk aku.” Sempat terdiam, Taehyung lantas menatap kaitan tangan mereka.

Ia mengangguk lalu kembali naik ke atas ranjang, menuntun Hwayeong untuk berbaring lalu menarik selimut saat ia berhasil mendekap tubuh ringkih itu. Saling berhadapan, Taehyung membiarkan wanitanya memeluknya erat, serta merta menyandarkan kepalanya pada dada telanjang itu dengan mata mulai terpejam.

“Ini bukan salahmu, Yeong. Kepergian Juan bukanlah hal buruk yang patut kau sesali, aku tau ini berat ... Tapi kita pun tau, cepat atau lambat hal ini akan terjadi. Jadi kumohon ... Berhenti menyiksa dirimu sendiri, ya?” Mata Hwayeong terbuka pelan, ia mendongak guna tatapi wajah rupawan sang suami yang masih terlihat begitu menawan sekali pun kamar mereka hanya dihiasi oleh cahaya lampu tidur yang sangat minim.

“Jika saat itu aku memutuskan untuk berhenti kuliah dan fokus pada Juan. Mungkin saja saat ini aku masih bisa melihatnya berada di antara kita, Tae.” Ia berujar lirih dan penuh kerapuhan yang nyatanya justru begitu menyiksa dada Taehyung. Sesak dan begitu sakit.

“Kau sama sekali tidak melakukan kesalahan, Yeong. Sungguh. Bukankah ini memang permainan Tuhan? Apa yang Dia beri bisa Dia ambil kapan pun Dia mau ... Begitu juga putra kita. Itu berarti ... Tuhan tidak ingin mempersulit hidupnya dengan terus meletakkannya dalam bahaya. Benar 'kan?”

Malicious HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang