5. Pulang untuk Kembali

221 29 5
                                    

Irene bisa merasakan setiap inci di tubuhnya mengeluh ngilu kesakitan. Sudah lama sejak ia terakhir kali bermain bowling, tidak seharusnya dia bermain begitu berat. Tapi pada dasarnya Irene, ia sulit mengaku kalah.

"Tanganmu bagaimana?" tanya Suho yang duduk di sebelah Irene melihat dia memutar-mutarkan pergelangan tangan kanannya.

"Tidak apa-apa," jawab Irene tersenyum membalas Suho.

Mereka berdua pulang menggunakan taksi dari arena bowling. Suho tidak membawa kendaraan ketika berkunjung ke rumah sakit. Mobilnya masih terdiam manis di parkiran kantor. Sementara, Chanyeol harus mengantar Seulgi pulang karena Irene bersikeras sahabatnya tidak bisa ditinggalkan setelah meminum 3 kaleng bir di sore hari.

Lagipula, Irene dan Suho kan tinggal satu atap. Lebih mudah bagi mereka untuk pulang bersama.

"Sudah sampai," ujar sang pengemudi berhenti depan sebuah gerbang hitam. Suho menyuruh Irene untuk turun lebih dahulu dan ia membayar ongkos taksi.

Irene tidak menolak karena ia ingin cepat sampai rumah. Badannya terlampau lelah.

Suho masuk dan melihat istrinya sudah selonjoran di sofa ruang tengah memejamkan matanya. Sebelum mendekati sang istri, Suho mengambil dua gelas air mineral dan meletakkannya di atas meja. Pria itu kemudian ikut merebahkan badannya di sebelah Irene.

"Terima kasih," ujar Irene sambil meminum air mineral yang dibawa Suho.

"Tanganmu masih sakit?" Suho memperhatikan pergelangan Irene yang masih diputar-putar. Irene hanya menganggukkan kepala sambil menegak habis gelasnya.

"Mau aku obati?" lanjut Suho menegakkan badannya agar sama dengan Irene.

Sang istri memberikan seringai remeh kepada pria di sebelahnya. "Memangnya kau bisa? Sudahlah, disini, aku yang dokter," Irene bangkit untuk menaruh gelas bekasnya ke dalam mesin cuci piring.

Irene kembali duduk di sebelah Suho meluruskan otot-otot tegangnya dengan menenggelamkan diri ke bantal sofa. Kesunyian menyelimuti mereka berdua, tidak ada yang hendak memecah keheningan yang semakin menebal. Aneh sekali rasanya, mereka begitu dekat namun terasa begitu jauh.

"Aku harus membeli TV," Irene tiba-tiba mengaku, pandangannya lurus ke dinding polos depannya.

"Hah?" Suho menoleh kepada Irene.

"Sudah lama sekali sejak aku punya waktu di rumah seperti ini. Saat ingin menonton TV aku lupa belum membelinya," Irene melanjutkan menunjuk ke arah dinding polos itu. Terdapat sebuah meja kecil panjang disana dan sebuah DVD player lama.

Absensi sebuah TV kini menggelitik Suho, kenapa pula di rumah mereka terdapat DVD player tapi tidak ada TV?

Karena kau terlalu sibuk untuk mengurusnya. Batin Suho bergejolak.

Sepayah itukah Suho sebagai seorang suami?

"Kalau begitu ayo kita beli," ajak Suho kepada Irene semangat.

"Kita?" Irene termenung sejenak.

"Kau dan aku, ayo kita membeli TV. Lagipula, ini rumahku juga kan. Masa aku tidak boleh membeli TV untuk rumahku sendiri?" akal Suho berputar agar Irene menyetujui ajakannya.

Irene nampak menimbang-nimbang namun akhirnya setuju. Membuat Suho tersenyum lebar menampilkan barisan gigi putihnya. Ekspresinya begitu bahagia melihat Irene empat mata.

Risak Rona [ON-HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang