10. Tangan Kanan

205 32 5
                                    

Sinar lampu menyinari masuk mata Irene. Cahayanya menyesakkan seolah menarik Irene untuk bangun dari tidurnya. Apakah ia tertidur?

Irene menggeliat merasakan bantal dan matras di bawahnya. Perlahan ia bisa mengumpulkan kesadarannya. Irene melihat atap putih dan mencium bau obat-obatan khas rumah sakit. Aura steril yang menyelimutinya ikut turun membasuhi tirai hijau muda sebagai latar belakangnya.

"Junmyeon," panggil Irene pertama kali.

Sang pemilik nama menoleh. Ia tengah duduk memainkan ponselnya di sebelah Irene. Bunyi notifikasi menyambar ponsel Suho tak ada habisnya.

"Joohyun? Kau tidak apa-apa?" tanya Suho mendekatkan wajahnya.

Irene hanya mengangguk sebagai balasan. Dirinya mencoba bangkit tapi terasa sangat berat.

"Jangan bergerak dulu. Kau baru pingsan," ucap Suho.

"Ya, aku tau," tangkis Irene dingin membuang pandangannya dari Suho.

Suho tersenyum kecut menundukkan kepalnya. Dia mengambil sekotak susu dan menyiapkan sedotannya. "Aku menelfon Seulgi, dia bilang kau belum makan dari tadi siang."

Irene tidak merespon.

"Kau seharusnya tidak boleh begitu, Joohyun," lanjut Suho. Dia memegang kotak susu yang sudah tertancap sedotan di atasnya dan menyodorkannya kepada Irene. "Ini yang tercepat bisa aku dapatkan dari mesin penjual otomatis, minumlah,"

Irene menatap pemberian Suho polos. Diperhatikannya penampilan pria tersebut, rambut yang baru Irene sisir rapi beberapa jam lalu tertinggal acak-acakan, dasi kupu-kupunya terurai lepas terlingkar di lehernya, dan jas hitamnya jatuh begitu saja di kursi Suho.

"Kau tidak ingin ya?" tanya Suho berhati-hati menarik kembali sodoran minumannya.

Irene sama sekali tidak menjawab.

"Tapi kau harus minum ini, Joohyun. Perawat bilang kau harus memasukkan sesuatu ke dalam perutmu," Suho tersenyum membujuk Irene.

"Aku ingin berniat membeli sesuatu untukmu. Tapi aku tidak tega meninggalkanmu sendirian disini. Aku juga tidak tau kau suka apa, maafkan aku ya, Joohyun," tatapan sendu milik Suho menyentuh Irene.

Suho mengambil tangan Irene dan ditaruhnya menggenggam kotak susu yang ia sodorkan. "Minumlah ini dulu. Setelah itu kita pulang dan membeli makanan yang kau inginkan,"

Suho melepaskan tangan Irene kembali duduk di kursinya. Ia tersenyum kepada Irene penuh harap. Sedikit saja hatinya ingin agar wajah pucat Irene kembali berwarna. Lukisan porselen yang Suho kagumi setiap wanita itu tidur dalam lelapnya.

Senyumnya sedikit melebar ketika Irene menyisip kotak susu yang diberikan.

Irene mengkerutkan dahinya tidak suka. "Rasa apa ini?" diputarnya tampilan depan kotak susu tersebut.

"Stroberi. Kau tidak suka ya?" Suho sontak mencoba mengambil kotak susu tersebut tapi dihalangi oleh Irene.

"Sudahlah," decak Irene kembali menyisip minumannya sambil mengernyit menutup mata. Sampai habis isi dari kotak susu tersebut Irene mengembalikannya pada Suho.

Suho menatapnya tanpa kata-kata. Uluran tangan Irene masih mengarah untuknya. Wanita itu melihatnya dengan ekspresi malas.

"Kau akan membuangnya atau tidak?" gertak Irene.

"Hah? Oh iya," Suho mengambil kotak susu tersebut dan membuangnya ke tempat sampah.

Risak Rona [ON-HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang