chill dulu ya. kita move on sebentar dari jeffrey.
Mark merapikan kerah kemejanya di depan kaca lemari. Kemeja batik yang sengaja ia pesan ke Tya beberapa waktu lalu. Dengan motif cantik —Mark nggak tau nama motifnya, dan terkesan elegan membalut tubuh jangkungnya.
"Mark.."
Sapaan Mamanya terdengar pelan.
"Ya, Ma?"
Sang Mama mendekat dan menepuk kemeja bagian bahu si anak laki-laki yang agak kusut.
"Papamu beneran dateng, kan?"
"Iya dong. Mana mungkin kita ke Chanisa hari ini kalo aku belum bilang, Ma. Haha."
Wanita setengah abad ini kembali mengusap bahu Mark.
Anak lelaki satu-satunya ini benar-benar tampan dan gagah.
Malang nasibnya karena harus khawatir ketika mau lamaran begini. Biar bagaimanapun semua kekhawatiran Mark bukanlah berasal dari Mark sendiri.
"Maafin Mama, ya."
Mark berbalik. Menangkup kedua pipi Mamanya yang Jawa tulen ini dengan hati-hati. Ia udah melewati banyak hari berat selama hidup.
"Bukan salah Mama, kok. Mark memang harus ngadepin ini. Cepat atau lambat."
"Tapi.."
"Sssttt.. Ma, Mark udah gede. Mark pastiin kita bisa boyong Chanisa sebagai mantu Mama. Mark janji." ucap pria 24 tahun ini sungguh-sungguh.
Alisnya menukik tanda meyakinkan.
Kalo Marknya udah bertekad sebulat ini, Mamanya bisa apa, kan?
Nggak lama kemudian pintu kamar Mark diketuk dengan nada yang sangat santai.
Tok
Tok Tok Tok
Tok
"Is anyone here? (ada orang di sini?)" sapa pria di ambang pintu dengan muka slengekan. Bahunya ia senderkan.
Wanita di hadapan Mark ini kemudian mengusap lelehan air matanya yang gak sengaja turun tadi. Ia tertawa sumbang.
"Henry? Dateng juga, kamu."
Yang disapa hanya menyunggingkan senyum remeh.
"Dateng dong, babe. Anak kita udah bela-belain ke Kanada buat ngebawa aku ke sini."
Kedua orang tua Mark tertawa kecil.
"Hotel kamu jauh?"
"Nope. Deket sama studio Mark." jawabnya sambil melayangkan senyum ke sang anak.
Mark meneguk ludah. Ia kembali dihantui rasa takut karena Papanya.
Bukan, bukan takut pada sang Papa.
Tapi lebih kepada gimana Papanya nanti di depan keluarga Chanisa. Ia takut Papanya justru mengeluarkan kata-kata kurang sopan bagi orang Indonesia.
Sedikit fakta mengenai Henry Benjamin Lee, Papa Mark, dia orang Kanada asli. Memang masih ada keturunan Asia Timur, tapi ia menghabiskan seluruh hidupnya di Kanada.
Kok bisa bahasa Indonesia?
Ya sepertinya itulah pengaruh dari sang Mama yang luar biasa. Pria Kanada ini jadi bisa berbahasa Indonesia sedikit-sedikit.
KAMU SEDANG MEMBACA
3 srikandi
Фанфик[end] kisah 3 wanita dan aksi mereka menentang ketimpangan gender. jaeyong gs nomin gs markhyuck gs