BAB 1

2.6K 100 5
                                    

Don't forget to tap the star

'Kemunculan virus corona jenis novel coronavirus (2019-nCoV) yang berasal dari Wuhan, China, telah menggemparkan dunia.'

'Sebanyak 237 mahasiswa Indonesia yang berada di Wuhan akan dipulangkan ke Indonesia dengan menjalani masa karantina selama 14 hari di Natuna'


Kedua sudut bibir Yura terangkat ketika melihat tanah air nya dari atas awan, "Alhamdulillah akhirnya bisa pulang," ucapnya sembari memandang keluar jendela pesawat. Yura menoleh ketika mendengar isak tangis dari seseorang di sebelahnya.

"Gue terharu akhirnya bisa pulang," gumam Maya menahan agar tangisnya tidak pecah.

"Iyaa, Gue juga. Walaupun kita gak bisa langsung pulang ke rumah,"

"Iyaa. Tapi gapapa, yang penting kita bisa diterima masyarakat,"

"Iya alhamdulillah," sahut Yura mengingat sebelumnya banyak masyarakat Indonesia, terutama Natuna yang pro kontra dengan dipulangkannya mahasiswa Wuhan ke Indonesia.

Roda pesawat telah berhenti berputar, tetapi para penumpang didalamnya belum diperbolehkan turun. Harus menunggu instruksi berikutnya.

"Selamat siang," Suara bariton tiba-tiba terdengar seisi bagian pesawat, menginstruksi agar orang-orang didalamnya memperhatikan.

"Siaaang," jawab para mahasiswa serempak.

"Setelah ini kalian turun dan di bawah nanti ada penyemprotan disinfektan jadi diharapkan dapat berbaris dengan tertib. Kemudian setelah selesai, langsung saja kalian masuk ke bus untuk menuju tempat karantina. Nanti akan ada arahan dari salah satu petugas TNI di bawah," ucapnya dengan nada tegas dan penuh wibawa.

"SIAAAP," teriak Maya.

Yura menyenggol lengan Maya, "Apaan sih Lo?" Tanyanya dengan terkekeh.

Maya tersenyum sendiri memandangi seorang bapak TNI yang sedang berdiri di depan, "Abisnya Bapak TNI nya ganteng banget,"

"Eh kayaknya gak pantes dipanggil Bapak deh. Mas TNI," lanjutnya sambil menutupi senyum malunya.

"Coba ulangin lagi biar Gue rekam terus kirim ke Jackson," ucap Yura dengan mengangkat handphonenya ke hadapan Maya.

"Gapapa sekali-kali selingkuh," sahut Maya terkekeh.

Yura hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah temannya yang seperti kekurangan asupan cogan, padahal dia sudah mempunyai pacar di Wuhan. Lalu sesuai instruksi, satu per satu mahasiswa mulai berbenah untuk berbaris keluar.

Acara semprot menyemprot telah berakhir. Kini mereka semua sudah berada di tempat karantina setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit. Seperti biasa, sedang menunggu instruksi berikutnya.

Sebelum berkumpul di aula ini, tadi Yura dan peserta karantina lainnya diajak berkeliling area.

Dapat dilihat beberapa tenda besar yang sudah disulap untuk menunjang kegiatan para peserta. Ada enam tenda yang didalamnya terdapat kasur kecil berjejer dengan meja minimalis disebelahnya, tenda ini yang akan menemani para peserta merajut mimpi. Ada juga tenda yang berada ditengah-tengah enam tenda tadi yang berisi kasur lebih bagus serta berbagai peralatan medis canggih didalam lemari kaca, Yura yakin itu markas kesehatan dadakan. Satu tenda yang berada di ujung barat sebagai tempat ibadah yang beragama Islam. Dan satu tenda yang berdiri dengan kokoh, tidak ada yang tahu didalamnya terdapat apa saja karena tenda ini sangat tertutup yang dijuluki markas utama oleh para anggota TNI. Hanya ada satu bangunan semen di area ini, yaitu aula. Bangunan luas yang sudah dipetakkan menjadi dapur, toilet, dan gudang perlengkapan masa karantina.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh," ucap seseorang membuyarkan lamunan Yura.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh," Yura menjawab salam seperti teman-teman lainnya.

"Saya disini selaku Bupati Natuna yang akan mengawasi jalannya karantina ini. Saya harap dapat dilakukan dengan teratur, semoga kita semua diberi kelancaran dan kesehatan selalu." Ucap Pak Hamid Rizal.

"Aamiin," jawab seluruh peserta karantina serempak.

"Selamat sore semuanya!" Suara bariton kembali terdengar.

"Soree,"

Sepertinya bapak TNI yang sedang berdiri didepan ini Yura pernah melihatnya.

Oh iya!

Bagaimana bisa ia lupa, padahal dia yang menyambut kedatangan mereka di pesawat tadi siang.

Pandangan Yura beralih ke sampingnya, Maya untuk sekedar memastikan. Dan benar saja, dia sedang senyum senyum sendiri seperti di pesawat tadi.

"Kalo saya mengucapkan selamat sore, kalian menjawab dengan sore sore sore," ucap seorang TNI didepan dengan mengepalkan tangannya ke udara khas TNI.

"Saya ulangi. Selamat sore!"

"Sore sore sore," jawab mereka serempak dengan gerakan sesuai arahan TNI tadi.

"Sebelumnya perkenalkan, nama saya Brigadir Jenderal Alvian Darmawangsa. Kalian bisa memanggil saya Brigjen Al. Saya disini akan bertanggung jawab sekaligus memimpin secara langsung karantina selama 14 hari kedepan. Dimohon kerjasamanya dari teman-teman sekalian,"

"Setelah ini kalian dipersilahkan untuk menuju tenda masing-masing. Jadwal kegiatan selama 14 hari dapat dilihat dibalik kartu peserta yang sudah dibagikan. Lalu-,"

Maya tiba-tiba menyenggol lengan Yura yang menyebabkan gadis berhijab hitam tersebut menoleh, "Coba Lo liat baik baik deh. Badan setinggi monas, hidung semulus perosotan TK, tatapan matanya setajem silet, wajah proposional udah kayak-,"

Yura terkekeh, "Udah udah. Apaan sih Lo," potongnya cepat sebelum mereka terlarut memandangi Brigjen Al.

Allahuakbar Allahuakbar

Suara adzan magrib sudah terdengar yang berarti waktu istirahat mereka telah berakhir. Dapat terlihat beberapa peserta karantina yang beragama islam langsung mempersiapkan diri menuju tenda barat. Tetapi Yura harus menunda kegiatannya karena Maya yang memohon ditemani ke toilet.

Alhasil Yura sekarang berjalan menuju tempat sholat sendirian, karena Maya non muslim pula. Terlihat peserta lain baru saja selesai menjalankan ibadah sholat. Yura mendudukkan diri untuk melepas alas kakinya.

"Baru mau sholat?" Tiba-tiba suara bariton mengudara, membuat Yura sedikit terlonjak.

Alvian terkekeh kecil, "Maaf sudah mengagetkan,"

"Gapapa Pak. Iya saya baru mau sholat," Yura mengangguk.

"Ya sudah berjamaah dengan saya saja yaa,"

"Iya Pak."

Kemudian Yura beranjak menuju tempat wudhu. Dahi Yura berkerut ketika melihat Alvian yang hanya berdiri membelakanginya di tempat melepas sepatu tadi.

"Bapak ngapain disitu?"

Alvian membalikkan badannya menghadap Yura, "Kamu wudhu duluan saja,"

"Nanti kalau wudhu bareng takutnya saya melihat aurat kamu." Lanjutnya.

"O-Oh iya pak."

Yura mulai melipat mukena putih miliknya setelah selesai menunaikan ibadah sholat berjamaah dengan pria berpakaian serba hitam yang kini masih terduduk dengan tangan yang membuka ke atas.

Setelah selesai, ia berjalan menuju batas suci untuk memakai alas kakinya. Dilihatnya pria berpakaian serba hitam tadi sudah terduduk di sana, sedang memakaikan kaos kaki hitam dikakinya. Yura duduk didepan sepatunya, tidak jauh dari pria itu.

"Nama kamu siapa?" Tanya Alvian dengan pandangan tetap pada sepatu PDL hitam miliknya.

"Yura Pak. Yura Putri Ardenia,"

Alvian menganggukkan kepalanya, "Saya duluan yaa. Yura hati-hati karena sudah gelap." Izin Alvian.

"Hati-hati juga Pak."

......

HOPE YOU GUYS ENJOY IT
KRITIK DAN SARANNYA YAA GAISS
DON'T FORGET TO VOTE+ COMMENT HEHEHE:)
Thankyouuuuuu❤❤❤

because of corona -end✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang