BAB 10

630 59 1
                                    

Don't forget to tap the star❤
.
Happy reading!
.
.
.

Sudah dua hari Alvian bersikap uring-uringan, tepatnya sejak pulang dari kediaman Yura. Makan hanya beberapa suap, jam tidur yang semakin berkurang, bahkan sehari-hari ia hanya bermain game di dalam kamar. Keluar pun hanya untuk pergi shalat berjamaah di masjid.

Memang ya, yang namanya patah hati itu efeknya mantep banget.

Abi dan Umi tentu sadar dengan kelakuan anak sulungnya itu yang tiba-tiba berubah, tidak manja atau cerewet seperti biasanya. Berkali-kali Umi menanyakan sebabnya, tetapi Alvian pun masih kekeuh enggan menceritakannya.

Ya bagaimana mau bercerita jika Umi terus saja meledek dengan berkata,

"Kayak bocah yang baru pubertas kemarin sore aja."

Yang justru membuat Alvian yakin untuk menutup mulutnya rapat-rapat.

Dan hari ini, dua hari setelah Alvian bertemu dengan kedua orangtua Yura, yang berarti bertepatan dengan acara lamaran Yura. Hah mengingatnya jadi membuat mood Alvian semakin memburuk.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu ke lima kalinya untuk hari ini yang mendarat di pintu kamar Alvian. Padahal jarum jam masih menunjukkan pukul sepuluh pagi.

Alvian menghembuskan napas beratnya, "Masuk aja Mi."

Umi pun memasuki kamar Alvian dengan senyum lebarnya, kemudian mendudukkan dirinya di tepian kasur empuk berwarna biru laut dengan menatap punggung Alvian yang duduk tegap membelakanginya karena sedang memainkan game di meja kerja.

"Masih belum mau cerita juga?"

Alvian menggeleng cepat.

"Kayak bocah yang baru pubertas kemarin sore aja,"

"Umi jangan gituuu," ucap Alvian dengan nada merajuk.

Berbeda seratus delapan puluh derajat ketika dirinya berada di lapangan.

Umi terkekeh kecil, "Hayuk cerita cepetan. Jiwa kepo Umi udah meronta-ronta nih, gak bisa ditahan lagi!" Ucapnya bersemangat.

"Gak mau masih bt,"

Umi terdiam cukup lama sampai kemudian, "Masalah hati ya? Soal perempuan?"

Tepat sekali tebakanmu wahai Umi!

Alvian mempause gamenya lalu menengok cepat, "Kok Umi tau?!"

"Umi kan juga pernah ngerasain ambyar kayak kamu sekarang," Umi tersenyum puas karena tebakannya benar.

"Mi," panggil Alvian.

"Abi jadi orang pertama yang Umi suka?"

"Yang sukanya pake banget!" imbuh Alvian.

Umi menatap ke langit-langit dengan memamerkan tampang berpikir, sepersekon kemudian ia menggeleng pelan.

"Ceritain tentang orang yang pertama Umi suka dong!" pinta Alvian bersemangat.

because of corona -end✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang