BAB 9

667 61 7
                                    

Don't forget to tap the star❤
.
Happy reading!
.
.
.


Pagi ini, Jumat pertama setelah berakhirnya masa karantina. Jika Jumat kemarin Alvian yang berdiri dibalik mimbar untuk menyampaikan ceramah, Jumat kali ini ia akan mendatangi sebuah kajian rutin yang biasa ia ikuti ketika sedang tidak bertugas.

Sarung putih, baju koko putih lengan pendek yang dipadukan dengan jas hitam, serta peci hitam favoritnya menjadi pilihan outfitnya pagi ini. Alvian langsung menuju Masjid Baiturrahman setelah sebelumnya berpamitan kepada Abi dan Umi.

Ah sungguh ceramah pagi ini sangat menyejukkan hati, dengan topik yang diangkat yaitu 'Jodoh Pasti Bertemu'

Membuat seorang Alvian Darmawangsa terus berpikiran siapa jodohnya, mengingat usia yang sudah sangat matang untuk mengikat janji suci.

Dan juga membuatnya teringat dengan gadis mungil yang ia temui ketika karantina kemarin.

Tunggu.

Kenapa Alvian bisa langsung berpikiran tentang Yura ketika disinggung mengenai jodoh?

Entahlah, tetapi Alvian jujur. Sejauh ini belum ada wanita yang membuat jantungnya bertingkah seperti tempo hari.

Kecuali Yura Putri Ardenia.

Ia jadi menyesal karena tidak berhasil mendapatkan kontak Yura saat perpisahan kemarin.

Alvian mengakuinya kali ini. Sungguh ia ingin melihat gadis itu. Hanya sekedar melihat saja, dari kejauhan pun tak apa.

Tetapi tenang, 'jodoh pasti bertemu' ucap batin Alvian.

Kalaupun bukan Yura jodohnya, mau bagaimana lagi. Pasti Allah sudah menyiapkan gadis yang paling istimewa untuk mendampingi hidup Alvian.

Eh sebentar.

Alvian kali ini butuh waktu untuk memfokuskan pandangannya.

Ia tidak salah lihat kali ini?! Kenapa gadis yang baru saja ia pikirkan tiba-tiba muncul di depannya? Itu benar dia kan?

Oh ayolah melihatnya dari jauh saja sudah membuat jantung Alvian tidak terkontrol.

Alvian melangkahkan kakinya perlahan mendekati gadis berjilbab pink itu, "Assalamualaikum....Yura?"

Gadis itu menoleh. Sedetik berikutnya ia memamerkan senyuman khasnya, "Eh Kak Al. Waalaikumsalam kak,"

Senyum Alvian semakin merekah. Kini ia bisa mendengar suara itu lagi, "Kamu apa kabar?"

"Alhamdulillah baik sekali kak. Kak Al sendiri gimana?"

"Alhamdulillah seperti yang kamu lihat sekarang,"

"Kamu sedang apa kok disini?" Kali ini Alvian meruntuki dirinya sendiri karena pertanyaannya yang terdengar sangat bodoh. Padahal sudah jelas terlihat jika Yura juga telah selesai mengikuti kajian, sama sepertinya.

"Aku abis ikut kajian kak. Tapi lagi nunggu temen buat jemput," balas Yura.

"Oooh,"

Tolong Alvian teman-teman, sekarang ia bingung harus memakai topik apalagi untuk dibahas bersama Yura agar pertemuan kali ini tidak sia-sia.

Oh iya!

"Mau saya antar ke rumah?"

Yura menggeleng cepat, "Nggak usah repot-repot kak. Temen aku pasti selesai acaranya gak lama lagi, tinggal nunggu sebentar."

"Tidak merepotkan sama sekali. Ayo biar saya antar, sekalian saya silaturahmi dengan keluarga kamu.''

Gadis itu terdiam, bingung harus merespon apa.

"Tunggu sebentar disini ya, saya ambil mobil dulu di parkiran."

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih lima belas menit dengan kecanggungan yang mereka ciptakan sendiri, akhirnya dapat berakhir sekarang. Di mobil tadi Alvian sengaja menghidupkan mp3 yang memutar surat pendek jus 30 agar suasana tidak terlalu hening. Keduanya pun hanya berbicara tentang arah rumah Yura, tidak lebih.

"Ayo kak masuk dulu silahkan." Ucap Yura yang kemudian melenggang pergi memasuki rumahnya.

Alvian mulai gugup sendiri sekarang. Cukup gugup. Oke ia akui sangat gugup. Alvian menarik napasnya dalam-dalam untuk menetralisir rasa gugupnya. Intinya harus ia katakan sekarang juga, atau tidak sama sekali.

"Assalamualaikum," ucap seorang lelaki paruh baya yang berumur sekitar kepala lima, dengan seorang wanita yang sangat serasi dengan dia, wajahnya mirip dengan.....Yura? Ah pasti mereka orangtua Yura.

Alvian menjabat tangan kedua orang tersebut. "Waalaikumsalam,"

Setelah basa basi sekedar menanyakan identitas satu sama lain. Sekarang waktunya Alvian membicarakan masalahnya, sebelum Yura datang. Ini akan mengurangi rasa gugupnya karena objek yang akan ia bicarakan belum muncul sekarang.

"Pak, Bu. Sebenarnya ada tujuan lain saya datang ke rumah ini selain silaturahmi. Hanya ingin bertanya, apa Bapak dan Ibu—,"

Ucapan Alvian terpaksa terhenti karena Yura yang sudah datang dengan tiga cangkir teh pada nampan di kedua tangannya.

"Bagaimana nak Al?" Tanya Yusuf —Ayah Yura— membuyarkan lamunan Alvian.

"Ah iya," Alvian sedikit tersentak.

Kemudian ia menarik napasnya kembali, "Apakah Bapak dan Ibu berkenan jika lusa besok saya datang ke rumah ini lagi dengan membawa keluarga saya?" Final Alvian dengan melirik Yura yang terduduk tenang di sisi Ibunya.

Sontak kedua orangtua Yura langsung berpandangan. Dapat terlihat raut wajah mereka yang...terlalu random, Alvian sendiri pun tidak dapat membacanya.

Berbeda dengan Yura yang menunjukkan raut wajah datar. Hmm mungkin dia belum maksud dengan perkataan Alvian tadi.

Aisyah —Bunda Yura— terlihat mendekatkan wajahnya ke telinga putrinya itu lalu membisikkan sesuatu disana sekejap. Dan kemudian Yura pun melenggang masuk kembali ke dalam rumah.

"Nak Alvian," panggil Yusuf ketika Yura sudah menghilang dibalik pintu.

"Iya, bagaimana pak?" Tanya Alvian masih dengan senyumannya.

"Kami sebelumnya memohon maaf. Bukannya kami mau menolak lamaran dari nak Alvian, tetapi lusa besok kami akan kedatangan tamu juga—"

"Yang bermaksud sama dengan nak Alvian." Lanjut Yusuf.

Alvian mengangguk pelan, "Aah begitu," ujarnya dengan berusaha keras untuk mempertahankan senyumnya.

Alvian keluar dari rumah bercat putih tulang itu setelah menandaskan segelas teh yang rasanya manis, seperti yang menghidangkan.

Ah sudahlah cukup, hentikan pemikiran bodoh ini.

Sebentar lagi gadis itu akan menjadi milik pria lain. Gadis itu. Bahkan dari panggilan ini sudah terdengar rasa kekecewaan bukan?

Bahkan ia tidak diberi kesempatan untuk melihat gadis pink tadi. Entah apa yang Yura lakukan sampai dia tidak kembali sampai Alvian pamit.

Alvian mengulurkan tangan kanannya, "Terimakasih Pak Bu, saya pulang dulu. Assalamualaikum," ujarnya dengan sedikit memaksakan bibirnya agar tetap melengkung.

"Waalaikumsalam. Hati-hati ya nak Alvian."

"Masing-masing manusia diciptakan berpasang-pasangan. Siapapun jodoh kamu, pasti itu pilihan yang terbaik dari Allah." Imbuh Aisyah mengelus bahu Alvian dengan lembut.

"Terimakasih banyak bu." Alhamdulillah Alvian jadi merasa sedikit tenang sekarang. Ya walaupun hanya sedikit.

Yura Putri Ardenia memang bukan ditakdirkan untuk Alvian Darmawangsa rupanya.

......

HOPE YOU GUYS ENJOY IT!
Jangan lupa VOMMENT yaa xixixi
Thankyouuuuuu❤❤❤

because of corona -end✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang