2

4.2K 427 82
                                    

             

                Gayanya sudah seperti Bos besar saja. Tangan kirinya menenteng tas kerja hitam sementara tangan yang kanan memegang ponsel yang ia tempelkan di telinga kanan. Terlihat benar-benar sibuk. Dahinya mengernyit lalu ekspresinya terlihat serius, seperti dia sedang berdiskusi dengan relasi bisnisnya. Paman Top dengan setia mengawal berjalan di belakang laki-laki yang melenggang di lobby perusahaan besar itu. Wah, saat ini Gulf seperti sedang menjadi pemeran utama dalam fiksi romansa dimana dia ditiduri seorang CEO lalu CEO itu gagal move on, lalu menikahi anak buahnya yang kini berhasil naik tahta. Astaga. Gulf yang beruntung.

"Mama, Gulf akan menelfon Mama lagi nanti. Gulf sudah sampai di kantor."

["Tck, kamu ini benar-benar. Biarkan suamimu bekerja dan berhentilah pergi ke kantor Mew untuk minta jatah!"]

"Oui!! Tentu saja Gulf ke kantor untuk bekerja bukan untuk meminta... errr..." Gulf menggantung kalimatnya lalu melirik pada Top yang masih setia berjalan di belakangnya.

["Bekerja apa?! Seharusnya Gulf tetap berada di rumah, tunggu sampai suamimu pulang lalu siapkan teh panas. Apa Gulf tidak pernah melihat apa yang Mama lakukan untuk Papa, hah?!"]

"Di rumah saja bagaimana?! Mama lupa, Gulf adalah kepala keluarganya! Seharusnya P Mew yang berada di rumah dan memakai daster lalu membantu Sa."

["Ckk, anak sialan ini!!!"]

Paman Top reflek mendelik mendengar bicara ngelantur Tuannya di siang bolong.

"Okay. Bye, Ma. Jangan lupa kirim uang untuk Gulf. Gulf harus membeli susu Sean."

["Bukankah Mew sudah memberi Sa uang untuk membeli susu Sean?!"]

"Semakin banyak minum susu semakin Sean sehat, Mama! Ibu Jong mengirim uang untuk Gulf, P Mew memberi uang untuk Gulf, Mama Papa juga seharusnya begitu. Itu semua untuk membeli susu Sean, Mama!!"

["HEY, DENGAN UANG SEBANYAK ITU KAMU BAHKAN BISA MEMBUAT PETERNAKAN SAPI DAN MEMBANGUN PABRIK SUSU. ASTAGA. ANAK SIALAN INI!!"]

"Bye, Ma!" Gulf memutus panggilannya. "Astaga, suara Mama Han membuat telingaku sakit," rutuk Gulf sambil menggosok telinganya.

"Top, aku sudah sampai. Kamu bisa pulang dan melanjutkan bermain game cacing di rumah," ujar Gulf setibanya dia di depan pintu ruang Direksi.

Top anggukkan kepalanya, "Krub Tuan. Telfon Top jika Tuan akan pulang."

"Okay. Terimakasih na?" Ujar Gulf sambil mendorong pintu ruang berplakat Direksi Suppasit Jongcheveevat itu.

"GOOD AFT...." Teriakan Gulf seketika berhenti saat ia melihat di depan sana Mew duduk di sofa lalu Hiter duduk di lantai dengan tangan masih memegang selangkangan Mew. Wajah cerah ceria Gulf berubah merah marah. "DEMI DEWA!! APA YANG KALIAN LAKUKAN?!!"

Hiter dan Mew melihat pasa Gulf takut dengan cengiran masam mereka.

"Gulf, ini tidak seperti yang kamu fikirkan, serius," ujar Hiter sambil beranjak.

Gulf menggeleng dramatis. "Cukup P. Cukup. Gulf fikir P memang sahabat baik P Mew. Tapi ternyata?? P pelakor disini? P tidak takut azab?! Hah?! Astaga, P??"

Hiter memutar bola matanya malas karena harus berurusan dengan imajinasi penuh drama seorang Gulf. "Hoih Gulf!! Resleting celana suamimu rusak! Apa kamu lebih rela sekretaris Mew yang membetulkan resletingnya?! Yak ampun!"

Gulf melihat sekilas pada Mew yang nyengir sambil menunjuk resleting celananya. "Kenapa bisa rusak?! Apa yang kalian lakukan?!"

"Err, sayang.. pagi ini Gulf menyiapkan celana yang salah. Ini sangat sempit, hehe," jawab Mew sambil menyengir.

ᴏᴜʀ sᴇᴀɴsʜɪɴᴇ (ᴘʀᴇǫᴜᴇʟ ʙᴏᴏᴋ ᴘᴀᴘᴀ)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang