- Selection - (선택)

713 73 9
                                    

    Pagi itu, ketika mereka memutuskan untuk melakukannya pertama kali, adalah hal yang tidak pernah mereka berdua rencanakan. Semua berjalan begitu saja dan tanpa adanya paksaan. Baik Jimin maupun Hyejin sama-sama menikmati memon bercinta mereka yang begitu berkesan. Mereka melakukannya bukan karena tuntutan nafsu semata melainkan murni karena perasaan cinta satu sama lain.

    Waktu berjalan dengan cepat, dan tanpa disangka-sangka mereka mendapatkan kabar mengejutkan, Hyejin hamil. Hal ini sangat membuat Hyejin dan Jimin bahagia bahkan terharu. Berita yang selama ini mereka tunggu-tunggu akhirnya tiba. Mereka berharap jika bayi kecil itu kelak akan menjadi penyempurna kisah cinta mereka seumur hidup dan akan menjadi sumber kebahagiaan keluarga kecilnya nanti.

    Namun sayang...

    Kebahagiaan Jimin berbeda dengan kebahagiaan Hyejin yang bertahan lama. Ucapan sang ayah yang kembali mengingatkannya akan permintaan beberapa bulan yang lalu kini menjadi perusak kebahagiaanya. Jimin kembali terdiam ketika ia menyadari alasan mengapa ia menikahi wanita itu.

    Merasa tugas tersebut membuatnya kesal, Jimin menuangkan kembali soju kedalam gelasnya, dan menandaskannya hanya dalam sekali tegukan. Ia menghela nafas, merasa tidak tahu harus berbuat apa setelah pertemuannya dengan sang ayah tadi sore.

    Jimin sekarang disana, diruang tamu, dan dia sendirian...

     Kesunyian malam, dan suhu dingin disini setidaknya mampu meredakan amarahnya dan membuat dirinya mampu berpikir secara jernih. Ia sudah bukan lagi remaja berumur 17 atau 18 tahun, tapi entah kenapa pilihan yang diberikan sang ayah membuatnya berada dalam dilema selayaknya anak remaja.

"Hah.. kenapa saat sekarang pun pilihan itu terasa semakin berat?" Ujarnya sembari menghela nafas.

    Kini tuangan kedua kembali mengisi gelasnya yang kosong, dan Jimin kembali meminumnya dengan cepat. "Rencana pertama?" Jimin tertawa miris mengingat tujuan awalnya kenapa ia bisa sampai sejauh ini. "Aku tidak benar-benar yakin apa aku sanggup melakukannya. Mianhe-yo, appa---" Jimin menjeda kalimatnya,

"Aku merasa seperti sudah mengkhianatimu." Sambungnya.

    Kini sudah gelas ketiga yang Jimin minum. Ia kembali meletakkan gelas itu dimeja dengan sedikit kasar, hingga menimbulkan suara kaca yang beradu. "Aku juga tidak mengerti kenapa semuanya menjadi begitu sulit.."

"kau.. dan Yoongi-hyung, mungkin dulu hanya itu pilihannya, aku tidak perduli pada nasib gadis itu. Tapi sekarang.. gadis itu.. sudah menjadi istriku appa---" Jimin kembali menjeda kalimatnya.

   Ia menghela nafas berat. Ada sedikit rasa sesak yang membuatnya tidak bisa melanjutkan ucapannya.

    Mata Jimin kini memburam karena air mata, ia tidak tahu mengapa dirinya menjadi sedikit emosional akhir-akhir ini. Jimin mengusap dadanya yang masih terasa sesak. Ia menarik nafas untuk menenangkan dirinya sendiri. "Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi padaku selama beberapa hari belakangan ini.. Perasaan ini seharusnya tidak muncul saat aku tahu siapa aku dan dia sebenarnya,"

"Aku yang tidak perduli padanya, justru kini begitu menginginkan dia untuk selalu bersamaku,"

"Aku yang selalu bersikap dingin padanya, tapi aku sendiri yang tidak bisa menahan senyumku ketika melihatnya bahagia," Ucapannya terdengar berat.

HOUSE OF CARD [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang