14

3.6K 386 138
                                    

"Hoeek...hoeek"

Pagi itu Irene terbangun dan langsung merasakan mual, membuat dirinya harus berlari secepatnya menuju kloset.

Irene terus mengeluarkan seluruh isi perutnya sampai habis lalu setelahnya terduduk lemas di dekat sana. Nafasnya tersengal pun dengan detak jantungnya yang meningkat.

Ia akhirnya paham, bagaimana menyiksanya morning sick yang biasa para Ibu hamil rasakan.

Beruntung pagi ini Daegu sedang diguyur hujan deras, hingga Irene tak perlu khawatir jika orangtuanya yang ada di lantai bawah mendengar suara aneh dari kamarnya.

Ya, setelah memutuskan untuk berhenti bekerja dan menjual apartemennya, Irene memilih kembali ke Daegu -kota kelahirannya.

Kembali ke rumah dan tinggal bersama orangtuanya membuat Irene bersyukur karena masih bisa merasakan kehangatan sebuah rumah, walau sampai detik ini, ia masih bungkam jika kedua orangtuanya bertanya, perihal alasan kepindahannya.

Irene memegang kepalanya yang berdenyut lantas mencoba bangkit dari sana. Ia menjadikan semua barang yang ia temui sebagai pegangan karena langkahnya yang tidak stabil.

Tak lama pintu diketuk dari luar. Irene bisa menebak, itu adalah Ibunya. Ia pun perlahan melangkah menuju pintu.

"Sayang, kau masih tidur?"

CKLEK

Dalam beberapa detik, sang Ibu terpaku melihat keadaan Irene yang jauh dari kata baik dengan wajah pucat, dan peluh yang mengitari pelipisnya.

"Irene, ada apa?" Lirih Nyonya Bae dengan gurat khawatir, tangannya yang hangat memegang kedua pipi Irene.

Irene memaksakan senyumnya, "Tak apa, Bu"

"Tidak, kau sakit sayang. Kita ke dokter sekarang" Sanggah Nyonya Bae yang tak percaya bahwa putri semata wayangnya itu baik-baik saja.

Irene menggeleng, "Ibu, aku hanya masuk angin. Setelah beristirahat beberapa jam akan segera sembuh" Irene mencoba meyakinkan Ibunya dengan menolak secara halus. Terbersit perasaan bersalah karena secara tak langsung sudah menyembunyikan kehamilannya.

Irene paham ini bukan sesuatu yang baik. Ia akan segera memberitahu orangtuanya, hanya saja ia perlu waktu yang tepat untuk itu.

"Ibu lihat semenjak kau pulang ke rumah, wajahmu selalu pucat dan terlihat murung. Dimana putri Ibu yang biasanya ceria hmm? Kau menyembunyikan sesuatu dari Ibu?"

Irene kembali menggeleng lemah, dan meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.

"Bagaimana jika Ibu panggilkan dokter kesini?" Tak habis akal, Nyonya Bae mencoba bernegoisasi untuk yang terakhir kalinya.

"Ibu..."

Nyonya Bae menghela nafas kasar karena sikap Irene yang akhir-akhir ini menjadi keras kepala. Sebagai seorang Ibu, ia tentu tau ada sesuatu yang Irene sembunyikan mengingat sikap aneh putrinya akhir-akhir ini, ditambah fakta kepindahan sang putri yang begitu mendadak. Membuat banyak tanda tanya di benaknya. Walau begitu, ia tetap memilih menunggu Irene untuk menceritakan masalahnya sendiri tanpa paksaan.

"Baiklah anak nakal. Sekarang beristirahatlah. Ibu akan menyuruh Lee Ahjumma untuk membuatkan bubur dan kau harus memakannya. Kali ini tak ada penolakan" Putus Nyonya Bae akhirnya bulat. Dengan perlahan ia menuntun tubuh Irene menuju ranjang dan memastikan putrinya itu beristirahat dengan baik.

"Ibu, terimakasih" Lirih Irene pelan, dengan suara tercekat.

Nyonya Bae mengangguk, lantas mengusap kepala Irene, "Istirahatlah sayang"

Frenemy || Vrene ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang