brotherhood

164 40 32
                                    


🍃🍃🍃



"Hei kebo! Bangun!" Suara keras menyentakkan Juna dari tidurnya yang tak terlalu nyenyak. Juna membuka matanya pelan dan menemukan Rakai menjulang di hadapannya, pria itu sudah memakai wearpack berwarna merah yang mencolok.

Juna mengucek matanya, lalu meregangkan tubuhnya yang terbaring di ranjang reyot berbunyi 'kriettt kriett' saat badan sedikit bergerak. Dinding yang catnya mengelupas dipenuhi berbagai poster-poster, hampir seluruhnya poster wanita berbadan seksi berbaju minim. Juna hampir tidak bisa tidur karna merasa wanita-wanita itu memelototi dan hendak memangsanya semalam.

Itulah kamar Rakai. Rakai ternyata adalah pria yang suka mengumpulkan gambar wanita cantik dan seksi, kebanyakan yang ukuran dadanya sebesar melon, hingga jika pakai baju tumpah-tumpah daging dadanya. Favoritnya adalah Cupita Libas, penyanyi dangdut montok, member duo Pepaya.

"Nih makan. Aku nggak mau kau mati kelaparan dalam rumah ini, susah ngurus mayatnya."

Juna hanya diam. Lelah dengan segala omongan Kai sejak semalam. Pagi belum lagi terang, Kai sudah mengobral omongan, tapi masih untung, Seta si sadis itu tidak ikut bergabung bacotan dengan Kai pagi ini.

"Aku pergi kerja, Seta pergi kuliah. Kau di rumah sendiri, kalau kau masih punya rasa terima kasih, kau bisa lakukan hal yang bermanfaat di sini, coba kau pikirkan apa itu hal yang bermanfaat." Ucap Rakai pada Juna, dan tanpa menunggu jawaban Juna, Rakai pergi meninggalkan Juna begitu saja.

Suasana menjadi hening dan sepi, bacotan Rakai dan Seta tidak lagi terdengar, dan Juna teringat Karina. Setiap pagi, Karina membangunkannya dengan lembut, mengusap kepalanya dengan sayang, menyiapkan sarapan susu dan roti, bukan gumpalan bungkusan berminyak yang entah isinya apa.

Juna mengulurkan tangannya meraih bungkusan yang ditinggalkan Kai. Ternyata di balik mulut rombengnya, Kai masih punya sedikit rasa murah hati.

Juna membuka bungkusan itu, nasi uduk dengan lauk telur dan kuah merah, semacam sambal berminyak dan mi goreng tersaji. Perut Juna berkeruyuk, melihat nasi bungkus sedekah dari Rakai. Juna beranjak dari ranjangnya, dan mencari piring untuk mengalasi sarapan paginya.

Usai sarapan dan mandi, Juna mengamat-amati rumah keluarga Pandu yang sama sekali tak terawat. Juna tau, Rakai dan Seta mungkin selamanya tidak akan menerimanya, tapi bagaimanapun hanya Rakai dan Seta keluarganya di planet ini, meski Juna berpikir lebih baik ia tak memiliki siapa-siapa lagi daripada harus bersama Rakai dan Seta yang punya peringai kasar.

Tapi, yah beginilah hidup. Kadang kita tidak bisa memperoleh apa yang kita inginkan. Hidup kadang hanya menjalani apa yang sudah Tuhan takdirkan, terjadilah padaku, seturut kehendakMu.

Maka, disinilah Juna berada. Di sebuah kampung yang tak pernah dibayangkannya sebelumnya, bersama dua kakaknya yang membencinya, demi menjalankan wasiat almarhum ibunya. Juna tidak tau apakah nasibnya akan membaik di kemudian hari, seperti Cinderela yang meski disiksa oleh kakak tirinya tapi berhasil bahagia menemukan pangeran impiannya, ataukah Juna akan berakhir seperti apa?

Juna tidak memiliki pilihan, ia hanya harus menjalani hari demi hari dan bertahan bersama Rakai dan Seta, saudara laki-lakinya, mereka pernah berbagi rahim yang sama, meski Rakai dan Seta menolak Juna mentah-mentah.

"Abang!" Suara renyah menyapa Juna dan saat Juna menoleh Ayu melambaikan tangannya. Gadis itu mengenakan kaus abu-abu dan rok berlipit berwarna biru, manis sekali. Juna bergegas menghampiri Ayu.

"Mau kemana Yu?"

"Kerja di rumah Ndoro Dhananjaya."
"Abang udah sarapan?"

Juna tersentuh, Ayu adalah satu-satunya orang yang memberikan Juna perhatian, mengingatkan Juna pada Karina.

chiaroscuroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang