man under the twilight

155 43 31
                                    


🍃🍃🍃





Arjuna sedang berjongkok mencabuti rumput liar di halaman saat Ayu masuk ke pekarangan dan menepuk pundak Juna pelan.

"Bang!"

Juna menoleh dan tersenyum. Wajah Ayu, adalah satu-satunya wajah yang disukainya di Kedaton Wanara ini.

"Sudah pulang?"

Gadis itu mengangguk.
"Abang lagi apa?"

"Nyabutin rumput, bingung mau apa."
Juna menghela nafas. Ia masih bingung apa yang harus dilakukannya? Tidak mungkin ia berpangku tangan dan tinggal tanpa melakukan apapun di sini. Bisa-bisa Rakai dan Seta benar-benar menjualnya. Juna bergidik. Nasib apa yang tergaris di nadinya hingga ia harus hidup bersama dua abangnya yang sekejam ibukota. Ibu tiri masih belum apa-apa dibanding ibu kota.

"Abang mau nyari kerja?" Ayu ikut jongkok di sebelah Juna, mencabut rumput liar yang merajalela.

Juna mengangguk, tapi lalu bingung pekerjaan macam apa yang bisa dilakukannya. Bekerja di bengkel seperti Rakai, ia jelas tak mampu. Keahlian yang dimilikinya hanyalah menggambar mode baju dan menjahitnya, tapi di Kedaton Wanara ini, orang tampaknya tak terlalu membutuhkan penjahit, selain harga penjahit akan terasa mahal bagi penghuni Kedaton Wanara. Sebagian besar penduduk Kedaton Wanara memakai baju partai atau baju dengan merk sabun colek atau cat atau baju bertuliskan apa saja, sumbangan dari berbagai tempat. Hampir semua penduduk Kedaton Wanara berada di garis kemiskinan.

"Abang sekolahnya apa?"

"Sekolah mode."

"Mode? Yang bikin baju-baju?" Tanya Ayu.

Juna mengangguk.

"Wah hebat. Abang bisa dong bikin baju-baju bagus kayak di tivi?"

Juna tersenyum. Kalau sekadar menjahit baju tentu saja Juna bisa. Sejak kecil ia tertarik dengan menjahit, bersih-bersih dan juga makeup. Mungkin kalau Rakai dan Seta mendengarnya, mereka akan mengolok Juna habis. Tapi Juna mulai terbiasa, dan tak lagi berharap jika Rakai dan Seta akan menerima keberadaannya dengan baik dan memperlakukannya dengan penuh kasih sayang dan manis seperti klaim Karina ibunya.

"Tapi orang sini jarang yang jaitin baju bang." Ayu mengeluh.
"Gimana kalau abang kerja di pabrik garmen? Agak jauh dari sini, tapi ga jauh banget kok, setengah jam."
"Nanti Ayu antar daftar kerjaannya."

"Pabrik garmen?" Tanya Juna ragu. Juna tidak bisa membayangkan bagaimana dirinya bekerja di pabrik. Terbiasa dengan kehidupan mewah, Juna tidak memiliki bayangan sedikitpun tentang perjuangan hidup mencari sesuap nasi. Tapi, kini mau tidak mau ia harus melakukan apa yang harus dilakukan demi bertahan hidup. Juna memang masih memiliki sedikit uang hasil uang saku yang dikumpulkannya selama ini, tapi uang itu sebaiknya disimpan saat benar-benar waktu darurat.

"Besok kita ke sana ya. Kita daftar kerja, pasti bang Juna diterima."

"Tapi...." Juna agak ragu. Ia tidak terbiasa bekerja, apalagi di pabrik. Juna juga merasa takut dan khawatir bagaimana jika orang-orang di sana bertemperamen kasar seperti Rakai dan Seta.

Ayu menatap Juna, tampak ada kecemasan di wajah pria berkulit putih itu. Juna tampak berpikir dan menggigiti bibirnya yang berwarna pink, seperti dioleskan lipstik. Ayu menduga, mungkin Juna berasal dari kalangan orang berada, terlihat dari penampilan Juna saat pertama kali datang ke Kedaton Wanara, Juna pasti tidak terbiasa dengan kondisi masyarakat kelas bawah begini.

"Kalau di pabrik, orangnya galak nggak?"

Ayu tersenyum.
"Nggak lah, orangnya baik kok. Percaya sama Ayu. Besok Ayu antar ya bang?"

chiaroscuroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang