🍃🍃🍃"Aaaaaakkkk....." Juna menjerit saat Rakai menempelkan obat luka yang dioleskan pada kapas ke sudut bibirnya.
"Tahan sebentar, kau ini laki-laki, baru seperti ini saja sudah teriak-teriak macam ayam mau bertelur!" Hardik Rakai.
"Ini kapas apa? Kenapa malah menempel semua?" Juna melayangkan protes pada Rakai, karena kapas yang digunakan mengoleskan obat serabutnya menempel pada luka.
"Kata Ben kapas yang buat orang mati, sudahlah nggak usah ribut, sama-sama kapas!"
"Tapi jadi nempel di luka." Jerit Juna.
"Ah, repot memang! Kalau begitu bersihkan saja sendiri lukamu!" Rakai melemparkan obat dan kapas ke pangkuan Juna, lantas duduk mengangkat kaki dan menyalakan rokok.
"Heh, Jun, kau punya musuh?" Tanya Rakai sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.
Arjuna menggeleng, sambil meringis mengusap luka dengan kapas lengket.
"Bohong!"
"Kalau kau tak punya musuh, kenapa badanmu babak belur?"Arjuna diam. Arjuna merasa ia tidak memiliki masalah pada siapapun, tapi mungkin tidak bagi Ramon Angkasa. Lelaki itu, ketua serikat buruh, membenci Juna, entah untuk alasan apa, yang pasti Ramon dan konco-konconya menghajar Arjuna habis-habisan.
"Siapa yang mukul?"
Arjuna masih tidak menjawab.
"Heh! Arjuna, kau ini dihajar sampai budek ya?" Bentak Rakai gusar.
"Bang Juna!"
"Abang nggak apa-apa?" Ayu mendadak menghambur masuk dan memeriksa luka-luka Juna, Rakai mendengus dan menghembuskan asap rokoknya. Tadi, saat ke warung Ben, tak sengaja Rakai ketemu Ayu yang sedang beli gula, dan Rakai memberitahu Ayu kalau Arjuna sedang sakit akibat dikeroyok."Kok bisa sampai kayak gini sih bang!" Mata Ayu berkaca-kaca melihat luka-luka di tubuh Juna. Ayu tidak tega melihat tubuh kecil Juna babak belur penuh luka. Tubuh kecil Juna tampak semakin rapuh dengan luka-luka yang membiru di sudut matanya, juga di lengannya, juga bibirnya yang berdarah. Kulit putih Juna terlihat membiru di beberapa tempat. Ayu bertanya-tanya siapa yang tega melukai Juna, lelaki yang sangat lembut ini.
"Nggak apa-apa kok, cuma luka kecil."
"Ini bukan luka kecil bang!" Ayu berkata emosional, lalu mengambil obat dan membantu Juna mengolesi luka-lukanya dengan obat.
Deru suara motor di luar memecahkan keheningan, dan tak berapa lama Seta masuk ke dalam rumah.
"Kenapa?" Tanya Seta memandang Arjuna. Sebelumnya Rakai menelpon Seta, mengabarkan bahwa Arjuna babak belur.
"Biasalah, tawur." Sahut Rakai enteng.
"Tawur itu kalau saling menyerang, saling ngelawan. Ini kayaknya tanpa perlawanan." Seta mendekati Juna meneliti luka Juna, bola mata Seta menatap Ayu sekilas yang tampak tekun mengobati Juna.
"Kau dipukul?" Tanya Seta.
"Ya iyalah, bego! Badan udah kayak ubi gitu ungu semua!" Jawab Rakai, alih-alih Juna yang menjawab pertanyaan Seta.
"Siapa yang mukul?" Tanya Seta lagi, mengabaikan ucapan Rakai.
Arjuna diam.
"Kenapa diam?"
"Aku cuma ingin tau, siapa orang yang mukul kau, dan mengucapkan terima kasih, seengaknya kau jadi tau bagaimana jadi laki-laki. Tegar, nggak cengeng. Terus terang aja, aku juga mikir kau ini laki nggak, perempuan juga enggak. Nanggung jadi orang."

KAMU SEDANG MEMBACA
chiaroscuro
De TodoKisah tentang Arjuna, dan dua kakaknya, Rakai dan Seta, yang tidak mengakui Arjuna sebagai adik