part 6

113 23 1
                                    

Sang langit di atas sana sudah menampakan sunsetnya yang begitu memukau, begitupun Tika. Gadis 16 tahun itu tengah duduk di halte sekolahnya, menunggu bis sembari memandang kearah langit, menikmati awan yang sudah berwarna keorenan itu.

Selang beberapa menit, bis yang ia tunggu akhirnya datang. Lumayan ramai di dalamnya hanya tinggal beberapa tempat duduk saja yang tersisa. Ia duduk di samping remaja putri yang memakai seragam sama dengannya. Mereka satu sekolah. Tapi, sepertinya ia tidak pernah melihat orang disampingnya ini di sekolah.

Tiba-tiba gadis disampinya ini mengulurkan tangannya memberikan suatu kertas yang terlipat dihadapannya, Tika mengernyit heran. Menoleh pada gadis disampingnya yang tersenyum.

"Ini ... buat aku?" tanya Tika seraya mengambil kertas yang diberikan gadis itu.

Gadis itu mengangguk dan tersenyum padanya.

Diperhatikannya kertas yang diberikan gadis itu. "Emang ini a-" Perkataannya terpotong saat ia menoleh dan mendapati tempat disampingnya kosong.

Kemana perginya gadis tadi? Ia tak mau ambil pusing dan langsung memasukan kertas tadi kedalam tas sekolahnya.

'Gadis aneh,' pikirnya.

***

Saat ini Tika sedang duduk diatas kasur sembari melihat-lihat kertas yang ada ditanggannya. Itu adalah kertas yang diberikan gadis di bis tadi.

Karena rasa penasarannya yang begitu tinggi, ia membuka kertas itu, dan menampakan deretan huruf dengan tinta merah. Tidak! Dari baunya ini adalah ... darah?

Mengapa gadis itu memberikannya hal seperti ini? Kenal saja tidak.

Dengan tergesa ia baca deretan huruf itu.

'Jika menurutmu terasa aneh maka selesaikanlah dengan segera, pecahkan semua ini sebelum terlambat.
Nyawa taruhannya.'

Kira-kira seperti itu isi suratnya. Memang sedikit aneh. Tapi, ia sedikit mengerti maksud dari surat itu. Ini pasti ada hubungannya dengan masalah yang ditimpanya belakangan ini.

Mungkin kah petunjuk dari semua ini? Ya, mungkin saja.

***

Dengan santai ia berjalan menuruni tangga. Melangkah menuju ruang makan guna makan malam. Meski hanya sendiri.

Sesampainya dimeja makan, ia langsung menarik salah satu kursi di sana dan mendudukinya. Memakan makan malamnya yang sudah disediakan sang Bibi.

Prang

Tika terkesiap mendengar sura pecahan kaca dari arah dapur. Siapa itu? Bukankah bibinya sedang keluar sebentar?

Dengan hati-hati ia melangkahkan kakinya ke arah dapur. Terlihat pecahan gelas kaca disana, tapi bagaimana itu bisa jatuh? Apa tikus? Tanpa banyak berfikir lagi ia berjongkok untuk membersihkan pecahan kaca tersebut.

Di sela kegiatannya membersihkan pecahan kaca, tiba-tiba ia merasakan kehadiran seseorang dibelakangnya. Tika menoleh dengan cepat dan mendapati Bibinya sedang berdiri dibelakang sana dengan menunduk dan menyembunyikan tangannya dibelakang punggung.

"Lho, Bibi udah pulang?" tanyanya, namun tidak ada jawaban dari sang empu membuat Tika mengernyitkan dahinya.

"Bi ..., Bibi kenapa? Kok diem aja aku tanya. Bibi lagi sakit? Kok nunduk gitu." Lagi-lagi tak ada jawaban, tapi kali ini Bibinya berjalan kearahnya masih dengan menunduk.

Bibinya semakin berjalan mendekat kearahnya. Membut Tika mundur kebelakang.

"Bi ..., Bibi, kok, aneh banget si?! Bibi ngapain?!" Tika meninggikan suaranya karena kesal dengan sang Bibi yang tak kunjung menjawab pertanyaannya sedari tadi.

"K-kamu ... h-ha-harus ... ma ... ti!" Bibi berucap dengan lirih, namun masih dapat di dengar dengan jelas oleh Tika.

"B-bibi ngomong apa sih?!" Suaranya bergetar, bahkan kini Kakinya juga ikut bergetar.

Hening. Tidak ada suara, dan langkah kaki Bibinya juga sudah berhenti. Tetapi keheningan itu tidak berlangsung lama setelah terdengar suara seringaian dari mulut bibinya.

Bahkan kini Bibi Ami sudah mengangkat kepalanya dan menatap Tika dengan tajam. Mata itu, aura itu, ini semua pasti kerjaan wanita itu.

Tangan bibi mulai mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya. Memperlihatkan pisau dapur yang ternyata sedari tadi digenggamnya.

Tika mulai panik, nafasnya memburu setelah bibinya melangkah lagi kearahnya masih dengan seriangain.

"Ya ..., benar, kamu harus mati! Se-ka-rang." Setelah mendengar itu, Tika langsung berlari kearah kamarnya.

Sial. Bi Ami mengikutinya. Dengan sekuat tenaga, Tika berlari semakin kencang memperjauh jarak antara ia dan bibinya.

Dengan tergesa, ia membuka pintu kamarnya dengan kasar. Menutupnya kembali dan menguncinya.

Ia berusaha menormalkan nafasnya yang memburu. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Temannya! Ya, dia akan menelpon temannya. Angga sepertinya orang yang tepat, karena memang di antara mereka, Angga lah yang rumahnya paling dekat dengan Tika.

Dengan panik, ia mencari nama Angga dan menelfonnya.
Setelah terdengar nada sambung Tika langsung berbicara.

"Halo!"

"Halo Tika, kenapa?"

"Ga! Tolong gua cepet! Dateng kerumah gua sekarang! Ini darurat!"

"T-tapi kenapa Tik?"

"Udah cepetan aja lu kesini! nanti kalo udah sampe lu langsung aja kekamar gua oke?!"

"O-oke, lu tunggu disana!"

Tak lama Setelah panggilan terputus terdengar langkah kaki yang mengarah kekamarnya. Setelah itu terdengar suara seseorang dari luar.

"Tika ..., buka pintunya sayang ... ini Bibi." Suara itu memang suara Bibinya, tapi suara itu terdengar berbeda.

"Tika ..., jangan bandel Sayang ... kamu mau dihukum kalau bandel?" Apa yang harus ia lakukan selama Angga belum sampai? Wanita yang merasuki bibinya itu memang benar-benar ingin membunuhnya. Gila!

"TIKA!!" Teriakan itu menggema, hingga membuat tubuh Tika lemas seketika. Tak lama, suara gedoran pintu terdengar, gedoran itu semakin berutal, dan...

BRAK!

Sial. Pintu kamarnya terbuka. Menampilkan Bibinya yang berdiri disana masih dengan memegang pisau ditangannya.

Tika panik. Bagaimana sekarang? Angga belum juga datang. Dengan langkah pelang Bibi melangkahkan kakinya kearah Tika.

Membuat jantung Tika berdetak dengan cepat. Bibinya semakin dekat. dekat. dekat. Dan sekarang tepat berdiri didepannya. Mengangkat tangannya tinggi-tinggi bersiap ingin menusuk Tika

Dengan kasar Tika menepis tangan sang Bibi hingga pisau tersebut terlepas dari tangan Bibi Ami. Baru saja ia akan berlari, tetapi tangan bibinya lebih dulu mendorongnya hingga terjatuh.

Bibi mengambil kursi kayu disampingnya, mengarahkannya pada Tika, dan ...

BRAK!

🍀🍀🍀

Tbc

Voment jangan lupa ya gaezz😊

See you...

Dibalik Cermin✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang