Hari Senin pagi kembali menyapa sebagai saat-saat yang menyebalkan. Chan dan Renjun berbaris di barisan kelas mereka, siap melakukan upacara, dengan seluruh atribut yang sudah terpasang rapi di kepala, leher dan dada. Keduanya sudah memasuki semester dua di kelas 12, yang mana berarti hanya tersisa beberapa bulan saja sebelum Ujian Nasional.
Upacara pun dimulai, dengan satu per satu agenda yang dijalankan, sampai tibalah saat untuk amanat dari pembina upacara; saat-saat bagi Chan dan Renjun yang begitu membuat malas.
"Assalamu'allaikum warahmatullahi wabarakatuh."
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." Para murid menjawab serentak, dan pembina upacara yang adalah Pak Taeil, wakil kepala sekolah Bima Jaya, pun tersenyum senang.
"Senang sekali rasanya Bapak melihat wajah-wajah tersenyum kalian ini," ujarnya, sembari memandang ke semua murid yang menatapnya dengan wajah ... ogah-ogahan. Enggak ada senyuman sama sekali. "Itu berarti, kalian senang dengan upacara setiap Senin pagi, betul, tidak?" Murid-murid sontak mendesah malas.
"Seneng dari mana kalau kepanasan kayak gini?" bisik Renjun.
"Bapak akan mengumumkan, kalau anak-anak kelas 12 sudah harus menjalani Ujian Nasional, kurang lebih empat bulan lagi dari sekarang. Jadi, diharapkan minggu depan kalian sudah bisa mengikuti pengayaan, ya. Jangan ada yang bolos, ini demi kalian semua. Mengerti?" kata Pak Taeil.
"Mengerti, Pak!" jawab anak-anak kelas 12 serentak, termasuk Chan dan Renjun.
"Berarti Bundo bakal ngurus rumah makan tanpa gue, nih," komentar Renjun lagi.
"Bundo pasti ngerti," respons Chan.
"Iya, sih. Tapi untung lebihnya lagi, gue enggak mesti ketemu kakak lo yang nyeremin itu tiap sore. Kalau udah kencan sama Kak Jaehyun, kan, tempat makannya pasti di rumah makan Bundo. Kalau berantem, siapa yang ikut kena amuk? Gue."
Chan senyum. "Maklumin aja, dia orangnya emang kayak gitu. Sama gue juga kadang ngeselin, kok."
Renjun mendengus geli. "Anyway, kabar lo sama Kak Mark gimana?"
Chan sontak mengalihkan wajah menghadap depan saat pertanyaan itu muncul, berusaha untuk segera menghindar. "Udahan ngobrolnya, entar malah dihukum."
Renjun mencibir, pun menyikut lengan kawannya itu, sebelum akhirnya kembali fokus upacara.
*
Waktu istirahat pun tiba setelah kegiatan upacara dan kelas matematika selesai. Chan dan Renjun memutuskan untuk menuju kantin, entah membeli soto, pecel, atau hanya camilan biasa.
Begitu memasuki kantin, selain keadaan ramai yang selalu mereka jumpai, sosok Ryujin, Yeji dan seorang cowok manis terlihat sedang mendudukkan diri di salah satu meja, menunggu makanan mereka. Renjun pun segera menghampiri, berikut Chan di belakangnya.
"Woi!" tegurnya, sontak membuat kedua cewek itu terkejut, sementara cowok yang bersama mereka melayangkan tatapan kesal.
"Wai, woi, wai, woi! Lo pikir ini pasar, tempat preman nongkrong-nongkrong, hah? Dikira orang enggak bakal kaget digituin?" Bukan. Ini bukan salah satu dari dua cewek itu yang bicara, melainkan si cowok manis yang duduk bersama mereka. Perkataan itu sontak membuat Renjun bungkam, sementara Chan mengedip-kedipkan kedua mata. Pasalnya ... cara cowok ini berbicara ... kayak ... anak kecil. Mana bibirnya pakai dikerucut-kerucutin, berbanding terbalik sama suaranya yang agak sangar.
"SOK IMUT BANGET, ANJIR!"
Tawa Renjun sontak menggelegar, membuat Chan enggak tahan untuk tak memukul bahu temannya itu. Cowok yang dikatai lantas memerah, marah. Dia sudah akan memberi tampolan ke wajah menyebalkan Renjun, tapi Ryujin menahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Casanova [Bahasa]
FanfictionChan itu paling males sama orang-orang sok, apalagi keras kepala. Bakal langsung illfeel dia. Tapi apa jadinya kalau Mark, yang notabene kakak kelasnya yang terkenal mulut besar, malah tertantang buat mendekati Chan lebih jauh? -- "Bisa enggak, eng...