Kedua tangan Chan bergetar. Ponsel yang dipengangnya sama sekali enggak berat, tapi Chan berkeringat, dengan dada yang mulai terasa sesak. Rasa was-was yang dia alami beberapa bulan terakhir kini jelas terjawab, hingga menubruk segala akal sehat. Matanya membulat kurang percaya, dengan genangan air yang membuat berkaca-kaca.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata, Chan langsung keluar dari kamar, menuruni tangga dengan tergesa, menghadap Taeyong yang sedang membaringkan diri pada sofa panjang di depan teve. Tampang Chan yang cukup kacau membuat Taeyong terperanjat, pun segera bangun dari sofa. Ditatapnya sang adik dengan rasa penasaran.
"Kenapa, Chan?"
Tanpa menjawab, Chan yang sudah terisak pun menyodorkan layar ponsel ke arah sang kakak, dan dari sana, Taeyong pun tau sumber dari air mata adiknya. Seketika, dia tersenyum lebar dan menarik Chan ke dalam pelukan erat.
"CHAN LOLOS SNMPTN KE VIJAYASANTA, KAK!"
"SANDI CHANDRA HANDOYO, GUE BANGGA BANGET SAMA LO!"
Keduanya berpelukan dengan air mata berlinang, turut bahagia dengan hasil pengumuman SNMPTN itu. Bagaimanapun, Vijayasanta adalah universitas impian hampir semua orang, dan bisa masuk ke sana adalah pencapaian yang luar biasa.
"Gimana, Dek?" tanya Bunda yang datang dari arah dapur setelah mendengar kehebohan anak-anaknya.
"Lolos, Bun!" seru Chan bahagia, pun beralih memeluk sang bunda.
"Alhamdulillah! Papa juga pasti bangga sama kamu, Nak." Bunda mengusap kepala Chan penuh sayang.
"Iya, Bun. Chan masih enggak nyangka, hiks ... Buna, tangannya bau bawang, jangan usap-usap kepala Chan."
Bunda tertawa, pun melepas pelukan dan menghujami wajah Chan dengan banyak ciuman. "Tetap rajin belajar ya, Sayang."
"Nggih." (Iya.)
***
Suasana cukup mencekam, dengan udara panas yang semakin membuat sesak. Walau kondisi terang benderang, hal ini tak menutup kemungkinan untuk membuat keadaan tetap muram. Sosok pria besar melempar map yang semula diserahkan padanya ke arah meja pualam di hadapannya, lalu menatap pemuda yang masih memandangnya dengan berani.
"Seperti yang Anda lihat, saya berhasil membanggakan Andaㅡapabila berbasis pada standar yang Anda berikan waktu itu."
"Mark ...." Pria di seberang si pemuda mendesahkan napas, mengusap wajahnya dengan sebelah tangan. "Papa kasih kamu standar nilai kayak kemarin supaya kamu punya motivasi untuk belajar. Bukan memalsukan daftar nilai seperti ini."
"Saya tidak memalsukan apa pun."
"Terus kamu pikir saya bakal percaya sama nilai-nilai ini? Terlalu banyak manipulasi, Mark!"
"Anda tau dari mana? Bahkan ada stempel resmi sekolah saya di sana. Saya lulus dengan nilai yang bagus, Papa! Kenapa Papa enggak percaya?"
"Enggak akan ada yang percaya! Kamu itu anak nakal, nilai dari dulu enggak pernah bagus. Mana mungkin sekarang bisa dapat nilai sebagus ini!"
"Papa kenapa enggak percaya sama saya? Ini usaha saya!"
"Cukup!"
Suara itu menghentikan perdebatan mereka, berikut pandangan yang mengarah ke pintu masuk, tempat suara tadi berasal. Dan di sana terdapat sosok berjas yang kini berjalan dengan tenang ke arah mereka, kakek dari Mark, atau ayah dari papanya.
"Ayah," gumam Papa Mark.
"Eui Geon, anak kamu sudah berusaha keras, kenapa kamu tidak percaya?" tanyanya, pun menoleh ke arah Mark yang kini menunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Casanova [Bahasa]
FanfictionChan itu paling males sama orang-orang sok, apalagi keras kepala. Bakal langsung illfeel dia. Tapi apa jadinya kalau Mark, yang notabene kakak kelasnya yang terkenal mulut besar, malah tertantang buat mendekati Chan lebih jauh? -- "Bisa enggak, eng...