04.

1K 137 9
                                    

Di chapter sebelumnya aku lupa kalo itu adalah chapter flashback. Jadi alur story ini akan maju mundur. Kedepannya kalo ada flashback lagi ntar aku tulisin di depan.

Btw makasih Sasa yang ternyata baper ke sungjin setelah baca chapter sebelumnya, seneng banget loh pas liat di TL twt, ternyata ada mutualanku yang baca tulisan ini haha. It means a lot ❤️

.

.

.




‘Ngapain?’ Tanya Sandhi ketika mendapati Anindya duduk lesehan di depan tv, berkutat dengan dus cokelat muda yang masih tersegel.

‘Paket ku dateng hehe.’ Anindya nyengir sambil berusaha menarik ujung lakban yang merekat kuat pada dus saat Sandhi mengambill duduk disampingnya.

‘Siniin.’ Sandhi meraih dus dari tangan istrinya dengan tangan kanan, dan menarik salah satu laci meja tv untuk mengambil cutter. Lalu membuka segel dus dengan mudah.

‘Kamu tuh kebiasaan banget ya.’ Anindya meringis, lalu berdiri untuk masuk ke kamar.

Sandhi sempat bingung karena tak mengerti apa yang membuat istrinya bersikap seperti itu. Padahal ia hanya mengambil cutter dan berinisiatif untuk membantunya. Sampai Anindya kembali dengan handuk di tangan.

‘Handukin lagi kepalanya.’ Anindya menyerahkan handuk padanya.

Dibalik penampilannya yang selalu rapi dan tertata, Anindya menyadari kebiasaan buruk Sandhi. Selain kebiasaanya yang hampir tidak pernah mandi pagi di akhir pekan, ketika hanya akan dirumah Sandhi juga tidak mengeringkan rambutnya dengan benar.

Anindya sudah beberapa kali mengomel, namun Sandhi tetap tidak bergeming. Lupa katanya, karna sudah kebiasaan.

‘Beli apa?’ Tanya Sandhi sambil menggosok kepalanya dengan handuk.

‘Beli perintilan cewe.’ Anindya memamerkan botol botol kecil dengan warna cerah. Sepertinya parfum, atau lotion? Sandhi tidak pernah paham soal perintilan perempuan. Sepertinya akan lebih mudah jika Sandhi menghafalkan nama tetangga satu tower ketimbang menyebutkan nama-nama produk di meja rias istrinya.

‘Aku paling ga ngerti sama yang begituan. Banyak banget. Mana mahal-mahal lagi’ Ujarnya, tanpa sengaja melihat kertas struk diantara botol-botol kaca tersebut.

‘Ya ga usah dingertiin. Dipake aja Sandhi.’ Jawab Anindya, fokusnya masih pada barang-barang di hadapannya.

Ketika Sandhi menyadari sesuatu.

‘Kamu ga pake atm yang ku kasih ya?’

Setelah menikah, Sandhi pernah menjelaskan tentang semua tabungan ia miliki. Ia juga memberikan kartu debit dan kartu kredit untuk Anindya. Tapi baru mala mini ia menyadari, ia tak pernah menemukan transaksi apapun dari kedua kartu tersebut.

‘Aku lupa hehe. ‘ Jawab Anindya sambil lalu. ‘Aku beliin ini buat kamu.’ Menyodorkan satu jar kecil berwarna merah muda.

‘Apaan?’

‘Lip balm?’

“Lipstik?’

‘Bukan Sandhi, ini lip balm.’

‘Bedanya apa?’

‘Kalo lipstick buat kasih warna di bibir, kalo ini ga ada warna. Cuma lembab doang.’

‘Ohhh.’ Sandhi menyambut jar tersebut dengan penasaran. Memutarnya untuk melihat keterangan yang tertulis di kemasan.

Sebenarnya Anindya tak membeli itu untuk Sandhi. Ia hanya bermaksud untuk mengalihkan perhatian Sandhi yang sebelumnya menanyakan perihal kartu debit yang belum pernah ia pakai.

severely.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang