07.

949 126 6
                                    

I want to holding hands and spent the nights with you

I want to holding hands and spent the nights with you

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Samar, Anindya dapat mendengar suara hujan yang teredam oleh dinding apartemen. Tanpa membuka mata  ia menarik selimut hingga leher, mencoba untuk mengusir dingin yang perlahan mengusik tidurnya.

Ia berbaring miring,  bergeser ke bagian lain dari tempat tidur. Mencoba merapatkan tubuhnya pada Sandhi.

Pada malam dingin seperti ini, pelukan Sandhi bisa membuatnya hangat.

Tapi kosong.

Tangannya tak menemukan apa-apa, hanya kasur yang kosong, tanpa Sandhi disana. Kemana Sandhi?

Dalam gelapnya penerngan kamar, Anindya bangkit duduk, menurunkan kedua kakinya ke lantai. Berusaha mengumpulkan kesadaran yang masih melayang di atas kepala.

Meraih ponsel di atas nakas, masih jam dua malam. Meraba-raba untuk mencari ikat rambutnya yang biasa tergeletak di nakas, tapi tidak ada.

Ia melangkahkan kakinya gontai keluar kamar. Dapur gelap. Tapi satu lampu di ruang tengah menyala.

Disana Sandhi, duduk berselonjor diatas sofabed dengan memangku laptop. Matanya fokus pada layar di depannya.

Suara langkah yang perlahan mendekat meyadarkan Sandhi dari fokusnya yang tenggelam pada pekerjaannya. Mengalihkan pandangannya, ia menemukan Anindya yang sudah duduk disampingnya.

'Eh kebangun?'

Anindya tidak menjawab, hanya menatapnya dalam diam. Sepertinya masih mengantuk, tapi memaksakan diri untuk menyusulnya keluar kamar.

Dengan wajah yang mengantuk dan rambut panjangnya yang berantakan, Anindya diam menatap Sandhi. Keduanya saling bertukar pandangan hingga Sandhi mencuri ciuman kecil di bibirnya, sebelum kembali mengambil jarak.

'Bentar ya, aku kerjain ini dikit aja. Kamu tidur aja lagi.' Suaranya sangat rendah. Hampir berbisik.

Padahal jika mereka berbicara dengan suara normal pun tak akan ada yang mendengar mereka.

Anindya menggeleng. 'Aku disini aja.' Aku ga bisa tidur kalo ga ada kamu.

Sebuah senyum mengulas di wajah Sandhi. 'Yaudah disini aja.'

Sandhi meraih tangan Anindya. Menggenggamnya sambil sesekali mengusapnya.

Tangan Anindya lebih kecil dari miliknya. Sangat pas dalam genggamannya. Kadang Sandhi bertanya-tanya, bagaimana tangan sekecil itu dapat mencuri hatinya, bagaimana tangan sekecil itu dapat menenangkannya.

Sementara Sandhi kembali bekerja, Anindya menempelkan pipinya di lengan suaminya. Jika sebelumnya ia sangat mengantuk dan ingin kembali tidur, sekarang kesadarannya sudah kembali pulih. Kecupan kecil di bibir yang diberikan oleh Sandhi membuatnya kembali sadar sepenuhnya.

Ia diam, menatap tangannya yang berada dalam genggaman Sandhi. Bagaimana bisa lelaki ini fokus bekerja dengan satu tangan sementara satu tangannya yang lain tidak lepas darinya.

Ini bukan pertama kali Sandhi bangun di tengah malam untuk kembali menuntaskan pekerjaannya. Selama hampir dua minggu disini, ini sudah kali ketiga. Dua kali sebelumnya tidak terlalu lama, Anindya terbangun ketika Sandhi kembali masuk ke dalam selimut. Namun kali ini sepertinya cukup serius.

Dan Anindya hanya membiarkannya. Ia tahu Sandhi tak akan bisa tidur jika ada hal yang mengganjal fikirannya. Ia akan segera menuntaskan hal tersebut segera mungkin.

.

.

.

Sandhi melirik jam di sudut kanan bawah laptopnya, sudah jam tiga subuh. Ia menghela nafas lega sambil menutup layar laptopnya. Ia memejamkan matanya lelah sebentar, tengkuknya sakit karena terlalu lama menunduk, sementara tangan kirinya mati rasa karena berat yang bertumpu padanya.

Anindya tertidur lagi. Dengan posisi duduk yang bertumpu pada Sandhi. Masih dengan tangan yang melingkari lengannya.

Belakangan Anindya lebih manja dari biasanya. Setiap tidur ia akan minta dipeluk dan tidak bisa tidur jika Sandhi belum pulang.

Sandhi tidak protes akan hal itu. Melainkan sangat bersyukur atas itu.

Jika sebelumnya Anindya selalu berjengit kaget setiap Sandhi mendekatinya, setelah hampir dua minggu tinggal serumah, Anindya sudah cukup terbiasa akan keberadaanya. Meskipun seringkali Sandhi masih melihat wajah kaget ataupun Anindya yang menahan nafas ketika Sandhi meraihnya.

Padahal sebelumnya, Sandhilah yang paling sering jengah jika seseorang berada terlalu dekat dengannya. Ia akan selalu menepis Wahyu ataupun Dewa yang menempel padanya, hingga kedua bocah itu protes seringkali protes pada Sandhi.

Namun dengan Anindya, ia selalu saja ingin berada di dekatnya.

Meletakkan laptop di sampingnya, Sandhi menarik Anindya merapat padanya. Satu tangannya naik, mengusap pipi halus istrinya, lalu terus naik untuk mengelus rambut panjang itu.

Anindya punya koleksi deretan botol warna warni yang tidak dimengerti Sandhi di kamar mandi. Namun yang bisa Sandhi tebak adalah, semua produk itu yang membuat istrinya selalu harum dan enak dicium. Rambut panjangnya selalu halus dan wangi, yang membuat Sandhi tak bosan untuk mengusapnya.

Seperti saat ini.

Dengan satu tangan menahan tubuh Anindya agar tak jatuh, Sandhi berusaha melepaskan tangan kirinya dari rengkuhan Anindya, lalu melingkarkan lengannya pada pinggang Anindya dengan mantap.

Anindya yang merasakan pergerakan yang mengusiknya, membuka mata, dan mendapati Sandhi dalam jarak yang terlalu dekat. Ia dapat merasakan satu tangan Sandhi di pinggangnya, dan satu tangan lain di bawah lututnya.

Belum sempat ia bertanya ataupun menelaah apa yang terjadi, satu tangan Sandhi sudah mengangkatnya.

Sandhi dapat mendengar Anindya yang memekik saat ia mengangkatnya. Sandhi menggendongnya dalam pelukan untuk masuk ke kamar, menutup pintu dengan kakinya, lalu menurunkan Anindya di kasur.

.

.

.

Hello, sort chapter huh? Yes. Pardon me.

I just want to drop this uwu thing haha. Chapter ini udah lama kependem di draft tapi bingung mau dimasukin kemana. Jadi aku post ajalah.

Untuk 'real' updatenya, aku masih berusaha ngedraft lagi. Doakan saja otak ku lancar untuk mikir dan nemu ide.

Nowadays I kinda lost my track, kerjaan kantor numpuk, ditambah dengan kondisi corona corona yang belum mereda ini juga bikin stress.

Semoga cepet membaik ya semuanya.

severely.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang