20. Pemisahan Jiwa

1.1K 110 1
                                    

James tidak tahu berapa lama dia duduk di samping Remus. Air mata terus mengalir, dan kenangan-kenangan melintas di matanya. Moony. The Marauders.

Setiap kali dia mengira dia sudah selesai, air mata lainnya muncul. Tak ada yang menghiraukannya. Semua orang berduka sama kuatnya dan tak ada yang bisa menawarkan kenyamanan yang mereka sendiri butuhkan.

***

Harry gemetar ketika dia berjalan ke hutan. Inilah dia. Dia akan mati.

Dia harus mati.

Jika dia mati, maka Voldemort bisa mati. Dia bertanya-tanya siapa yang akan membunuh Voldemort pada akhirnya. Mungkin Neville.

Lagi pula, mungkin Neville-lah sang terpilih.

Mungkin James.

Dia tentu punya alasan untuk itu.

Hermione dan Ron juga bisa melakukannya — setelah mereka membunuh ularnya tentu saja.

Mungkin, dia bisa membunuh ular itu sebelum dia mati sendiri.

Mati sendiri. Kata-kata itu terulang di kepalanya. Dia akan mati.

Inilah penutupannya.

Snitch yang Dumbledore berikan padanya tiba-tiba muncul di kepalanya.

I open at the close.

Dia menariknya keluar dan berbisik,

"Aku siap mati."

Snitch itu terbuka, memperlihatkan sebuah batu hitam kecil.

Batu yang dulu — sampai saat ini — ada di cincin dan Horcrux.

Batu Kebangkitan.

Dia memutar batu dalam tangannya itu tiga kali dan menutup matanya.

Dia ingin semua orang yang dia sayangi datang, semua orang yang telah mati untuknya. Harry membutuhkan mereka sekarang. Dia membutuhkan mereka sekali lagi sebelum dia mati.

Ketika dia membuka matanya, dia melihat empat sosok.

Yang pertama ialah ibunya. Dia berdiri tegak dan terlihat cantik, seperti yang Harry bayangkan. Dia tersenyum pada Harry dengan bangga, tampak seperti dia akan menyerukan,

"Itulah anakku!"

Harry hampir berharap dia akan mengatakannya.

Selanjutnya ialah Lupin. Dia juga sedang tersenyum, dan senyum itu tampak jauh lebih ringan dalam kematian daripada dalam kehidupannya. Lupin tidak terlihat lusuh, tetapi pandangannya juga agak sedih.

Teddy.

Sirius adalah sosok ketiga. Wajahnya tidak lagi berkerut dan tua — mengingat banyaknya tahun-tahun yang telah dijalaninya. Sebaliknya, wajah itu tampak muda dan arogan. Seolah-olah dia melangkah keluar dari salah satu gambar di album foto Harry.

Sosok keempat membuatnya sedih sekaligus terkejut.

Itu James.

James terlihat muda — warna putih di rambutnya hilang. Bayang-bayang kesuraman di matanya telah hilang. Dia juga sedang tersenyum — sesuatu yang hanya James yang dikenalnya lakukan sekali di hadapan Harry.

Harry tahu bahwa baik James yang berdiri di sini ataupun James yang dia kenal itu nyata.

Bagaimana itu mungkin?

"Bagaimana kau di sini?" bisik Harry. "Kau tidak- Kan?"

"Aku sudah mati, namun aku juga masih hidup, Harry," kata James. Suaranya lebih sarat dibandingkan dengan James yang Harry kenal. Suaranya memiliki sedikit nada kebahagiaan. James yang dia kenal tidak memiliki itu.

In His Eyes | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang