8 - Rencana Daffa

82 58 11
                                    

“Woi!” terdengar seruan dari balik punggung Daffa. Secara perlahan dan penuh kewaspadaan, Daffa menoleh mendapati Naura dengan tawa puasnya.

“Seriusan gue nggak kuat liat lo kayak gitu," ujar Naura diselingi tawanya.

“Dih, apa-apaan lo? Nggak ada yang lucu!” ujar Daffa ketus. “Gara-gara lo juga nih.”

“Salah gue? Bukannya lo yang taruh kunci sembarangan di tempat duduk tadi?” elak Naura tak mau disalahkan.

Daffa tertegun mengingat kembali kejadian beberapa saat lalu. Ia menatap penuh kecurigaan dengan mata menyipit. “Balikin kunci gue!”

“Barter sama tas gue.”

“Mencari kesempatan dalam kesempitan, dasar!”

“Yaudah, lumayan juga dapet mobil.”

“Gue bilangin mama entar, itu kan mobil mama,” ancam Daffa.

“Bilangin aja, lo juga yang bakal ganti rugi,” ancam Naura membalikkan perkataan Daffa.

“Gue bilangin kalo lo yang nyuri!”

“Gue juga bilang kalo lo yang ninggalin kunci mobil di sembarang tempat!”

“Yaudah kita damai!”

“Dih, apa-apaan? Enak aja."

Daffa menghela napas pasrah ia menyodorkan satu paper bag yang digenggamnya. “Ambil! Gue juga bercanda doang kali, Na.”

Mata Naura berbinar, dengan cepat ia meraih paper bag yang diketahuinya berisi tas incarannya sejak hari kemarin. “Makasih, Daffa, baik deh."

Daffa berdehem pelan, ia masuk ke dalam mobil tanpa berkata sepatah kata pun. Naura tidak tinggal diam, ia mengikuti Daffa masuk ke dalam mobil.

Naura mengeluarkan tas yang dibelikan Daffa tadi. Senyumnya terus mengembang, membuat Daffa senang memandanginya dalam diam.

“Daff, makasih banyak, nggak tau gue harus balas budi dengan apa, seriusan gue seneng banget,” cerca Naura bak anak kecil.

“Nggak usah balas budi! Kasihan dia nggak salah,” balas Daffa ngaco dan mendapat cubitan ringan dari Naura.

“Gue lagi serius, elah,” ujar Naura kesal.

“Gue lebih serius, asal lo tau,” goda Daffa.

“Au ah, gue jadi curiga kalo lo jual otak buat bayar tas ini,” balas Naura kejam.

“Astaghfirullah, udah baik gue beliin, masih aja ngatain,” gerutu Daffa, kesal dengan obrolan mereka yang semakin sengit.

“Eh iya iya, makasih, tadinya tuh gue sedih banget waktu mbak-mbak toko ngambil tas ini tuh,” ujar Naura menumpahkan ke gelisahannya beberapa saat lalu.

“Dih, gitu dulu sok-sokan bilang Nana pandai menabung,” cibir Daffa.

“Emang gue pandai menabung, cuman kemaren uang tabungan gue buat beli album Korea,” elak Naura tak mau disalahkan.

“Sejak kapan lo suka Korea?” tanya Daffa.

Naura tertegun sejenak, rasanya sulit menelan salivanya. Matanya menatap nanar ke luar jendela dengan perasaan berkecamuk.

“Emm, gue kasih kado temen, anak baik mah gitu,” bohong Naura untuk mengelak.

“Tau ah, udah ketahuan bohong juga, masih aja cari-cari alasan,” sindir Daffa.

Naura memajukan bibirnya, cemberut. Kemudian ia menatap keramaian jalanan, lalu teringat  akan tujuan utamanya bertemu Daffa. “Eh Daff, tau nggak sih-"

Berujung KawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang