3 - Gara-Gara Angga

131 88 41
                                    

Angin segar menerpa rambut panjang kedua gadis yang tengah menikmati bakso di atas gedung sekolah, atau yang biasa di sebut rooftop.

“Aahhh, akhirnya kenyang juga,” lirih Abel setelah menelan pentol terakhir yang ada di mangkuknya.

“Lo beli berapa macam, tadi?” tanya Naura menanggapi ulah sahabatnya yang sudah lemas dengan perut sedikit membuncit.

“Delapan,” balas Abel tanpa beban.

Sedangkan Naura hanya mengelus dada sambil terus menatap sedih sahabatnya.
“RIP."

“Ya kali, masa cuman gegara makan terlalu kenyang gue bisa mati, yang bener lo kalo ngomong!” protes Abel tak terima.

“Apaan sih? RIP duit lo tuh,” ralat Naura dengan kekehan.

“Iya juga sih, sad banget kan gue?” tanya Abel memelas ke arah Naura yang masih menghabiskan jus nya.

“Biasa aja, lagian lo tadi makan apa aja sih?”

“Asal lo tau, gue tadi makan pentol yang gede, pentol Puyuh, Siomay, tahu goreng, tahu putih, pentol yang isi Cabe juga tuh, terus apa lagi ya?” Abel menggantung ucapannya, terlihat ia sedang berpikir keras sebelum akhirnya mengatakan, “Oh iya, pentol kecil-kecil sama pentol kotak. Semanya satu-satu."

Bayangkan saja bagaimana ekspresi Naura saat ini. Naura menganga tak percaya sambil mengerjap pelan. “Kasihan."

“Emang sih gue perlu dikasihani,” balas Abel dramatis.

“Kasihan Lambungnya,” ujar Naura melanjukan ucapannya tadi, membuat tepukan cukup keras terasa pada pundaknya.

“Yang bener aja lo kalau ngomong!” sahut Abel ketus.

“Lambung juga bagian dari tubuh lo, kan?” tanya Naura memperjelas. “Apa yang salah?”

“Hehe, enggak deh,” balas Abel dengan cengiran.

“Dan setelah lo makan sebanyak itu, tanpa berpikir panjang lo minum jus alpukat yang bisa bikin lo makin kenyang dan bisa nimbun lemak karena suhu minuman lo yang dingin,” ujar Naura masih belum percaya dengan ucapan sahabatnya.

“Udahlah, udah terlanjur juga,” elak Abel, lantas berdiri merapihkan seragamnya dan meraih gelas serta mangkuk baksonya. “Bentar lagi bel pulang bunyi, balikin ini dulu yuk!”

“Lo yakin, bisa nurunin tangga sampai lantai dasar?” tanya Naura memastikan.

“Bisaa, udah ih keburu ada OB sekolah yang tangkap kita disini,” balas Abel meyakinkan.

Abel berdiri dari duduknya, lalu mengulurkan tangan untuk mengajak Naura agar cepat mengikutinya.

Naura menurut saja, kalau saja dia tau porsi Bakso Abel sejak sebelum Abel memakannya, pasti lebih dulu Naura mengomelinya. Dirinya bisa berada di rooftop sekolah juga karena Angga, untung saja terdapat beberapa bangku tak terpakai disana.

****

Naura berdiri di dekat gerbang sekolah bersama dua orang temannya. Mereka tak saling bertegur sapa. Kedua temannya itu sibuk dengan ponselnya masing-masing.

“Naura, duluan ya!” pamit salah satu temannya yang tengah menunggu jemputan pulang.

“Hati-hati!” balas Naura sambil melambaikan tangannya.

Kini tersisa dirinya dan satu teman kelasnya, Rara. Naura tak ada niatan untuk mengajak gadis itu berbincang atau pun sekedar berbasa basih.

Selang beberapa menit, Vespa putih berhenti tepat di depan Naura. Mau tidak mau, Naura harus memastikan pengendara Vespa tersebut. Mungkin saja itu orang jahat yang akan merampoknya, karena jarak antara mereka cukup dekat.

Berujung KawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang