10 - Sebenarnya

87 54 14
                                    

DAFFA tertawa pelan, ia mengedarkan pandangannya pada setiap sudut kantin setelah sempat mencuri pandang pada Angga yang memperlihatkan ekspresi semakin kesalnya.

"Sorry Ngga, lo emang temen nongkrong gue, tapi Naura lebih lama gue kenal dan disini dia yang jadi korban lo," batin Daffa dengan senyum penuh arti.

Daffa mengedarkan pandangannya di setiap sudut kantin untuk menetralisir humornya.

Betapa terkejutnya ketika ia mendapati teman terdekat dan terbaiknya selama bergabung menjadi salah satu anggota 'Fakboy' tengah berdiri dengan kepalan tangan kuat di ambang pintu kantin.

Dengan cepat, Daffa berlari menghampiri pria tersebut tanpa mengucap sepatah kata pun untuk Naura.

Kali ini pikirannya sedang mengkhawatirkan teman dekatnya itu, ia takut terjadi kesalahpahaman antara mereka. Langkahan kakinya semakin melebar dan cepat.

Namun, saat posisi mereka hampir berdekatan, pria tersebut lebih dulu membalikkan badannya dan berjalan cepat seakan tidak memberikan luang untuk Daffa mengajaknya berbicara.

Daffa semakin mempercepat langkahnya, sesekali ia berlari kecil agar tak tertinggal jauh.

"Rendy!" serunya.

Tidak ada sahutan dan tidak ada pergerakan berbeda, tetap sama.

"Jangan gini dong! Lo kayak cewek tau nggak?" ujar Daffa mengungkapkan kekesalannya.

Rendy berhenti dan membalikkan badannya. Kini ia dapat melihat jelas wajah gusar pria di hadapannya.

"Biarin!" Balas Rendy dengan tatapan yang sudah menyiratkan perseteruan antara mereka di mulai.

"Se-"

"Daripada lo jadi cowok yang kelakuannya sama kayak cowok-cowok pada umumnya!" Lanjut Rendy tidak memberikan jeda untuk Daffa menyelesaikan kalimatnya.

"Gue cuman sahabatan sama Naura. Jangan berambisi yang tidak-tidak sebelum gue jelasin ke lo yang sebenarnya!" Pinta Daffa penuh harap.

"Selain denger, gue juga lihat langsung, Daff," ujar Rendy dengan tatapan menusuk. "Gue bukan anak kecil yang bisa lo bodohi dengan gampangnya!"

Daffa diam tanpa merespon ucapan Rendy. Pikirannya penuh dan kacau saat ini, seakan tidak bisa ia keluarkan satu persatu secara bergantian. Daffa menatap dengan tatapan yang menyiratkan berbagai perasaannya saat ini. Tatapan penuh harap dan kekhawatiran.

"Gue bisa jelas-"

"Ucapan lo di Mall kemarin menjanjikan dan meyakinkan, Daff. Jangan muna lo!" Potong Rendy untuk kedua kalinya.

"Gue bisa je-"

"Jangan kayak drama novel atau film deh! Bilang aja terus gue bisa jelasin, gue bisa jelasin. Kalo lo bisa jelasin, kenapa harus bilang? Keburu gue muak dan pergi dari sini," potong Rendy kesekian kalinya dengan wajah yang sudah memerah padam.

"Ini bukan seperti yang lo kira, gue bisa jelasin di tempat lain." Daffa mendecak pelan, ia mendapat tatapan yang menyiratkan sebuah pertanyaan. "Gue takut ada yang lihat atau dangar perbincangan kita," lanjut Daffa lirih.

"Basih! Bilangnya mau bantuin gue sama Naura, nyatanya apa Daff? Lo lebih dulu jadian sama dia. Lo takut gue tikung? Kalo lo bilang dari awal, gue akan berhenti suka sama dia!"

Gejolak amarah sudah sampai teratas, kini Rendy melangkah mundur perlahan sebelum beranjak pergi setelah memberikan tatapan bengis untuk Daffa.

"Gue masih tau diri!" Ucap Rendy pelan sebelum jauh dari tempat Daffa diam mematung.

Berujung KawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang