11 - Maaf

94 46 24
                                    

SIANG yang menenangkan. Daffa tertidur sedari pulang sekolah tadi, yang pasti setelah mengantar Naura pulang ke rumahnya. Hingga suara gerimis yang semakin deras tidak mampu mengganggu tidurnya.

"Daffa!"

"Daffa bantuin mama!"

"Turun sekarang! Di luar hujan."

Friska meneriaki Daffa dari teras depan rumah. Bukannya tidak mau membangunkan secara baik-baik, hanya saja ia harus cepat-cepat meneduhkan bunga-bunga kesayangannya sebelum hujan semakin deras dan merusak bunga-bunganya.

Daffa menggeliat kecil, matanya masih sedikit sulit untuk menerima sinar yang masuk dari jendela kamar.

"Mama hitung sampai tiga, kalau kamu nggak turun juga Mama akan potong uang jajan kamu!" Ancam Friska semakin mengencangkan suaranya.

Daffa terlonjak dari ranjangnya, memakai asal sendal rumah yang ada di dekat ranjang.

"Mama apaan sih? nggak asik ah," gerutu Daffa sebelum benar-benar membawa dirinya melesat bagai di kejar Anjing.

"Satu," teriak Friska melanjutkan ancamannya beberapa detik lalu.

"Du-"

"Daffa sudah di sini, Mama sayang," ujar Daffa lembut.

"Yaudah, cepetan!" Suruh Friska.

Daffa mengernyit bingung. "Apanya?"

"Kamu nggak lihat Mama sedang apa? Bantuin, jangan diam aja!" Balas Friska dengan tajam.

"Ha?"

Jujur, Daffa masih belum bertenaga full. Pasalnya baru saja bangun dari tidurnya, ia langsung berlarian ke teras rumah.

"Di suruh bantuin malah bengong," sindir Friska.

Daffa bergegas mendekati sang Mama dan membantunya untuk memindahkan bunga-bunga kecil kesayangan sang Mama.

"Mama masuk dulu, kamu cepetan beresinnya! entar keburu deras hujannya," pesan Friska yang di tanggapi tatapan tajam oleh Daffa.

"Mama, Mama," panggil Daffa.

"Apa lagi?" Tanya Friska.

"Lagi? Perasaan Daffa baru sekali manggilnya," balas Daffa.

"Ya sudah, kenapa?"

"Daffa tidur berapa lama ya? Ini hujan kenapa baru turun sekarang?" Tanya Daffa dengan polosnya. "Perasaan mendung petang sejak Daffa pulang deh."

Friska menggeleng karena pertanyaan konyol yang di lontarkan putranya.

"Kamu tidur setengah jam yang lalu," balas Friska, lantas ia kembali melanjutkan langkahan kakinya.

Daffa mengelus dadanya dengan memandang teduh punggung sang Mama.

"Yang sabar aja deh jadi gue!"

****

"Bunga terakhir, akhirnya selesai juga," ujar Daffa lega.

Daffa mengambil salah satu pot kecil yang berisi bunga Anggrek di sana. Mengangkatnya, lalu menatap lekat dari bawah. Sangat indah.

"Kalo bukan karena lo, males banget gue hujan-hujanan gini," cerca Daffa ke arah bunga tak berdosa tersebut.

"Daffa!" Panggil Friska dari dalam rumah.

"Emak gue ih, belum keliatan orangnya, udah di duluin ngomongnya," gerutu Daffa pelan.

"Masuk, jangan mandi hujan! Mama siapkan susu hangat di meja makan," ujar Friska dari ambang pintu rumah.

"Daffa mau main bentar, Ma," balas Daffa dengan raut memelas.

Berujung KawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang