Angin berhembus pelan, menerpa dedaunan pohon rindang yang tenang.
Tidak seperti suasana hati remaja dengan ponsel di genggamannya dan langkahan kaki yang membawa tubuhnya memutari jajaran rak buku dan foto-foto di kamarnya.
"Kenapa gue risau gini?"
"Harusnya gue seneng, secara gue berhasil bantu temen sendiri!"
"Gue yakin ini bukan masalah!"
"Kalau gue gak terlalu pikirkan!"
Daffa melempar ponselnya ke sembarang tempat. Ia beranjak menuju kamar mandi. Berharap kekesalannya dapat luruh bersama air yang mengalir dari ujung kepalanya.
"Daffa!"
"Ada temen kamu di depan!"
"Daffa!"
Diam. Tidak ada lagi suara Friska yang menyerukan namanya.
"Kamu di dalam, sayang?"
Tok tok tok
"Daffa, Mama masuk ya?"
"Daffa jawab Mama!"
Friska membuka pintu kamar putranya. Ia menghela napas pelan setelah mendengar gemericik air dari kamar mandi Daffa.
Friska berjalan mendekati kamar mandi. "Daffa ada teman kamu, cepetan mandinya!"
"Iya Mamaaa!" Daffa membalas sang Mama dengan teriakan yang cukup keras hingga menggema di setiap penjuru kamarnya.
Friska menggelengkan kepalanya, kemudian ia berjalan meninggalkan kamar Daffa, berniat membuatkan minuman untuk tamu sang anak.
****
"Abel! Abel! Abel!" Naura menggigiti kuku-kukunya.
"Apa sih?" Suara di seberang terdengar gemerisik, tidak setenang suasana si penelepon.
"Asal lo tau aja!" Naura menggantung ucapannya, ia mengatur napasnya perlahan. "Setiap di dekat Rendy rasanya gue mau pingsan!"
"Lo di bully? Atau di marahin?" Balas Abel antusias.
Naura menggeleng cepat. Ia tidak memikirkan hal konyol yang sedang dilakukannya.
"Na?"
"Apa?" Tanya Naura tak menyadari kelakuannya.
"Buruan cerita! Gue mau ke pasar nih, temenin pembantu gue,"
"Iya iya, masa setiap deket sama Rendy, jantung gue kenceng banget degubnya!"
"Oh ya?"
"Pertanyaan macam apa itu?"
"Ahahaha, basa basi doang kali, Na!"
"Respon dong!" Naura berguling menatap langit-langit kamarnya.
"Sabar!"
"Kelamaan lo!"
"Yang lagi buru-buru kan gue, kenapa lo yang minta jawaban gue cepet-cepet?"
"Banyak omong lo, ish!"
"Jangan-jangan..."
"Gue nggak suka Rendy, maka dari itu gue berusaha biar dia nggak merasa kalau gue kasih harapan buat dia!"
"Waduh waduh, belum juga selesai ngomong, udah di duluin aja!"
Terdengar kekehan dari seberang. Sepertinya Abel bukan dalam kondisi yang baik saat ini.
"Lo masih ngaco juga, gue matiin telponnya!" Ancam Naura.
"Mangga! Lo yang butuh gue, kan?"
Sial! Naura merutuki ancamannya beberapa detik lalu.