20. Rasa

152 16 6
                                    

Sinar mentari pagi mengintip malu-malu lewat jendela kamar Ran. Membuat si empunya kamar terbangun dari tidurnya.

Cewek cantik itu meregangkan otot tubuhnya yang lumayan pegal. Ia lalu melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 8:30 pagi, sebelum akhirnya beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Tak sampai dua puluh menit, Ran telah selesai membersihkan dirinya. Ia memilih setelan simpel yang biasa digunakan sehari-hari ke kampus, lalu memoleskan make up tipis yang sangat natural diwajahnya.

Ran mengambil kunci mobil serta tasnya, setelah itu beranjak ke lantai bawah untuk sarapan.

"Pagi, Ran," ucap Luna sambil mengoleskan selai ke rotinya.

"Pagi juga, Ma," sahut Ran lalu duduk di kursi meja makan. Pandangannya beralih menatap lelaki yang sedang memainkan ponsel di hadapannya, ia menatap lelaki itu dengan dahi yang berkerut. "Lho, Papa? Bukannya Papa masih di Milan?"

Ferro menatap balik putrinya dengan tatapan datar seperti biasa. "Papa pulang tadi malam."

Ran mengangguk dan membentuk mulutnya seperti huruf 'O'.

"Ran," sebut Ferro.

"Iya, Pa?" sahut Ran sembari mengambil sehelai roti untuk ia oleskan selai.

"Kamu kapan mau pindah kuliah ke Italy?" tanya Ferro yang membuat Ran terkejut.

"Bukannya Ran udah bilang nggak mau pindah ke sana, kenapa Papa tanya itu lagi?" Ran kembali mengerutkan dahinya tanda tak suka. Ferro sudah berkali-kali menanyakan tentang ini, dan ia selalu menolaknya. Namun, Ferro selalu saja bersikeras memindahkan kuliahnya ke Italia.

"Memangnya kamu nggak rindu Milan?"

Ran terdiam. Ia memang rindu negara kelahirannya, tetapi disituasi seperti ini ia tidak mungkin meninggalkan Indonesia.

"Kamu tahu kamu akan jadi pewaris perusahaan Papa, dan Milan adalah tempat yang bagus untuk mempelajari ilmu tentang bisnis dibanding Indonesia. Lagi pula cabang utama Papa ada di sana, jadi kamu bisa belajar dari situ juga," jelas Ferro panjang lebar.

Ran menunduk, ia kehilangan selera makannya seketika. "Pa, Ran udah kuliah jurusan manajemen bisnis hanya untuk nerusin perusahaan Papa. Apa juga harus pindah kuliah ke Italy? Padahal pendidikan di Indonesia juga hampir sepadan sama di Italy."

"Hampir sepadan bukan berarti menyandingi, kan?" ujar Ferro yang lagi-lagi membungkam Ran. Lelaki itu menatap putrinya tegas. "Memangnya apa alasan kamu bertahan kuliah di Indonesia?"

Ran terdiam. Ia tidak tahu mesti menjawab apa pada Ferro.

"Rispondi, Ran," desak Ferro. "Qual e il motivo per cui studi in Indonesia?"

Ran kehabisan kata-kata, ia menghela napas berat sebelum menjawab, "Non voglio piu discutere di questo argomento. E meglio che vada al college ora prima che sia troppo tardi." Ran bangkit dari duduknya dan menginggalkan meja makan, ia lalu bergegas ke luar rumah.

Ferro mengusap wajahnya kasar. "Quel bambino e davvero testardo."

"Sudahlah, kamu jangan terlalu memaksa Ran. Biarkan dia menyelesaikan studinya di Indonesia. Lagipula, Ran bisa melanjutkan S2 di Milan," ucap Luna.

Ferro menoleh ke arah istrinya. Tersenyum, lalu mengangguk pelan.

🌧🌧🌧

"Athan!"

Panggilan itu menginterupsi Athan untuk menoleh, seorang gadis yang berambut coklat itu berjalan menghampiri dirinya.

Love for Me (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang