"Permainan sesungguhnya adalah kehidupan manusia yang diatur oleh takdir."
___
Alan terus memerhatikan Athan dari jauh sampai cowok itu berhasil masuk ke dalam gudang. Dalam hati ia terus berdoa agar semua berjalan lancar dan baik-baik saja.
Kemudian, dering teleponnya berbunyi. Alan mengambil ponsel di saku jaket dan menekan tombol hijau.
"Halo?"
"Kenapa lo nggak langsung kasih tahu gue tentang Ran?"
Suara penuh penekanan itu terdengar jelas di telinga Alan. Cowok itu menatap ponselnya sejenak, lalu kembali menempelkannya di telinga.
"Rey, lo udah tahu siapa dia?"
"Udah," ucap Rey. "Gue kecewa sama lo karena udah sembunyiin hal ini!"
"Gue nggak bermaksud gitu!" tegas Alan.
"Terus apa maksudnya, Lan! Biar gue nggak pernah inget Ran lagi?"
Rey sepertinya sangat marah padanya. Alan bisa mengetahui dari nada bicara Rey yang tinggi.
Alan menggeleng meski Rey tidak melihatnya. "Bukan—"
Tut.
Rey tiba-tiba memutuskan sambungan telepon sebelum Alan menyelesaikan ucapan. Cowok itu berdecak sebal, Rey sangat menyebalkan jika sedang emosi. Alan harus meluruskan hal itu setelah permainan konyol ini berakhir.
Detik kemudian, suara tembakan pistol yang begitu memekak telinga terdengar. Alan terkejut, jantungnya seketika berdegup dengan kencang. Ia berpikir ada sesuatu yang terjadi di dalam sana.
Bersamaan dengan itu, beberapa polisi datang menghampiri Alan dengan tergesa-gesa.
"Mas Alan, kami dengar suara tembakan saat menuju ke mari. Dari mana asalnya?" tanya salah satu polisi ketika sudah berhadapan dengan Alan.
Alan menunjuk ke arah gudang. "Dari sana, Pak."
"Apa kita langsung sergap saja gudangnya?" Polisi bertubuh tegap itu bertanya.
Tanpa pikir panjang, Alan mengangguk tegas. Kemudian, para polisi saling menatap dan megangguk.
Mereka berlari kecil menuju gudang dan mengepungnya dari segala arah. Alan dan satu polisi berdiri tepat di depan pintu gudang. Polisi tersebut langsung mengarahkan pistol pada Gladys yang hendak menembakannya ke arah Ran.
Dengan cekatan Alan berlari memeluk Ran dan menjauhkannya dari tempat itu. Bersamaan dengan polisi yang menembakkan pistolnya ke tangan Gladys, membuat senjata gadis itu terjatuh ke lantai.
DOR!
Ran menutup telinganya rapat-rapat kala suara yang memekak itu terdengar. Matanya memejam, tak kuasa melihat apa yang terjadi di hadapannya.
"Jangan bergerak, tempat ini sudah dikepung!" seru polisi tersebut.
Gladys merintih kesakitan karena tangannya mengeluarkan banyak darah. Gadis itu mendongak, lalu menatap tajam Alan serta polisi tersebut.
"Brengsek."
Gladys mencoba meraih senjatanya, namun beberapa polisi langsung menghampiri dan memasang borgol di tangannya. Ia memberontak, tapi sayang tenanganya tidak sebanding dengan para polisi.
"Tenang, lo udah aman sekarang," bisik Alan tepat di telinga Ran, lalu melepaskan pelukannya.
Badan Ran bergetar, ia masih sangat ketakutan. Namun, ucapan Alan sedikit membuatnya merasa tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love for Me (TAMAT)
Fiksi Remaja"I'm still waiting you." Apa Tuhan sengaja mempertemukan kita dalam keadaan yang berbeda? Entah untuk menghapus rasa atau menambah luka. Bagiku itu sama saja. Terus menunggu kamu kembali tanpa lelah dan terbayar dengan rasa sakit yang luar biasa. ...