Story Of The Girl 04

981 59 1
                                    

Vote and coment adalah cara kalian mengapresiasikan sebuah karya.

Happy Reading!

Arla membuka pintu balkon kamarnya. Gadis itu mendongkakkan kepalanya ke langit. Sudut bibir Arla tertarik ke atas ketika melihat bintang berkelip di langit hitam dengan indah. Arla mulai membayangkan hal-hal indah untuk hidupnya, terlebih untuk kedua orang tuanya.

Lamuan Arla terbuyar ketika mendengar suara telepon dari phonselnya. Arla mengedipkan matanya berulang kali, dirinya merasa tak percaya dengan nama yang tertera di layar phonsel. Rasa gugup mulai menyelimutinya, jantung Arla juga sudah bekerja abnormal. Dengan tangan yang sedikit bergetar Arla menggeser tombol telpon berwarna hijau ke atas.

"assalamuallaikum," tutur seseorang dari seberang sana. Arla menggigit bibir bawahnya menahan rasa gugup.

"Wa-waalaikumsallam kak, ada apa ya?" balas Arla kemudian.

"Sorry kalo ganggu waktu lo," Arla menggelengkan kepalanya walau seseorang di seberang sana tak melihatnya.

"Enggak kok kak, gue juga baru nyantai kok," tutur Arla yang kemudian kembali menatap indahnya bintang-bintang di langit.

"Yaudah, gue matiin," Arla mengerutkan keningnya tak mengerti. Satu detik kemudian sambungan telepon dimatikan sepihak oleh Gentha. Arla menatap menatap layar phonselnya dengan wajah bingung.

"Aneh ih," tutur Arla sembari mengendikkan bahu.

Saat Arla ingin masuk ke dalam kamar,
suara notifikasi dari phonselnya berbunyi berulang kali. Melihat nama Gentha, Arla cepat-cepat membuka pesannya.

Kak Gentha
makasih
udah malem, tidur!

Senyum Arla mengembang membaca pesan yang dikirimkan untuknya. Sudah sejak Gentha mengantar Arla pulang beberapa hari yang lalu, Arla dan Gentha jadi sering bertukar pesan.

Iya kak.
Kakak juga ya!

Arla masuk ke dalam kamarnya dengan loncat-loncat. Sebelumnya dia tak pernah merasa di perhatikan seperti ini oleh lawan jenis. Bahkan untuk dulu dirinya tak pernah mendapat respon oleh orang yang disukainya.

Bolehkah Arla berharap kepada Tuhan untuk mendapat balasan dari sebuah rasanya? Apa boleh Arla meminta Tuhan untuk menyatukannya dengan Gentha?

Pikiran Arla mulai melayang kemana-mana. Rasa ingin memiliki mulai hadir dalam dirinya. Arla tersenyum membayangkan kebersamaannya dengan Gentha nantinya. Tapi Arla segera menepis semua pikiran konyolnya. Gentha itu most wanted sekolah, banyak wanita yang juga menginginkannya. Sedangkan Arla? Bahkan Arla tak mempunyai wajah yang cukup cantik bila bersanding dengan Gentha.

Gentha pasti tak akan pernah melirik Arla untuk bersanding dengannya.
Arla memukul-mukul kepalanya sendiri agar bayangan tentang kakak kelasnya itu hilang. Tapi nyatanya nihil, kepala Arla justru sakit dan bayangan Gentha masih tinggal di dalam otaknya. Arla kembali meraih phonselnya saat benda tipis itu berbunyi.

Kak Gentha
good night

Arla melempar phonselnya begitu saja ke atas kasur. Rasanya Arla ingin berteriak sekencang mungkin. Gentha memang sudah membuat Arla benar-benar gila.

Arla kemudian lompat ke atas kasurnya. Sejak mengenal Gentha dirinya jadi sering tersenyum. Bukan hanya senyum, Arla juga merasa sedikit bahagia.

Perlahan mata Arla menutup, napasnya mulai bekerja beraturan. Semenit kemudian Arla sudah menyelami alam bawah sadar.

-story of the girl-

Arla melangkahkan kakinya menuju kelas dengan semangat.
Senyum Arla terlihat sangat jelas ketika melihat seseorang yang berjarak beberapa meter di depan sana. Jantungnya mulai bekerja tak beraturan. Laki-laki itu tersenyum ke arah Arla. Arla jadi salah tinggkah di buatnya.

"Hai," sapa laki-laki itu lebih dulu.

"Ha-hai juga kak," balas Arla dengan gugup. Arla melirik sekelilingnya, banyak siswa-siswi yang menatapnya aneh. Arla tahu meraka semua pasti mendengar Gentha menyapa Arla.

"Nggak salah Gentha nyapa cewek kumel kayak dia?"

"Sumpah Gentha ganteng banget."

"Oh My God senyumnya bikin klepek-klepek deh."

"Eh itu siapa yang di sapa sama Gentha?"

Arla mendengar cibiran orang-orang di sekitarnya. Hati Arla sedikit berdenyut mendengar komentar jelek untuknya. Arla menundukkan kepala sembari menggigit bibir bawah.

Tanpa disadari Gentha justru pergi melewatinya begitu saja. Arla mendongkakkan kepalanya dan menatap punggung Gentha tak percaya.

"Yah di tinggal," ujar seorang siswi yang mendekati Arla.

"Makanya jangan sok-sokan deketin Gentha," ucap seseorang dari belakang Arla. Arla membalikkan tubuhnya dan mendapati seorang badgirl sekolah. Kemudian Arla hanya menundukkan kepala.

"Permisi kak," titah Arla sembari melangkahkan kakinya.
Baru satu langkah Arla berjalan, kakinya terdandung dan membuatnya terjerembab ke lantai. Arla memegangi lututnya yang terasa sakit karena menghantam lantai koridor yang begitu keras.

"Yang boleh deketin Gentha itu cuma gue, Orlita Jefriandi seorang badgirl sekolah," titah Orlita sembari memegangi dagu Arla. Orlita dengan teganya mendorong kepala Arla dengan keras dan membuatnya membentur ke lantai. Arla memegangi kepalanya yang terasa pusing.

Arla melihat Orlita yang tengah tersenyum miring sebelum meninggalkannya yang masing setia terbaring di atas lantai. Arla mencoba untuk berdiri walau kepalanya terasa sangat pusing.

Gadis itu berjalan sembari berpegangan dengan dinding koridor. Tiba-tiba pandangan Arla menjadi kabur, kaki Arla juga sudah tak kuasa menahan tubuhnya. Kepalanya terasa sangat pusing, hingga tiba-tiba tubuhnya limbung dan akan kembali terjatuh ke lantai. Arla mengerjab-erjabkan matanya saat merasa tubuhnya tak menghantam kerasnya lantai.

"K-kak," setelah mengatakan itu Arla tak sadarkan diri. Genta yang tadinya hanya menahan tubuh Arla agar tak jatuh kini menggendong gadis itu  menuju UKS sekolah.

Gentha membaringkan tubuh Arla di atas brankar UKS. Laki-laki itu kemudian mencari minyak kayu putih didalam kotak P3K. Gentha segera mengoleskannya di bagian pelipis Arla. Gentha juga mengarahkan jari telunjuknya yang sudah di olesi minyak kayu putih ke hidung Arla. Gadis itu perlahan membuka mata, membuat Gentha tersenyum senang.

"Kak Gentha," panggil Arla dengan suara lirih. Gentha membantu Arla untuk duduk. Gadis itu memegangi kepalanya yang masih terasa pusing.

"Nih, minum dulu," suruh Gentha sembari menyodorkan segelas air putih kepada Arla. Arla menatap Gentha terlebih dahulu sebelum menerima gelas itu.

Gentha tersenyum melihat Arla nurut dengan dirinya. Arla kembali mengodorkan gelas yang masih berisikan setengah air putih pada Gentha.

"Makasih kak," tutur Arla.
Gentha menahan tubuh Arla yang akan turun dari brankar.

"Kenapa?" tanya Arla.

"Lo harus istirahat, lo masih sakit," tutur Gentha. Arla menghela napasnya kesal.

"Terserah gue lah kak," ujar Arla. Gadis itu berhasil turun dari brankar UKS dan berjalan keluar UKS meninggalkan Gentha sendirian. Gentha mengerutkan keningnya ketika mendapat perlakuan aneh dari Arla.

Sebenarnya Arla tak ingin meninggalkan Gentha, tapi gadis itu sedikit kesal karena sikap Gentha. Jika bukan karena Gentha dirinya pasti tak akan seperti ini. Mungkin memang benar gadis lusuh sepertinya tak pantas bersanding dengan pangeran tampan.

"Arla," gadis itu berhenti di tempatnya ketika mendengar suaranya di panggil seseorang. Gadis itu memilih diam dan tidak membalikkan tubuhnya.

"Lo marah?" tanya Gentha tiba-tiba. Arla hanya diam tak bisa menjawab, dirinya memang kesal dengan Gentha tapi apakah ada hak untuk Arla marah dengan Gentha?




Klik bintang pojok kiri!!

Story Of The Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang