Story Of The Girl 09 Part 01

690 34 0
                                    

Silahkan klik bintang di pojok kiri!

Happy Reading!

Arla menyandarkan tubuhnya di tempat tidur. Hari ini Arla memutuskan untuk tidak masuk sekolah terlebih dahulu. Tubuh Arla terasa sakit, pipi Arla juga masih terlihat membengkak. Arla menatap luka di telapak tangannya yang sudah dijahit.

Gadis itu mengambil phonsel di samping ia duduk. Teringat jika Sinta sedang marah padanya, Arla memutuskan untuk meminta maaf dengan Sinta. Arla ingin menelpon Sinta, tapi mengingat sekarang adalah jam pelajaran berlangsung Arla mengurungkan niatnya. Gadis itu kemudian menulis pesan untuk Sinta.

Gw minta maaf, Sin.
Semua salah paham.

Arla menunggu pesanya di baca oleh Sinta. Tapi sekitar lima menit tanda centang dua abu-abu tak berubah warna menjadi biru. Arla meletakkan kembali phonselnya dan memilih meyalakan televisi untuk mengurangi kebosanan yang melanda.

Ting.

Beberapa menit kemudian suara notifikasi berbunyi dari phonsel Arla. Arla tersenyum mengira jika pesan yang masuk adalah balasan dari Sinta. Dengan cepat Arla mengambil phonselnya dan segera membaca pesan. Senyumnya luntur saat bukan Sinta yang mengirinkan pesan.

Kak Gentha
Arla.

Arla hanya membaca pesan dari kakak kelasnya itu tanpa mau membalas. Gadis itu lagi-lagi meletakkan phonselnya. Suara notifikasi kembali berbunyi. Saat Arla meliriknya, nama Gentha yang tertera di layar phonsel. Gadis itu memilih mengabaikan pesan dari Gentha. Toh, bukannya Gentha yang menyuruh Arla untuk menjauh. Suara notifikasi terus saja berbunyi, karena kesal Arla mematikan data phonselnya.

"Kakak masih sakit?" tanya Dista yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar Arla.

"Udah sembuh kok," tutur Arla sembari mencoba tersenyum ke arah Dista. Sudut bibir Arla terasa sakit jika untuk tersenyum.

"Kak, Dista boleh minta nggak?" tanya Dista dengan wajah malu-malu. Arla mengerutkan keningnya menunggu kelanjutan kalimat Dista.

"Hospot kak," ujar Dista sambil menyodorkan phonselnya ke Arla. Arla tertawa kecil ketika melihat wajah polos adiknya yang begitu lucu.

"Hotspot." Arla mencoba membenarkan kata-kata adiknya.

"Iya itu hospot. Ih hos ... susah kak. Minta ya?" Arla mengacak-acak rambut Dista gemas.

"Iya kakak kasih, sini phonselnya." Arla menyalurkan datanya ke phonsel Dista.

"Asik ... Makasih kak." Setelah menerima phonselnya, Dista segera berlari keluar kamar Arla. Arla menggeleng-gelengkan kepala melihat tinggah adiknya itu.

Arla membuang napasnya kesal karena phonselnya kembali berbunyi. Dengan rasa malas Arla membuka phonselnya. Saat melihat ke layar phonsel Arla melihat ada pesan masuk dari Sinta. Tanpa waktu lama Arla membuka pesan dari Sinta.

Sinta
Iya...iya. Eh tapi ada syaratnya.
Ada acara perayaan ulang tahun sekolah.
Lo harus mau nyanyi besok
Gue gitar, lo nyanyi. It's okay?
Kalo nggak mau gue nggak maafin.

Arla membulatkan matanya tak percaya, bagaimana dirinya bisa bernyanyi jika pipinya masih bengkak seperti ini. Untuk berbicara saja rasanya sakit apalagi untuk bernyanyi.

Pipi gue bengkak.
Gw nggak bisa nyanyi.

Bukan cuman karena pipinya yang bengkak, tapi Arla sejujurnya malu jika harus bernyanyi di depan banyak orang. Arla kembali membuka pesan yang masuk dari Sinta.

Story Of The Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang