Silahkan klik bintang di pojok kiri sebelum atau sesudah membaca:)
Happy Reading!
Gentha menaikkan selimut hingga menutupi perut Arla. Gadis itu terlihat begitu sedih. Gentha melihat jelas kantung mata Arla. Gadis itu terlalu lama menangis, alhasil membuat matanya seperti itu.
Gentha mengusap lembut kepala Arla, air mata lolos Gentha lolos turun dari tempatnya. Gentha tak membayangkan jika Arla benar-benar terjatuh tadi. Gentha tahu Arla terluka, tapi setelah mendengar semua cerita adik kelas sekaligus kekasihnya itu Gentha tidak setuju jika Arla menghilangkan nyawanya sendiri.
Jika kedua orang tuanya tak mengharapkannya maka Gentha lah yang akan selalu mengharapkan Arla di dekatnya. Laki-laki itu tersenyum lalu mencium sekilas kening Arla.
Gentha mengeluarkan phonselnya dari saku celana. Laki-laki itu mengotak-atik phonselnya sendiri. Setelah mendapatkan apa yang di inginkan Gentha segera menempelkan phonsel ke telinganya. Tak menunggu waktu lama sambungan telepon pun terhubung.
"Assalamuallaikum bik, ini Gentha," kata Gentha sambil keluar dari kamar Arla tidur.
"Waalaikumsallam, Den. Ada apa ya? Non Arla tidak ada di rumah sejak tadi," terang Bik Ila.
"Arla sekarang ada sama Gentha, di apartemen Gentha." Gentha mulai menceritakan kejadian yang di alama oleh gadisnya. Sedikit nyeri rasanya mengingat Arla akan bunuh diri. Setelah selesai menceritakan semuanya pada asisten rumah tangga Arla, Gentha mematikan phonselnya. Gentha berpikir sejanak, lalu mengirimkan pesan pada ibunya.
Hari ini Gentha tidur di apartemen ma.
"Kak Gentha." Gentha membalikkan tubuh menghadap Arla yang sudah berdiri di belakangnya.
"Kenapa bangun?" Laki-laki itu mengerutkan kening sembari melipat kedua tangannya di depan dada.
"Kepala gue pusing kak." Gentha meletakkan punggung tanggannya ke kening Arla. Laki-laki itu segera membawa Arla kepelukannya saat menyadari suhu badan Arla lebih panas dari sebelumnya. Gentha mengelus kepala Arla, membuat gadis di pelukannya merasa nyaman dan kembali mengantuk.
"Ke rumah sakit?" Gentha menjauhkan Arla dari tubuhnya dan menangkup kedua pipi Arla. Arla menggelengkan kepala, menurut Arla itu berlebihan. Gadis itu hanya sedikit pusing, jadi jika hanya meminum obat nanti juga sembuh.
"Yaudah tidur lagi!" Saat Gentha akan pergi meninggalkan Arla, gadis itu menahan Gentha agar tetap di tempatnya. Gentha menaikkan satu alisnya ketika melihat wajah Arla yang begitu manja. Bukan menjawab Arla hanya menunjuk televisi yang berada tak jauh dari mereka. Gentha membuang napasnya, lalu mengangguk mengiyakan. Gadis di depan Gentha tersenyum senang dan langsung menarik Gentha untuk duduk di sofa.
"Nggak boleh lama-lama ya!" perintah Gentha. Arla mengangguk-anggukkan kepalanya dan mulai menyalakan televisi.
"Lo sendiri di sini berani nggak? Gue mau pulang." Arla menatap Gentha kesal, kemudian gadis itu menggelengkan kepalanya. Gentha justru terkekeh melihat wajah Arla kesal, dengan asal Gentha mencubit pipi Arla, membuat gadis itu mengadu kesakitan.
Saat acara tv sudah di mulai, Gentha dan juga Arla menyimaknya dengan baik. Keheninganpun terjadi di antara mereka.
Gentha melirik jam di phonselnya, waktu sudah menunjukkan angka sembilan. Laki-laki itu mengambil alih remot tv yang berada di tangan Arla dan mematikan televisinya. Arla merenggut sebal ke arah Gentha.
"Balikin!" ucap Arla sembari mencoba mengambil alih remot di tangan Gentha. Sampai gadis itu merasa lelah, tak juga mendapatkannya. Arla menyandarkan tubuhnya di sofa. Entah kenapa kepalanya bertambah pusing.
"Lo lagi sakit dan harus banyak istirahat Ar." Gentha mengelus rambut Arla dengan lembut.
"Tidur sudah malam." Arla memukuli Gentha dengan bantal sofa yang ia pegang.
Tingtong ... Tingtong ...
Arla menghentikan aktifitasnya saat mendengar bel apartemen berbunyi. Gentha mengerutkan keningnya, lalu berdiri dan akan berjalan menuju pintu apartemen. Tapi dengan cepat Arla menahan tangan Gentha sembari berkata, "Gue aja yang buka kak." Gentha menganggukkan kepalanya membiarkan gadis itu membuka pintu apartemen.
Arla membulatkan matanya ketika melihat seseorang yang berdiri di depan pintu apartemen Gentha. Hati Arla terasa berdenyut kembali, mata Arla mulai berkaca-kaca. Dengan cepat Arla menutup pintu apartemennya kembali. Gadis itu belum siap jika harus bertemu dengan ibunya, Arla masih kecewa dengan mereka. Air mata Arla kembali turun membasahi pipinya. Arla tak peduli dengan ibunya yang tengah menggedor-gedor pintu apartemen.
"Arla," panggil Gentha saat mendapati itu tengah menangis di belakang pintu. Gentha mendengar suara teriakan dari luar, laki-laki itu segera menarik tubuh Arla menjauh dari pintu. Gentha terkejut saat mendapati Bik Ila dan juga wanita paruh baya yang Gentha yakini itu adalah ibu Arla.
"Tante, masuk dulu!" ucap Gentha sembari mempersilahkan Anna dan Bik Ila masuk ke apartemennya.
"Nggak, mama pergi aja! Arla nggak mau ketemu mama. Pergi!" Gentha segera memeluk Arla dan mencoba menenangkannya.
"Jangan bilang seperti itu, dia ibumu," tutur Gentha. Gentha mengajak Anna dan Bik Ila ke ruang tamu. Sendari tadi Anna hanya memandangi Arla. Sedangkan Arla masih terisak di pelukan Gentha. Gentha menghela napas sebelum membuka pembicaraan.
"Sebelumnya saya minta maaf tante. Telah membawa Arla ke apartemen saya tanpa seizin tante. Arla butuh waktu buat menerima keadaan. Hati Arla terluka, Tan. Dia kecewa, bahkan dia tadi akan menyerahkan hidupnya begitu saja." Gentha menarik napasnya sebelum melanjutkan perkataannya.
"Saya mohon sama tante, beri Arla waktu untuk sendiri untuk malam ini saja. Biar Arla di sini dengan saya malam ini. Saya janji akan mengembalikan Arla besok. Saya janji tidak akan berbuat di luar kendali," jelas Gentha.
Anna semakin terisak mendengar penjelasan Gentha. Anna mendekat ke arah Arla, lalu mencium kepala putrinya. Hati Anna terasa remuk melihat putrinya seperti ini. Anna menyesal telah mendebatkan hal seperti itu dengan suaminya.
"Arla, maafin mama. Mama sayang sama Arla." Anna mengalihkan pandangannya pada Gentha.
"Makasih ya kamu udah nolongin anak tante, tolong jaga Arla malam ini. Besok saya tunggu janji kamu di rumah. Saya pamit pulang, assalamuallaikum." Setelah mengatakan itu Anna dan Bik Ila beranjak pergi meninggalkan apartemen Gentha.
Sejujurnya Anna ingin sekali membawa putrinya pulang, tapi ia tahu putrinya butuh waktu untuk menerima keadaan, Arla butuh waktu untuk memaafkan.
Gentha menutup pintu apartemennya saat ibu dan asisten rumah tangga Arla telah keluar dari sana. Laki-laki itu menghela napasnya ketika melihat Arla masih menangis.
"Sampai kapan lo bakal nangis? Gue nggak suka liat lo nangis." Gentha menangkup wajah Arla yang memerah karena menangis.
"Diem atau gue cium?" Arla sedikit tersentak dengan perkataan Gentha. Dengan cepat gadis itu menghapus air matanya dan menahan isakan yang akan keluar dari mulutnya. Gentha tersenyum melihat gadis di depannya takut dengan ancaman Gentha.
"Tidur!" tutur Gentha sembari mengangkat tubuh Arla ke dalam kamar.
Hiks ...
Bagaimana pendapat kalian tentang chapter ini?
Oh hiya pantau terus ya cerita SOTG, karena aku bakal unpub setelah tamat ... Mungkin nggak bakal lama lagi.
Ingat jangan lupa VOMENT!!
Ditunggu KRISAR dari kalian.Selamat melanjutkan membaca semoga suka❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of The Girl
Teen Fiction[R16+][TELAH TERBIT] Diterbitkan oleh ig @ruangkar_ya Yang mau pesan silahkan DM ig @adellksmaayu Mulai : 23/03/2020 Selesai : 08/04/2020 Salahkan follow dulu sebelum mbaca:) -story of the girl- "Gue nggak akan maksa kalo lo nggak goda gue duluan, d...