kenyataan

6 1 0
                                    

Malam ini ku lihat rembulan sangat terang. Aku turun dari tempat tidurku, tangan kiriku sambil membawa infusan. menggeret nya hingga ke arah jendela. Setelah aku mendengar kenyataan yang pahit dari dokter. Aku semakin merasa bahwa waktuku memang tak lama lagi. Misiku harus benar benar selesai sebelum kematian datang untuk menarikku secara paksa.

Aku hanya tersenyum tipis, sangat tipis. Membuka jendela, hingga semilir angin dari jendela rumahsakit mengibas-ibaskan rambutku yang seolah menari nari.

" Tuhan, beri aku waktu lebih lama lagi untuk bisa selalu bersama dengan orang orang yang aku sayangi, dan untuk balas dendam kepada semua laki laki brengsek itu."

Kenyataan pahit ini sungguh merobek hatiku. Tak terasa dadaku tiba tiba sesak. Linang itu seolah memaksa untuk keluar.
Tes tes
Pilu ini jatuh tiada henti.

Perasaan ini semakin berkecamuk, apalagi segala penyesalan yang semakin hari semakin memuncak. Andai hari itu tidak pernah terjadi, mungkin aku bukanlah makhluk paling kejam di dunia.

Aku tak pernah menyalahkan takdir atas segala yang terjadi tapi jika pada hari itu aku bisa melawan, aku bisa menyelamatkannya, mungkin saja takdir tak akan menghukumku seperti ini.

" Maafkan aku naura, maafkan aku hiks.. hiks.."

Tenggorokanku seolah tercekat, bingung ingin mengatakan apa lagi. Aku hanya menatap kota Jakarta dari atas gedung lantai 3.

Suasana kota Jakarta malam hari begitu indah dan tenang, lentera dari tiap rumah dan apartemen seolah bagai kunang kunang berwarna warni. Semilir angin yang sejuk seolah menenangkan hatiku, apalagi para bintang dan bulan seolah menyemangati.

" Aku akan balaskan dendammu naura, aku janji. Semoga kau tenang di sana ya. Aku rindu padamu, sungguh."

Tangan kananku mengusap air mata yang tersisa dari wajah cantikku, aku berjalan menuju laci. Di sana sudah terdapat tas kecil berwarna hitam dengan gantungan kunci berbentuk beruang. Dadaku semakin sesak melihat gantungan itu, gantungan pemberian gadis malang itu. Didalamnya terdapat buku diary.

Aku menarik kursi dan duduk di atasnya. Aku membuka lembaran demi lembaran terselip foto 2 orang perempuan dan 1 orang laki laki. Terlihat di sana wajah wajah gembira mereka. Laki laki itu berada di tengah, tangan kanan dan kirinya sambil mengalungkan ke kedua gadis itu.

" Hiks.. hiks.. Naura andai saja kau bilang bahwa kau juga mencintai devan. Aku pun akan mengikhlaskannya untukmu, sungguh. Tapi kenapa kau meninggalkanku seperti ini. Kenapa kau membuatku seperti orang yang paling kejam di dunia."

Tanganku menelusuri lagi buku itu, membuka nya satu persatu.

Ku baca satu persatu, kalimat demi kalimatnya.

Tuhan
Aku mencintainya, aku mencintai dev.
Tapi, apa aku salah jika aku mencintai pacar sahabatku. Sudah lama ku simpan perasaan ini. Sudah lama ku pendam sakitnya sendiri. Setiap cerita yang rein ceritakan, seolah menyayat hatiku- tuhan...
Maafkan aku rein, aku yang bersalah perihal rasa ini. Aku yang bersalah...
Aku yang egois.

Jakarta, 13 Maret 2017

Tak dapat lagi ku bendung, dadaku semakin sesak. Seolah kata kata itu terngiang ngiang di kepalaku. Kepalaku semakin sakit, seolah ingin pecah.

Tes.
Darah?
Hidungku mimisan lagi dan lagi. Aku benci menjadi lemah seperti ini aku benci.

Kepalaku benar benar pusing, dan
Brukkkk
Lagi dan lagi aku kalah dengan takdir, aku mengingkari janjiku untuk tetap kuat di setiap keadaan.

RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang