serangan 2

6 0 0
                                    

Aku melirik jam yang sudah menunjuk pukul 22.00

Aku di sini, tepat di markas black angel. Sudah sekitar 2 jam, seluruh anak black angel semuanya berkumpul dan bersantai, sambil menikmati makanan dan bersenda gurau di ruangan tengah. Sebelum siap tempur tepat pukul 00.00

Ruangan ini bernuansa clasic namun tetap asik. Mungkin bagi orang lain ini neraka, tampak menyeramkan. Tapi bagi kami ini adalah tempat di mana beban beban kehidupan bisa terasa begitu ringan.

" Ya ampun bu bos, cwantiknya bisa di taker aja ga. Ga kuwat beta liatnya. Bisa diabetes." Ucap beta ngaco.

" Bet, lo mau yang kanan apa yang kiri?." Tangan kanan ku membawa pistol sedangkan tangan satunya membawa pisau, Beta hanya meneguk ludahnya kasar.

" Hehe, becanda bu bos." Tangannya sambil menunjuk jarinya berbentuk peace.
Sedangkan anak anak lain hanya  tertawa terbahak bahak.

" Tebas aja bu bos, biar ga ngoceh mulu nih beta karoten." Fathan mengusulkan.

" Jahat buanget lo than, awas aja lo."
Mereka pun hanya bermain kejar kejaran, menabrak apapun yang ada di depannya.

Dasar masa kecil kurang bahagia, batinku. Sambil tersenyum tipis.

" Lix, gimana strategi buat nanti malem?" Tanya vallen padaku.

" Gue juga lagi mikir."

" Nih ya, kalo menurut gue mah mending. Kita keluarin setengah anggota kita dulu. Kita pukul mundur tuh dia, setelah mereka tepar semua baru deh kita keluarin setengahnya buat mukulin lagi biar tambah remek. Jitu ga tuh?" Usul tasya

" Brilliant." Ucapku singkat

" Tumben lo pinter sya." Vallen menimpali.

" Ya ampun, dari dulu kali. Lo aja yang ga peka." Tasya hanya cemberut dan menjawab tak mau kalah.

" curhat lo, please deh gue alergi sama kepekaan."

" Nge bucin mulu sih lo kerjaannya."

Cak cik cok mereka membuat kuping gue panas elahhh

Prankkkk
Suara gaduh itu menyita seluruh perhatian semua orang.

Kaca depan markas, pecah berserakan, terhantam batu besar yang di balut oleh kain putih yang bertulis " mati lo semua." Dengan tinta berwarna merah.

" Bangsat, siapa yang lakuin ini?" Teriakku, rahangku mulai mengeras. Gigi satu dengan yang lain saling menggertak. Tanganku mulai mengepal geram.

Semua keluar dari markas, ingin mengetahui siapa kiranya orang orang banci yang berani menyerang markas dengan cara tak sopan.

" Ohh si pengecut." Tanganku terasa begitu gatal, dan bug satu tinju melayang di sudut bibirnya.

" Pembohong, cih. Banci kalian semua, lo bener bener menabuh gendera peperangan diantara kita."

Edgar hanya menyunggingkan bibirnya, tangannya mengusap sudut bibirnya yang sobek.

" Serang...."
Mengerikan, satu kata yang mungkin aku gambarkan sekarang.
Pertempuran besar besaran, pukulan bertubi tubi tak terelakkan. Saling hantam satu sama lain. Mereka membawa celurit, samurai, dan benda tajam lainnya. Sedangkan dari pasukan kami, kita hanya menggunakan panah, pistol, dan pisau.

Bukan tak apa, kebiasaan mafia dengan geng motor memang berbeda.

Bukkk
Satu bogem mentah mendarat di perutku, aku membalasnya dengan menyeset pisau ke arah tangannya membuat darahnya mengucur dengan deras. Aku mengambil batu berukuran sedang dan brukk pelipisnya berdarah, mengucur dimana mana.
Terlihat edgar sudah tak berdaya, dengan setengah sadar.

Aku tak tau, dari arah belakang sudah berdiri lelaki membawa balok kayu di tangannya.

" Awas fel." Tubuhku jatuh tersungkur. Di dorong lelaki itu.

Sedangkan rehan sudah tergeletak lemas di tanah.

Mataku berapi api, aku menatapnya dengan tatapan membunuh.

" Musnah kau pengecut!" Aku menghantamnya terus terusan. Tepat di perut satu serangan mendarat dengan sempurna. Dia hanya terkulai tak berdaya.

"Rehannn, hei bangun." Aku menepuk nepuk pipinya berharap laki laki itu sadar.

" Beta..." Teriakku

"Iya bu bos."

" Waradalah, kenapa nih bu bos. Si silent tepar kek gini."

" Udah cepet angkat, bawa ke dalem. Gue mau ngurus yang lain."

Aku pergi meninggalkan mereka.
Tanganku semakin gatal ingin menghabisi mereka semua, aku membabi buta, tanpa memberikan mereka jeda untuk istirahat.

Duar duar duar
Tiga peluru telah terlontar ke beberapa dari mereka. Terlihat di sana vallen dan tasya pun terlihat memukul, menendang, dan melayangkan beberapa pukulan. Sehingga musuhnya jatuh tanpa pertahanan.

Mereka semua sambil berjalan meringkuk dan sempoyongan, menjauhi dan mulai pergi satu persatu. Meninggalkan markas kami.

Merasa kekalahan melanda, edgar memerintahkan seluruh anak buahnya cabut.

" Gue akan balas lo lix, lo tunggu ajh."
Jari telunjuk edgar menunjuk tepat ke arahku.

" Gue tunggu." Jawabku santai.

*****

Tbc
Sayang kalian

Next ga nih?
Seru ga?

Jangan lupa vote and comment
Thanks
#salam author

Jangan lupa vote and commentThanks #salam author

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gimana nih cantik ga, bu bos nya?

Gimana nih cantik ga, bu bos nya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang