7| rasa

804 50 0
                                    

Prakk! Plentang!

Aska menggeram kesal, di tariknya bantal dan di tekannya pada kedua telinganya, berharap suara suara itu tidak terdengar lagi olehnya.

Tapi nihil, suara pecahan dan berisik lainnya masih terdengar jelas.

Selalu seperti ini. Dia seringkali kesulitan tidur dengan tenang. Hal ini sudah terjadi beberapa tahun lalu, tapi rasanya aska masih belum terbiasa.sangat kesal tentunya, namun dia bisa apa?

Di ambilnya handphone di nakas sebelah tempat tidurnya. Jam 01.35,dan dua orang itu masih saja ribut ribut?ah,rasanya aska ingin mengumpat.

Dengan iseng,dia chat temannya satu persatu, bahkan menelfonnya berkali kali. Sampai akhirnya pada panggilan ke tiga pada mina, terhubung.

"apaan sih?"suara parau terdengar.

"gabut aja gw"

"FUCK YOU BOY!"

Panggilan terputus, aska cekikikan di kamarnya. Bahkan dia tidak sadar sejak kapan suara suara gaduh itu berhenti.perlahan aska bangkit dan membuka pintunya pelan.

Di undakan tangga, suara isakan tangis pilu terdengar. Haruskah dia melanjutkan langkahnya ke dapur mengambil segelas air? Atau berbalik memejamkan mata dan berusaha tertidur kembali?.

Ah, masa bodo, tenggorokannya seret, anggap saja aska tidak melihat siapa siapa. Dengan langkah ringan dan wajah datar,aska melewati wanita yang sedang terduduk di lantai sambil terisak pedih.

Padahal, dadanya sudah bergemuruh melihat wanita yang berstatus sebagai ibunya itu dalam keadaan kacau.

Setelah meminum segelas air dengan sekali tegukan, aska menghirup napas dalam dalam sebelum kembali ke kamarnya.

"aska"suara parau itu terdengar menyakitkan di dengarnya.

Dia tidak menjawab maupun menoleh, hanya berhenti dan terdiam. Detik selanjutnya,kalimat itu meluncur dari ibunya,sebuah kata yang mengandung berbagai arti.

Sebuah kata keramat yang enggan di dengarnya,sekaligus yang di tunggunya selama ini.

Berpisah.

✨✨✨

Siapa yang suka di benci?

Siapa yang suka di bentak?

Siapa yang senang di salahkan?

Kalau ada, yuna ingin berseru dengan keras di depan wajah orang itu dan mengatakan bahwa dia adalah orang yang paling Bodoh dari yang terbodoh.

Tapi, selama 17 tahun dia hidup, belum pernah ada yang mengaku merasa senang di salahkan.

Hidup dan tumbuh besar di keluarga yang membencinya sepenuh mati membuat yuna ingin mencaci maki orang orang yang mengeluh karena merasa terkekang oleh orang tua.

Oh, tentu itu tidak berlaku pada teman temannya,meski,yah ada setitik rasa iri jauh dalam lubuk hatinya.

Yuna meringis, meraskan dinginnya udara malam yang seakan menusuk nusuk pada kulitnya. Cukup membuat orang orang yang sesekali lewat heran melihat cewek di malam dingin sendirian dalam waktu cukup lama.

Tapi dia tidak punya pilihan lain. Lebih baik seperti ini di bandingkan menetap di rumah yang berisikan orang orang mabuk dan siap untuk menjadikannya pelampiasan amarah.

Meminta bantuan teman temannya bisa saja. Tapi itu bukan pilihan baik, mengingat teman temannya yang lain juga berada dalam masalah dan terkurung di neraka dunia masing masing, rumah.

Yah, memang kebanyakan orang memilih rumah sebagai tempat terbaik. Yuna beserta teman temannya tidak menyangkal itu,tapi juga, menurut mereka, rumah kadangkala menjadi tempat terburuk yang pernah ada.

Ringisan lagi lagi keluar dari mulutnya. Untungnya seragam sekolah sempat dia bawa, tapi tidak dengan handphone dan dompet, karena dirinya saat itu benar benar terdesak seperti maling.

"yuna?"

Yuna tersentak,menatap cowok yang kini berdiri di hadapannya.

"juna..."

Iya, itu juna. Dengan style yang mencirikan anak badboy

"lo ngapain malem malem di sini?"dia terdiam, bingung harus menjawab apa.tapi tampaknya juna mengerti sehingga menyuruhnya untuk mengikuti cowok berbandana itu.

"kita mau kemana jun?"tanyanya begitu juna sudah melajukan mobilnya.

"rumah gw"

"Hah?!lo gila?!!"

Juna tidak terkejut dengan seruan kaget dirinya, sepertinya dia sudah tau akan reaksi seperti apa yang di tunjukan.  Cowok itu malah menggeleng pelan tanpa menoleh.

"gw masih waras. Oh, gak ada bokap kok, santai aja. Cuma ada kak naya sama bi narsih"

Naya. Kakak satu satunya juna. Mengingat cewek yang selalu menampilkan senyum terbaiknya itu,membuat dirinya mengaduh. Bisa di katakan,nasib naya sama dengannya,tapi mungkim naya lebih parah.

Dan yuna tahu, bahwa cowok di sebelahnya ini, menyayangi naya lebih dari apapun. Sialnya, rasa itu datang lagi, rasa iri yang seharusnya tidak hadir di setiap kali pembicaraannya bersama teman temannya.

Buru buru yuna menggeleng pelan, menepis rasa itu karena tahu bahwa itu tidak baik.

"woy, udah nyampe, jangan kebanyakan ngelamun, ntar kesambet setan berabe"sahut juna yang di balas pelototan tajamnya.

"junanjing! Mulut lo minta gw tabok ya?! Ini udah malem bego, mulutnya di saring dulu napa"bukan malam lagi, tapi bisa dikatakan subuh

Juna bergedik tidak peduli,lantas berjalan lebih dulu memasuki rumahnya.
Setelah beberapa kali menekan bell, pintu terbuka,menampilkan sosok cantik yang memperlihatkan gurat khawatir di wajahnya.

"juna yaampun, kamu kemana aja?!"

Cowok sangar itu meringis
"sorry kak"

Baru naya membuka mulutnya hendak berbicara lebih lanjut,tapi di urungkan melihat sosoknya yang berdiri di belakang juna.

"ha-halo kak"sapanya yang di balas senyuman manis.

"halo juga yuna"

Jangan tanyakan kenapa naya mengenalinya, karena sudah di bilang dia pernah bertemu dengannya, bukan bertemu lagi, tapi beberapa kali menemani cewek itu bersama teman teman ceweknya yang lain kala juna sedang tidak ada dan menitipkan kakaknya.

Sesaat kedua kakak beradik itu bertatapan seakan sedang kontak batin dan akhirnya naya mempersilahkan yuna untuk masuk.

Dalam hati, dia hanya berharap, semoga tidak ada ada yang datang lagi setelah dirinya sekarang.





W̫̫E̫̫!̫̫ ̫̫|̫̫|̫̫9̫̫7̫̫ ̫̫L̫̫I̫̫N̫̫E̫̫ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang