Facebook

92 8 0
                                    

Suatu ketika aku sedang punya waktu luang, di kampus tak punya tugas di pondok pun sama. Ku otak atik hpku sambil memutar lagu. Aku mendapati sebuah aplikasi yang bagiku tidak asing. Dan tak tahu entah mengapa hatiku tergerak untuk bergabung didalamnya. “FACEBOOK”. Sebenarnya aku sudah lama mengenaal aplikasi itu tapi aku enggan untuk bergabung karena aku termasuk deretan orang-orang yang malas berinteraksi dengan orang lain, apalagi dengan orang-orang sedunia. Dan untuk yang petama kali aku beri nama facebook-ku Annailah dengan tidak menyertakan fotoku.

Ah ya, ada yang lupa aku beri tahu. Di sana, di pondokku maksudnya, memang memberi keringanan untuk santri yang berstatus mahasiswa, untuk memegang alat elektronik semisal hp dan laptop. Ya, kalian pasti ngerti lah, untuk memudahkan mereka mengakses informasi dari kampus, memang harus melalui alat itu kan? Dan kebetulan dari pihak pondok tidak menyediakan layanan yang khusus untuk masalah itu. Jadi setiap santri yang berstatus mahasiswa, membawa sendiri hp dan laptop dari rumah masing-masing. Tapi, namanya juga ada di pesantren yang terikat dengan beberapa peraturan, sang mahasiswa itu, tidak boleh bertemu dengan barang-barang elektroniknya, jika tidak ada kepentingan yang berkaitan dengan kampus. Artinya, masih ada batasan-batasannya kali. Gak seenaknya kayak di rumah. Lanjut ke topik awal.

Klik... ada satu pemberitahuan baru. NAZRIL ILHAM  begitu nama pengguna facebook yang mengirimiku permintaan pertemanan. Namanya tidak asing bagiku, sepertinya aku pernah mendengar namanya tapi lupa di mana. Aku langsung mengkonfirmasinya dan aku sekarang berteman dengannya.

“Assalamualaikum...” Ilham. Ya. Aku memanggilnya Ilham. Dia menyapaku lewat inbox.
“Waalaikumussalam...”
“Sampeyan mondok di Nuris ya?” Pertanyaannya menggambarkan bahwa dia pernah mengenalku sebelumnya.
“Iya, kok tahu?” Ku pikir hanya jawaban itu yang pas untuk mencari tahu tentang kepenasaranku.
“Ya tahu lah”

Jawaban yang sangat-sangat mengecewakan untukku, padahal aku sangat penasaran dia tahu aku dari mana. Aku saja belum pernah mencantumkan identitas pondokku di fbku. Tapi... ya sudahlah, aku tidak ingin ambil pusing untuk sekedar mengurus hal-hal yang gak penting menurutku. Aku melewati akun facebooknya yang tertera di beranda massanger-ku. Dan melanjutkan chatting-anku dengan teman-teman yang lain. Tapi ternyata, aku tidak bisa bertahan... semakin aku berusaha melupakannya, aku malah semakin penasaran. Aku paksakan untuk terus mengejar jawaban yang akan benar-benar membuatku puas.

“Sebenarnya sampeyan itu siapa sih, sepertinya saya gak asing dengan nama itu?”
“hahaha... ya nggak mungkin asing lah, wong saya juga mondok di Nuris.”
“Oh ya, sudah berapa lama mondoknya?”
“Yah... sekitar tujuh tahunan lah...”

Lama tak ada balasan, aku tinggalkan hpku dan melanjutkan pekerjaanku.

Klik... ada satu pesan baru. Ku raih hpku dan melihat pesannya.

“Masak gak tahu sih padahal aku sering lo ke pondok putri” Ucap Ilham lewat pesannya.
“Ngapain ke putri?”
“Ikut ustadz Fadli benerin lampu.”
“ooo....”

Percakapanku pun terus berlanjut hingga akhirnya aku pun harus rela meninggalkan pekerjaanku demi membalas pesan demi pesannya. Disatu sisi moment ini menjadi moment yang cukup mengesankan untukku dan tidak mau aku sia-siakan. Tak butuh waktu yang lama untuk kami bisa akrab.

“Entar lagi saya mau ke putri lagi benerin lampu di blok Nurul Ain kayaknya...”
“Beneran?”
“Iya. Kenapa? Blok kamu tah?”
“He... iya.”
“Good...”
“Kok bisa?”
“Iya bagus dong, jadi saya bisa tahu sama santri putri yang namanya Naila itu, soalnya di profilenya gak ada fotonya.”
“By the way kok profil kamu gak dikasih foto sih, kan susah buat ngenalin kamu itu siapa?”
“Saya males yang mau nampilin wajah saya di depan publik, jelek...”
“Hei gak boleh gitu, mestinya kamu bersyukur.”
“Bukan gak bersyukur, malas saja. Lagian saya hanya iseng-iseng aja buat FB.”
“O... oh ya kamu ada di blok Nurul Ain kan ya, berarti kamu dari Madura ya?”
“Bukan, saya di blok Nurul Huda, di sana yang bloknya orang madura.”
“Loh tadi bilangnya sampeyan blok Nurul Ain.”
“Itu dulu, tapi sekarang sudah pindah ke Nurul Huda.”
“Yah... gak jadi ketemu sampeyan berarti saya?”
“Doakan saja semoga bisa bertemu di lain kesempatan.”
“Oh ya sampeyan dari Madura mana?”
“Sumenep. Sampeyan?”
“Sama dari Madura, tapi Bangkalan.”
“Dulu saya punya teman dari Madura juga, masih terhitung tetangga lah meski gak begitu dekat,  dia juga ada di blok Nurul Ain itu, tapi kayaknya sudah pindah blok beberapa tahun terakhir ini.”
“Ukhtiy Nabila maksud sampeyan?”
“Iya betul.”
“Berarti sampeyan tahu ke saya dari ukhtiy Nabila?”
“Nggak... saya sudah lama lost contact sama Nabila. Saya sibuk ngurus skripsi saya.”
“Kalau ke saya sampeyan gak sibuk tah, soalnya hampir setiap waktu sampeyan inbokan sama saya?”
“Sebenarnya sibuk sih, tapi... mumpung sampeyannya sedang aktif saya inbok sampeyan, soalnya masih penasaran sama sampeyan. Lagian kalau terus-terusan ngerjain skripsi tanpa ada refreshnya sebentar takut stress saya.”
“What, penasaran sama saya, kok bisa?”
“Ya penasaran saja.”
“Ya sudah saya pamit duluan ya.”
“Ok.”

***

Maaf , kalau ceritanya makin ngelantur kemana-mana.
Ini tulisan lama, waktu masih SMA,--hah, SMA? Emang iya, aku udah kuliah sekarang--tapi baru di upload sekarang.
Malas yang mau revisi😂😂😂

Silahkan bagi yang berkenan, klik bintangnya dan komentarin...

Jodoh istikharah (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang