Tanpa terasa seiring berjalannya waktu, dua belas tahun sudah aku mengarungi hidupku di pesantren ini. Aku sungguh tak menyangka aku akan selama ini berada di sini.
“Naila kamu sudah dua belas tahun di sini nak, apa kamu tak pernah berpikir tentang pendamping hidupmu?” Ayahku mengunjungiku bersama ibu pagi itu.
“Entahlah ayah. Kalau memang belum waktunya Naila pasrah saja.”Aku menjawab datar pertanyaan ayah itu. Sebenarnya sebelum ayah menanyakannya padaku aku terlebih dahulu kepikiran akan hal itu. Tapi aku memilih diam karena tak ada isyarat apapun dari ayah.
“Naila, sebenarnya sejak kamu masih semester lima dulu sudah ada seorang lelaki yang ingin meminangmu nak, hanya saja ayah tak mengizinkan, ayah tidak mau mengganggu aktifitas belajarmu dan jujur ayah takut sekali kejadian yang silam terjadi lagi.”
Ayah pun menceritakan semuanya, dan pada akhirnya ayah menyampaikan niat baik dari seorang lelaki yang ingin meminangku saat ini. Ayah ingin mendengar langsung jawabanku. Ya, ini adalah perjodohan. Aku kembali dijodohkan.
“Dia asalnya dari Kalimantan, tapi dia ikut ayahnya pindah ke Madura dan bertempat tinggal di Bangkalan. Dia sekarang juga mondok di sini dan menjadi salah seorang anggota pengrurus disini.”
“Lalu... ayah ingin tahu apa jawaban kamu sayang?”
“Naila mau beristikhoroh dulu ayah.”
“Baiklah, seminggu lagi ayah kemari untuk mendengar jawabanmu.”Ayah dan ibuku pamit pulang dan aku kembali ke pondokku karena masih ada pekerjaan yang harus ku selesaikan. Huft... setelah seharian beraktifitas akhirnya malampun menyapa duniaku. Petang pun menyelimuti malam. Malam ini aku sudah bebas dari tuntutan-tuntutan pekerjaan. Aku sudah free. Pikiranku sudah plong... ringan sekali rasanya. Ku rebahkan tubuhku di lantai beralas kain tipis. Doa sebelum tidur pun mulai aku panjatkan sedikit demi sedikit dan akupun terlelap dalam tidurku. Tak berapa lama aku terbangun. Dan entah dengan alasan apa kakiku tergerak untuk melangkah menuju kamar mandi, lalu aku berwudlu’ dan melaksanakan shalat tahajjud dua rokaat dan setelah itu melaksanakan shalat istikhoroh dua rakaat.
“Ya Allah... aku tahu, Engkau telah mentakdirkan setiap hamba-Mu berpasang-pasangan. Seperti halnya diriku. Jika memang saat ini sudah tiba saatnya aku bertemu dengan jodoh hamba, maka ikhlashkan hati ini ya Allah untuk menerima takdir-Mu. Berikanlah petunjuk yang terbaik untuk kami ya Allah. Ridhoi jalan kami untuk membina sebuah keluarga seperti yang Engkau inginkan ya Allah.”
Aku merintih, merayu tuhan dalam doa-doaku malam itu. Ku biarkan air mataku mengalir di atas hamparan sajadahku malam itu. Aku berpasrah diri di hadapan-Nya. Begitu lama aku bersujud, setelah itu aku meraih al qur’anku dan membaca ayat demi ayatnya. Hatiku merasa tenteram, seakan tak pernah ada masalah yang membebani pikiranku. Lima menit berlalu aku memutuskan untuk beristirahat kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh istikharah (Tamat)
Cerita Pendek"Naila, apa jawabanmu nak?" Naila diam, mencoba meyakinkan dirinya yang masih ragu untuk mengambil keputusan. "Baiklah, siapapun kamu, kamu adalah yang terbaik untukku." Ucapnya dalam hati, yang kemudian diikuti anggukan kepalanya, mengisyaratkan se...