[21] Hari panjang yang memilukan (satu)

4.7K 312 68
                                    

Support Me dengan memvote dan memberikan komentar❤

🌻🌻🌻


"Dari mana saja kamu?"

Suara itu menghentikan langkah Sifabella yang baru saja memasuki rumah.

"Sudah larut malam dan kamu baru pulang? Mama kasih kamu untuk berangkat dan pulang sendiri bukan bukan berarti kamu itu bebas." Erang Gita. "Jangan melunjak Sifa."

"Aku main dulu sama temen aku, apa salahnya Ma?"

"Salah." Bentak Gita. "Salah kamu banyak Sifa."

"Bahkan lahirnya aku ke dunia ini sudah kesalahan kan--"

Plakkk

Lagi, satu tamparan mendarat di pipi Sifabella jika disinggung tentang hal seperti ini.

"Mama terus-terusan kepancing kalau aku bicara hal seperti itu. Tandanya apa? Bener kan aku cuma anak haram?" Sifa berbicara dengan nada setengah meringis.

"Setiap hari yang Mama lakukan hanya kerja, buat siapa? Buat kamu sayang. Jangan pikir Mama baik-baik saja. Mama juga cape, gak ada yang mengerti Mama."

"Terima Om Dirga Ma, biar ada orang yang nemenin Mama. Supaya Mama tidak kerja keras seperti ini." Tak terasa air matanya jatuh setelah mengatakan satu kalimat pada Mama nya.

"Gak segampang itu Sifa."

"Aku malu, gak pernah bisa buat Mama seneng. Aku kerja keras supaya Mama terlihat bahagia dan tersenyum dengan usaha aku. Tapi iti belum pernah terjadi, aku malu dan juga sedih."

Memang selama ini usaha Sifabella belum ada hasil yang membuat Gita puas. Semua kerja keras Sifabella tak pernah dihargai oleh Gita. Hanya kesalahan Sifa saja yang terlihat di mata Mamanya, sedangkan semua yang baik-baik tentang Sifabella hilang dengan satu masalah buruk yang sering terjadi.

"Non Sifa, makan dulu ya Mbak sudah buat makanan buat Non." Sela Mbak Sari memberanikan diri menghampiri kedua majikannya di sela-sela perdebatan. "Maaf Nyonya."

"Iya gak papa Mbak, bawa Sifa ke meja makan. Saya cape, ingin istirahat." Ucap Gita, dia memegangi kening nya yang terasa nyeri sejak tadi siang.

"Baik Nyonya."

🌻🌻🌻

Tok....tok....tok...

Ketukan pintu terdengar dari luar kamar Ezhar, cowok itu baru saja keluar dari kamar mandi dengan satu handuk di sampirkan di bahunya. Ezhar baru merasakan nyeri di pergelangan tangannya, mungkin ini terjadi karena perkelahian antara dirinya dengan Dipka tadi.

"Siapa?" Ezhar mendesis memegangi ujung bibirnya yang masih menyisakan luka.

"Gue."

"Masuk Wid."

Perlahan pintu terbuka lebar, mendapati Widia dengan satu gelas teh hangat di tangannya. Widia tersenyum hangat pada Kakak nya itu, setelah menutup pintu kamar Widia langsung meletakkan minum di nakas dekat tempat tidur Ezhar dan langsung menghampiri Ezhar yang duduk di kursi balkon kamarnya.

"Mama." Ucap Widia sambil menduduki kursi depan Ezhar. "Nyuruh bawain teh anget, nanti diminum ya. Keburu dingin."

"Makasih."

"Ke Mama juga." Ucap Widia.

Ezhar terkekeh. "Iya."

Widia memperhatikan wajah Kakak nya dengan seksama. "Berantem nya masih kelas ringan sih." Ucap Widia dan Ezhar hanya tertawa.

DESPERATE (COMPLETED) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang