Support Me dengan memberikan vote dan komentar yang banyak.
Maaf jika ada kesalahan dalam mengetik.
Yuk yuk JANGAN SILENT READERS PLEASE. hehe.
Selamat Membaca❤️
🌻🌻🌻
Setelah pembicaraan Ezhar dan Beno di taman, cowok itu jadi gelisah. Dia masih berada di Rumah Sakit untuk menemani Widia, Kevin pergi ke kantor lagi dan Dania sedang ke rumah sebentar untuk mengambil pakain dan makanan. Jadi Ezhar lah yang menunggu Widia, sedari tadi Ezhar selalu melihat ke arah jam. Ini sudah mau jam tujuh malam, Sifa juga tak bisa dihubungi sedangkan Beno tak mengangkat telponnya. Ezhar mengusap wajah dengan gusar, sikap Ezhar menarik perhatian Widia.
"Kak." Panggil Widia. "Kalau mau pergi gak papa kok, aku ada suster disini."
"Gak papa Wid, biar Kakak nungguin kamu dulu sebelum Mama dateng."
"Kakak pucet banget, Makan Kak. Jangan sampe sakit." Ucap Widia, dia cemas melihat Kakaknya yang tampak pucat. Ezhar sama sekali tak makan apapun hari ini, padahal Ezhar sudah mendonorkan banyak darah pada Widia kemarin. Tubuhnya pasti melemah dan dia butuh asupan.
"Kak, pergi aja gak papa." Widia mengeyel. "Aku gak tau apa yang sedang Kakak pikirin, tapi aku yakin ada kaitannya dengan Kak Sifa yang dateng kesini sama Kak Beno."
Ezhar sontak menoleh. "Wid, gak papa Kakak tinggalin?"
Widia mengangguk, lalu Ezhar tersenyum mengelus puncak kepala Widia. "Maaf ya Wid, Kakak harus ketemu sama Kak Sifa sekarang juga. Gak bisa nunggu lagi."
"Iya Kak, its ok yang penting Kakak seneng."
Ezhar tersenyum, mencium puncak kepala adik kesayangannya. Setelah itu Ezhar pergi dengan mengambil langkah besar, dia jelas sedang terburu-buru.
"Halo Sil."
Dalam perjalanan ke parkiran, Ezhar berinisiatif menelpon Asila.
"Sifa gak bisa dihubungin, lo tau dia dimana?"
"Ya di rumah nya lah Zhar, udah malem gini ya kali dia masih keluyuran."
"Yakin dia pasti di rumah?"
"Iya yakin, coba cek aja ke rumahnya." Ucap Asila, dari balik telepon. "Gue juga mau---"
Ezhar memutuskan telpon, padahal Asila masih berbicara. Pasti Asila sedang memaki Ezhar sekarang, cowok itu sangat tak sopan main matiin aja telepon orang.
Ezhar tak ambil pusing dengan Asila dan hanya menuruti perkataannya, dia lalu mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Hal-hal yang selalu dia bayangkan ketika Sifabella bersama Beno membuat dirinya tak bisa hanya tinggal diam saja. Membayangkannya pun sudah cukup membuat cowok itu kesal, khawatir, sekaligus marah. Beno benar-benar nekat, walaupun dia tahu pesona Sifabella selalu membuat kecanduan memang dia mengerti. Jika tidak, Ezhar juga tak akan cinta seperti ini pada sosok Sifabella.
Beberapa menit, akhirnya cowok itu sampai juga di depan pekarangan rumah Sifabella. Rumahnya tampak sepi, dia jadi khawatir mungkin Sifa sedang tak ada di rumah. Jika benar Sifa tak ada di rumahnya, dia tak segan-segan untuk menghampiri Beno di basecamp. Ini bukan cuma masalah cinta, tapi masalah harga diri seorang wanita yang tak bisa diambil begitu saja oleh Beno. Terlebih dia adalah Sifabella, orang paling berharga di hidup Ezhar selain Widia.
Ezhar mencoba menekan bel berkali-kali, namun pintu gerbang sama sekali tak ada yang membukakan. Biasanya Mas Tito atau Mbak Sari yang membuka gerbang, tapi sekarang tampaknya rumah sedang kosong. Ezhar yang tak kunjung dibukakan pintu, akhirnya mengintip dari sela-sela pintu gerbang. Dia berteriak memanggil nama Sifabella berkali-kali, mungkin lama-lama dia akan diusir oleh tetangga sebelah karena terlalu berisik mengganggu ketenangan para tetangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESPERATE (COMPLETED) ✔
Teenfikce#1-wattpad (20 juli 2020) "Ezhar--lo mau gak jadi pacar gue." Menggunakan pengeras suara Sifa berbicara di tengah lapangan sekolah menghampiri Ezhar yang tengah bermain basket. "Lo gila?" Bisik Ezhar, tatapan nya sudah tajam pada Sifa. "Lo bukan tip...