5. Pembunuh

14.9K 1.5K 670
                                    

Pagi ini, aku memulai hariku dengan lebih ceria. Pagi-pagi sekali aku sudah memasak banyak untuk membaginya di kantor.

Cookies buatanku kuletakkan ke dalam plastik mika untuk dibagikan kebeberapa teman.

"Widih, syukuran apaan nih, Zel?" tanya Mbak Maya sambil mencicipi vanilla dates cookiesku.

"Mbak Zela syukuran habis dilamar kali," celetuk Acha asal.

"Hush ngawur," selaku ke Acha yang kini terkikik. "Gak ada apa-apa sih, pengen buat aja."

"Mantul Zel," puji Bowo keenakan dapat makanan gratis.

Bukan sombong atau sok jago, tapi aku memang hobbi memasak. Selain curhat melalu tulisan, aku juga sering melampiaskan perasaan ke dapur, mengeksplor masakan baru. Hal yang bermanfaat menurutku.

"Si boss udah masuk?" tanyaku.

"Udah, tadi aja gue nengok dia yang ngintip kita lagi gerombol gini," ucap Andi.

Mereka kemudian mulai menggosip tentang boss-ku itu. Dasar manusia kang gibah.

Berbeda dari yang lain, khusus untuk Mas Keanu pakai wadah tupperware. Gak etis aja gitu kalau aku kasih pakai plastik mika.

"Sarapan Mas," sapaku sambil meletakkan wadah cookies ke meja kerjanya.

Mas Keanu mengintip sedikit wadah tupperware itu, lalu menampilkan senyum tipisnya. "Susunya gak sekalian, Zel?"

Aku mencibir. Memang gak bisa bersyukur manusia satu ini.

"Bercanda. Terimakasih ya," ucapnya tulus. "Gimana sama naskah?" tanyanya mencegah langkahku keluar ruangannya.

Paham bahwa pembahasan ini sedikit serius, aku menarik kursi dan duduk dihadapannya.

"Hari ini udah dummy, Mas. Tinggal koordinasi sama setter dan ilustrator. Insyaallah minggu ini juga udah ke tim produksi," ucapku mantap.

Jika masalah kerjaan aku selalu berusaha untuk totalitas dan cepat. Fyi, dummy itu adalah hasil edit final sebelum cetak, dan harus diperiksa lagi oleh orang-orang yang menangani buku tersebut.

Ribet, kan? Jangan kira tugas editor hanyalah men-scrolling teks, edit tanda koma yang kurang, edit tanda seru yang berlebih, mengoreksi typo. Tugas editor itu banyak. Seorang editor bertanggungjawab mengolah naskah mentah yang kadang masih sangat acak-acakan menjadi sesuatu yang layak dijual, bahkan aku seringkali harus merombak beberapa kalimat, paragraf, bahkan hingga separuh dari isi buku tersebut.

Fyuhh, tapi enaknya, aku bisa menjadi pembaca pertama untuk semua novel yang nantinya akan tersebar. Dan bangganya seorang editor adalah jika novel tersebut bisa menjadi best seller.

Mas Keanu nampak manggut-manggut puas. Aku belum pernah mendapat komplain dari Mas Keanu kalau masalah naskah.

"Novel kamu sudah selesai?" tanyanya lagi semakin mencegah langkahku keluar.

Semenjak masalah yang datang bertubi-tubi dihidupku, aku mulai melupakan novelku. Harusnya bulan depan sudah masuk tahap editing, tapi akunya belum punya inspirasi untuk sekedar membuat ending yang bagus. Moodku hilang untuk berkarya.

"Gak bisa goal bulan depan kayaknya Mas. Mau fokus sama karya-karya penulis yang masih fresh aja. Lagian sekarang famous-nya yang teenfict gitu, aku takut salah saing," curhatku dengan senyum pepsodent disertai tawa garing.

"Okelah, yang penting tahun ini harus ada novel kamu yang terbit. Jangan takut salah saing, tulisanmu punya daya tarik tersendiri walaupun targetnya bukan remaja."

Azalea✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang