11

7.7K 353 56
                                    


Mas Isyraf menutup pintu kamar menggunakan sebelah kakinya. Saat mendengar suara kunci terputar perasaanku semakin tidak enak saja.

Ia melepas bekapannya lalu mendorong tubuhku ke atas springbad. Dia ikut naik lalu dengan sigap aku berbalik hendak menjauh tapi dia juga tak kalah cepat menangkap kakiku.

"Ampun, Mas!"
Aku memohon dengan sangat tapi sekarang aku berada dalam kungkungannya.

"Ampun! Kenapa bukan sejak tadi kamu mengatakan itu? Hem?!"

Aku tahu apa yang ingin ia lakukan sekarang.
Mas Isyraf paling hobi menggelitik.
Dan aku tidak tahan dengan itu.

"Rasakan ini, sayang!"
Ucapnya lalu aku terus saja tertawa terbahak-bahak tanpa henti.

"Tolong!"
Teriakku di sela-sela tawa.

"Mau minta tolong sama siapa?. Mereka enggak bakalan dengerin kamu. Ruangan ini sengaja di desain dengan kedap suara."

"Nanti ... aku ..., Ma_tii, Mas"

Tiba-tiba, ia menghentikan aksinya. Segera kulepas jilbabku dan mengambil nafas dengan baik. Mas Isyraf tidak lagi mengungkung. Dia kini ikut berbaring di sisiku.

Lalu mengganti posisinya ke arahku. Dia menarikku mendekat dan memelukku erat.

"Maaf"
Ia berucap dengan nada lirih.

"Buat kesalahan yang mana?"
Kami saling menatap sekarang. Melihat matanya sedikit menyipit dan bibirnya membentuk cekungan tipis, rasanya jantungku mulai berdetak tak karuan.

"Untuk semua kesalahan yang pernah kuperbuat." Ucapnya lalu mengelus pipiku dengan lembut.

"Enggak semudah itu!"
Aku memanyunkan bibir merasa cukup kesal.

Pupil mataku melebar saat dia melakukan sesuatu yang tidak kuduga. Maksudku, aku terkejut. Dan sepertinya, ciuman itu mirip sebuah ungkapan sayang. Kupastikan itu saat bibirnya kini beralih mengecup keningku.

"Sebenarnya saya ingin mengajak kamu untuk makan siang. Tapi kacau karena Dosenmu yang tidak tahu diri itu!" Mas Isyraf masih menatapku tanpa berkedip.

Aku tertawa kecil. Merasa menang karena sudah membuatnya cemburu. Berarti dia cinta sama aku kan? Bukannya, cemburu berarti cinta?

"Saya harus pergi malam ini."
Tawaku seketika berhenti. Terganti dengan raut wajah datar. Kenapa rasanya aku tidak rela dia pergi. Untuk pertama kalinya Mas Isyraf mengatakan ingin pergi.

"Ke mana? Jauh? Berapa lama?"

Mendengar pertanyaanku yang beruntun, Mas Isyraf tersenyum semakin lebar.

"Ke tempat yang jauh dan belum pasti saya akan pulang kapan. Selama saya tidak ada, Laili dan Karin akan menjaga kamu."

Mendengar penjelasannya, rasanya aku semakin khawatir saja.

"Kok enggak jelas gitu sih?"
Aku mulai mendorong tubuhnya agar menjauh. Rasanya sungguh aneh. Atau dia akan menikah lagi disana?

Ternyata, tenagaku kurang banyak.
Kembali dia menarikku mendekat dan memelukku Posesif. Seolah dia memelukku untuk yang terakhir kalinya.

Beberapa menit seperti itu, dia melantunkan sebuah doa. Dan aku paham akan kemana kelanjutan pelukannya ini.

Bersambung!

Hihihi..

Three Wives (18+) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang