12

5.1K 300 29
                                    


Happy reading guys ...
Sorry up-nya lama.
Hihihi ...

Sudah tiga hari semenjak kepergian Mas Isyraf dan selama itu juga tidak ada kabar sama sekali darinya. Rasanya sungguh tidak nyaman. Hari-hariku terasa berat untuk di jalani.

Mbak Laili dan Mbak Karin juga bersikap aneh. Kemana-mana harus mereka tahu dan juga di temani. Rasanya aku seperti anak kecil berumur lima tahun. Persis anak yang baru saja masuk ke taman kanak-kanak.

Iya, rasanya hampir mirip seperti itu.

"Belum ada kabar yah, Mbak dari Mas Isyraf?" Wanita berkulit putih mulus itu menggeleng.

"Enggak usah khawatir, Manda. Insyaallah Isyraf baik-baik aja kok."
Mbak Karin kini menarik kursi dan duduk di sisiku.

"Iya, Manda. Kalau sama kamu aja enggak ngasih kabar, ke kita juga pasti enggak"
Mbak Laili ikut duduk setelah meletakkan berbagai menu masakannya ke atas meja.

Ini dia nih yang buat aku makin bongsor tiap harinya. Mbak Laili yang rajin masak dan Mbak Karin yang rajin bersih-bersih. Terus aku ngapain aja? Kuliah pagi hingga sore. Makan, ibadah dan bobo cantik.

Cucian juga akan ada yang jemput untuk di londri dan di antar ke rumah secepat mungkin. Mas Isyraf juga udah rubah peraturan. Pakaiannya yang dulunya harus aku yang cuci, sekarang boleh di londri.

"Kamu akan jadi ratu selama kamu tetap setia dengan saya. Saya cuman minta itu. Jangan pernah pergi dari kehidupan saya!" Kalimat itu kembali terngiang. Terdengar aneh bukan? Tapi, ya sudahlah. Bukannya istri memang harus setia bukan?

Kami bertiga lalu makan dan sesekali Mbak Karin akan melontarkan candaan yang membuat suasana hening menjadi sedikit ceria. Dia memang ahli soal itu.

Sebenarnya, aku belum mengenal mereka lebih jauh. Siapa orang tuanya, teman dan juga dari kota mana mereka berdua berasal.

Lalu mengapa mereka mau di nikahi secara bersamaan? Apakah itu enggak aneh?

"Manda! Ngelamun kamu?"

Aku mengerjap saat Mbak Karin menyapa. Selesai makan tadi, aku ke lantai atas dan kini berada di balkon menatap kelap-kelip bintang yang jauh di sana, sambil memikirkan siapa sebenarnya mereka.

"Eh, Mbak Karin. Enggak kok Mbak. Lagi mikirin sesuatu aja. Hehe"

"Sana gih, tidur. Enggak baik malam-malam gini di luar. Entar masuk angin, loh."

Tuh, kan?
Banyak hal yang mereka batasi sekarang.

"Emangnya kenapa sih Mba ..." Belum ucapanku selesai, tiba-tiba, suara kaca terpecah terdengar dari lantai bawah.

Secepat kilat Mbak Karin membuatku merunduk dan menjadikan dirinya benteng. Seolah akan ada yang menembakku dari kejauhan.

"Tetap di sini!" Suruhnya setelah mengunci semua jendela dan terakhir mengunciku di dalam kamar. Belum sempat aku berkata apa-apa, dan bertanya kenapa, dia sudah tidak terlihat lagi.

Aku benar-benar ketakutan.
Suara pecahan kaca di bawah bukan seperti suara piring terjatuh atau kaca cermin terhambur. Getarannya terasa dan itu mirip setengah rumah kena hantaman mobil besar.

Lalu apa yang akan Mbak Laili dan Mbak Karin lakukan jika ternyata rumah ini kena rampok?

Ya Allah ...
Aku benar-benar ketakutan sekarang.
Tiba-tiba, jendela kamar serasa ada yang mencungkil. Aku tak tahu harus bagaimana lagi. Pria berbaju hitam itu tidak sendiri.

Air mataku menetes saat pintu tak kunjung bisa di buka. Apa yang akan orang-orang itu lakukan?



 

Three Wives (18+) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang