MG11 Maaf

37 1 0
                                    

Sudah seminggu Ara tidak berbicara bahkan melirik Aslan pun tidak. Meskipun bangku Aslan berada di belakangnya tidak meruntuhkan kemarahan Ara kepada Aslan.

Cowok Egois. Sok benar. Tidak ingin mendengarkan penjelasan orang lain. Angkuh. Sombong. Semua sifat negatif Aslan tercampur aduk dipikiran Ara.

Tidak mau lagi berurusan dengan Aslan. Ataupun berteman dengannya. Belum ada sebulan tapi sudah dituai masalah di kelas baru ini.

Ara sekarang juga jarang ngomong. Hanya satu dua kalimat jika itu memang penting untuk dibicarakan. Jika tidak penting ya tidak akan ngomong.

Aslan pun juga jarang ngomong sekarang. Aslan yang dulunya SKSD dengan orang lain sekarang berubah menjadi seperti lelaki berhati dingin.
Kalo boleh jujur, didalam hati Aslan. Dia merasa bersalah atas perilakunya yang lalu kepada Ara.

Tapi Aslan hanya ingin berbuat baik. Dia hanya ingin mengingatkan Ara. Tidak seharusnya kan jadi cewek sekasar itu. Semua masalah tidak harus diselesaikan dengan kekerasan.

***

"Baik semuanya. Saya akan membagi kelompok untuk membuat video drama. Tema bebas. Bisa cari contoh di google atau YouTube yaa." Ucap Pak Budi seraya membuka buku absen untuk membagi kelompok.

"Kelompok satu. Aisyah Putri Soedjono. Ara Meviandra. Ari Maldini. Aslan Guantanamo. Gianjar Dita. " Jelas pak Budi.

Ara sekelompok dengan Aslan? Tidak mungkin. Ara sudah berusaha menjauh dari Aslan dan tidak ingin berteman dengannya. Mana bisa usaha dia akan sia-sia hanya karena tugas kelompok.

Ara mengangkat tangan kanannya ingin menolak dan berganti kelompok .

"Iya Ara?" Tanya pak Budi.

"Maaf pak. Saya boleh ganti ke kelompok lain gak pak?"

Semua pasang mata sekelas melihat Ara. Terutama Aslan yang tadinya mengacuhkan keadaan kelas mendongak melihat Ara. Apa maksud Ara menolak kelompok ini? Apa Ara benar-benar sudah tidak ingin bertemu dengannya?

"Ra Lo apa-apaan sih. Kita kan sekelompok. Lo kok gak mau." Ketus Gian kecewa. Padahal dulu setiap pembagian kelompok Ara selalu ingin satu kelompok dengan Gian. Jika dia tidak satu kelompok dengan Gian pasti akan protes. Lah sekarang? Ara malah ingin pindah ke kelompok lain.

"Gapapa kok Gi, gue cuma pengen temen lainnya aja. Biar lebih kenal satu sama lain sama yang lainnya. Bukan ini ini aja temannya" jawab Ara bohong. Ara memang tidak menceritakan kejadian minggu lalu dengan Aslan digudang. Menyembunyikan kesedihan dari Gian. Ara memang juaranya

"Ara??" Sahut pak Budi.

"E... Itu pak. Saya pengen satu kelompok sama teman lainnya. Saya juga gak mau satu kelompok sama manusia paling egois dibumi." jawab Ara.

"OHH... Begitu... Baiklah sa-"

Aslan mengangkat tangan kanannya ingin menyanggah alasan Ara.

"Maaf pak. Jika ada salah satu siswa yang ingin pindah kelompok tapi dibolehkan itu sama saja pilih kasih sama siswa yang lainnya. Sama saja dengan seenaknya saja disini." Jelas Aslan.

"Maaf pak. Saya kan hanya ingin satu kel-"

"Sudah-sudah Ara . Kamu masih jadi kelompok satu yaa" ucap pak Budi.

"Lanjut. Kelompok dua...."

Ara menghela nafas kasar. Mendelik kan matanya jengah.

***

Pulang sekolah semua kelompok sedang berdiskusi akan mengerjakan tugasnya kapan dan dimana. Terutama kelompok satu. Mereka saling beradu argument untuk kesepakatan bersama.

Diantara mereka semua hanya Aslan dan Ara yang tidak menyumbangkan pendapatnya. Hanya diam seperti anggota yang tidak berguna.

"Gimana kalo dirumahnya Ara aja?" Tanya Aisyah melirik semua temannya.

Ara yang diam saja langsung angkat bicara. Tidak mungkin tugas kelompok akan diadakan dirumahnya. Ara takut. Takut semua temannya mengetahui kerusakan keluarganya. Pernah dulu sewaktu Ara membawa Gian kerumahnya. Tidak memandang ada tamu atau tidak tapi pertikaian antara Mevi dan Andra tetap berlanjut. Dan itu membuat Ara malu atas perilaku mereka.

"Jangan dirumah gue Syah..."

"Kenapa? Rumah lo kan bagus tuh tamannya. Nanti bisa kita buat shooting disana."

"Enggak gue gak mau."

"Udah lah Ra. Dirumah lo aja kenapa sih?" Sahut Ari.

"Iya Ra dirumah Lo aja yaa... Please..."

"KALO GUE BILANG ENGGAK YA ENGGAK. KOK MAKSA SIH!" teriak Ara.

Aslan lagi-lagi melihat kelakuan Ara yang buruk. Temannya hanya ingin meminjam rumahnya sebentar saja tidak akan dicuri kan. Tapi jawaban Ara malah meneriaki mereka. Aslan menatap Ara. Setelah mengucapkan tadi, Ara menundukkan wajahnya. Merasa bersalah? Iya itu sangat kelihatan dilekuk wajahnya.

"Maaf Ra." ucap Aisyah.

"Sorry... Gue mau ketoilet dulu."

Ara beranjak pergi meninggalkan mereka semua. Ia berlari menuju toilet. Sampai disana Ara berkaca di depan cermin.

Ara didalam menangis. Hanya karena masalah keluarganya yang kurang baik membuat pertemanannya pun ikut memburuk. Dan membuat Ara jadi gampang emosi. Melihat wajahnya sendiri yang basah karena air matanya. Rasanya ia sangat kasihan dengan dirinya sendiri.

Ara, Lo gak boleh cengeng gak boleh. Batin Ara seraya mengipasi wajahnya dan mendongakkan kepalanya agar air mata yang membanjiri pipinya tidak akan keluar lagi.

Kemudian Ara membasuh wajahnya. Dan berjalan keluar. Sampai di depan toilet ada Aslan yang berdiri disamping pintu. Ara kaget dan mengerutkan keningnya. Apa yang dilakukan Aslan di toilet cewek. Apa dia hobby mengintip? Ahh tidak mungkin.

Beberapa menit Ara dan Aslan yang saling tatap tidak ada dari salah satu mereka untuk memecahkan keheningan. Ara menunggu apa Aslan akan meminta maaf padanya. Tapi nyatanya? Aslan hanya menatapnya sendu seperti kasihan dengannya. Ara sangat benci dengan orang yang mengasihaninya.

Ara berlalu pergi berjalan meninggalkan Aslan. Ngapain harus menunggu orang yang notabenenya cowok sok benar sedunia. Memangnya dia siapa? Jangan pikir karena dia Cucu dari pemilik sekolah Ara jadi takut dengannya. Tentu saja tidak. Apalagi Aslan juga sudah mengatainya dengan perkataan yang menyakitkan.

Aslan berlari mengahalangi jalan Ara. Tangan Aslan memegang tangan Ara. Sedangkan Ara mengerjapkan matanya tidak paham apa yang akan Aslan perbuat.

"Ra, Maaf"

___

Bersambung...

Follow!
Vote dan komen 💙

MY GUANTANAMOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang