Dan ternyata, tantangan aku nggak berhasil guys 😂 pengen ketawa deh jadinya:v
Yang dimutimedia itu cerita baru aku, baca yak:)
Happy reading zeyeng:)
Dafin menurunkan lagi tudung jaketnya, berusaha agar lebam di pipinya bisa tertutupi. Saat ini dirinya tengah berjalan di koridor menuju kelasnya, banyak pasang kata yang menatapnya aneh. Dan Dafin sangat risih, benar-benar risih. Dafin mempercepat langkahnya, rungunya tak sanggup mendengar semua ocehan mereka.
Berjalan pun Dafin masih menunduk, menatap lantai keramik koridor. Tak berani untuk menatap ke depan, apalahi bersitatap dengan mereka. Genggaman tangan Dadin di saku jaket menguat, dia harua cepat sampai ke kelasnya.
Bruk
Tubuh Dafin terhuyung ke belakang, Dafin tak sengaja bertabrakan dengan seseorang yang baru saja menuruni anak tangga, sedangkan dirinya lewat di depan anak tangga itu. Dafin mendongak, menatap siapa yang menabraknya tadi.
Srek
Jaket Dafin ditarik,membuat empunya hanya bisa terdiam saat tahu dengan siapa dirinya bersitatap.
"Lo lagi! lo lagi! Dengar ya, walaupun gue udah lama gak gangguin lo lagi, bukan berarti lo berani sama gue! " sentak Ferdi sambil menghempaskan jaket Dafin.
Dafin menunduk, tudung jaketnya sudah terlepas ke belakang kelapa akibat tarikan yang di tarikan Ferdi pada jaketnya. Dafin berharap tidak da masalah lagi kali ini.
"Lo! " Tangan Ferdi bersiap untuk menampar pipi Dafin, akan tetapi tangan Ferdi terhenti di udara, saat tangan lain tiba-tiba mencekalnya.
Ferdi menatap sinis kepada pelakunya. Dia menurunkan tangannya yang tadi ingin menampar Dafin.
"Jangan coba-coba lo nyentuh dia! " Farel menatap nyalang Ferdi. Tak sedikit pun dirinya takut pada sosok yang ditakuti warga sekolah ini.
Ferdi tersenyum miring, lantas tanpa mengucaptakan sepatah kata pun dirinya pergi. Meninggalkan Farel dan Dafin yang kini tengah menjadi tontonan gratis di koridor.
"Ayo ikut aku, " kata Farel sambil menarik pelan Dafin agar ikut dengannya.
Farel membawa Dafin ke ruang kesehatan. Didudukkannya Dafin pada salah satu brankar yang ada di ruang kesehatan itu. Farel beranjak mengambil kotak P3K, setelah itu mengeluarkan obat yang diperlukannya untuk mengobati lebam di wajah Dafin.
"Ini, luka kapan? " tanya Farel pelan sambil mengobati lebam di pipu Dafin. Farel yakin, luka ini masih baru dan belum diobati.
"Kemarin. " Jawab Dafin pelan.
"Ada masalah? "
Dafin menggeleng, dia tidak mau Farel tahu banyak tentangnya. Tidak mau Farel, satu-satunya siswa yang sudi satu bangku dengannya.
"Cerita. "
Dafin kembali menggeleng, tidak mungkin dia mencerikan kejadian kemarin. Dimana dirinya mendapat kekerasa fisik dan mental dari ayahnya. Dai tidak mau nama ayahnya hina di mata orang lain.
"Dafin? "
Dafin menatap Farel yang juga tengah menatapnya.
"Aku ini teman kamu, kita satu bangku. Aku nggak mau kamu terlalu tertutup sama aku, aku berhak tahu masalah kamu. Aku akan bantu semampu aku. "
"Kamu teman aku? "
"Ya iyalah, kamu pikir saat aku milih duduk satu tempat sama kamu, aku nganggap kamu apa? Ya temanlah, kalo kamu nggak keberatan kita bisa jadi sahabat. " Farel tersenyum, meyakinkan Dafin agar mau berbagi masalah dengannya. Farel pikir, Dafin adalah seorang yang sulit percaya dengan orang lain.
Farel meletakkan kotak P3K itu di tempatnya kembali. Lantas kembali berdiri di depan Dafin yang masih duduk di atas brankar.
"Sahabat. " Farel mengajungkan jari kelingkingnya di depan Dafin.
Dafin menatap ragu pada jari kelingking Farel. Dia merasa tidak begitu yakin jika harus menjalun hubungan atas nama persahabatan, dia tidak pernah melakukannya. Tapi saat melihat senyum Farel yang begitu tulus, membuat Dafin seketika percaya kepada Farel. Dia merasa Farel berbeda dari yang lainnya. Mungkin mencoba terbuka dengan orang bukan hal yang buruk.
Perlahan namun pasti, Dafin mengerahkan jari kelingkingnya juga untuk bersaungkutan dengan jari kelingking milik Farel. Setelah itu mereka tersenyum sambil menatap kedua jari kelingking itu saling terikat.
"Ruang kesehatan ini, menjadi saksi awal mula persahabatan kita. " Farel tersenyum, lantas tanpa basa-basi lagi langsung menarik Dafin dalam dekapannya.
Dafin yang tiba-tiba didekap seperti itu hanya bisa meronta. Menurutnya tidak lazim jika sesama laki-laki berpelukan layaknya teletabis.
Farel melepas pelukannya, "Fin. Aku masih normal, kok. " Farel tersenyum lebar saat tahu apa yang dipikirkan Dafin.
"Hmm. "
"Aku akan memberi warna dihidupmu, aku janji... My little brother," kata Farel dalam hati.
***
Maaf kalo ada typo
Salam kenal semua:)
terimaksih...
KAMU SEDANG MEMBACA
P A T E R ? [Terbit]
Teen FictionDia Dafinka Angelo. Pemuda yang memupuk harapan dengan senyum miris. Mencoba bertahan di tengah lautan luka yang menyanyatnya berkali-kali. Berharap ayahnya akan peduli. Sosok ayah yang seharusnya membimbingnya, menyayanginya, dan menjadi panutanny...