Aku up lagi yey! Siapa yang suka? Siapa hayo?! Ngaku kalian, nggak ngaku nanti aku nggak up 😗
Mau tanya, kalian pada suka sama cerita yang familyship, nggak? Yang semacam dikekang gitu, possesif, protective gitu, suka nggak?
Oke segitu aja dari aku yang suka ngaret heheh
Happy reading sayangkoh:)
P A T E R ?
"Ayo naik. " Farel melirik jok motor belakangnya.
"Ayo Dafin, aku antar kamu pulang. "
Dafin menggeleng pelan, kedua tangannya memainkan tali ransel. Dia bimbang, apakah tidak apa-apa jika dirinya diantar orang lain ke rumah. Dafin takut ayahnya akan marah kembali, meskipun ayahnya masih berada di kantor, akan tetapi Melani tinggal di rumah. Dia takut ibu tirinya nanti akan mengadu kepada ayahnya.
"Kenapa? "
Melihat Dafin yang masih terdiam, membuat Farel geram sendiri," Cerita sama aku. Ayo naik!" Farel turun dari motornya, lantas menuntun Dafin untuk naik ke motornya dengan sedikit paksaan.
Setelah selesai memasangkan helm di kepala Dafin, Farel kembali menaiki motornya. Menarik gas dan memacu kecepatan motornya rata-rata. Mungkin jika dirinya tidak sedang bersama Dafin, Farel akan memacu motornya di atas rata-rata. Sayangnya, dia tengah membonceng sesuatu yang sangat berharga.
Farel tidak langsung mengantar Dafin pulang, dia malah membawa Dafin ke cafe yang cukup terkenal di Jabodetabek. Amor. Begitu nama cafe yang biasa menjadi tempat nongkrong anak remaja sekarang. Terbukti juga dari pengunjung cafe itu yang kebanyakan masih memakai seragam yang sama sepertinya. Putih abu-abu.
"Ayo masuk. "
"Katanya mau nganter aku pulang," kata Dafin sambil meletakkan helmnya di jok motor.
"Nanti dulu ya, aku laper. "
"Oh, ya udah aku pulang aja, ya? "
"Lho nggak bisa gitulah! Pokoknya kamu harus ikut, nemenin aku makan."
"Tapi--,"
"Nggak ada penolakan."
Lengan Dafin di tarik pelan, Farel membawa Dafin memasuki cafe dan memilih tempat duduk di sudut ruangan yang dekat dengan jendela.
"Mbak! " Farel memanggil pelayan cafe.
"Mau pesan apa? " tanya Farel sambil melihat buku menu.
"Dafin? "
Dafin mendongak menatap Farel yang juga sedang menatapnya.
"Mau pesan apa? " Farel mengulangi pertanyaannya yang dibalas gelengan oleh Dafin.
Farel menghela napasnya, "Roti bakar dua sama milk shake dua. "
"Tunggu sebentar ya mas, " kata pelayan yang dibalas anggukan oleh Farel.
"Harus berapa kali aku bilang sama kamu Dafin, jangan pernah sungkan sama aku. "
"Ma-maaf Farel... "
"Hmm. "
Beberapa saat kemudian pelayan itu datang kembali dengan membawa pesanan mereka. Setelah meletakkan pesanan, pelayan itu pergi untuk melayani pelanggan lainnya.
"Ayo makan," kata Farel yang lebih menujurus ke perintah.
Dafin yang takut Farel akan marah pun hanya bisa menurut. Dengan pelan Dafin memakan roti bakar isi cokelat yang tadi dipesan Farel.
"Mau cerita? " Farel menatap Dafin yang sedang mengunyah roti bakar di mulutnya.
Dafin hanya menggeleng, masih ada keraguan jika dirinya harus menceritakan semuanya.
"Yakin? " Farel menatap Dafin kebih dalam, tepat pada kedua mata Dafin, Farel menemukan bercak sedih di sana. Farel tahu, Dafin tidak sedang baik-baik saja.
"Yakin." Jawab Dafin mantap meski dengan posisi kepalanya yang menunduk.
"HAI! KETEMU DI SINI SAMA DAFIN?! PASTI KITA JODOH! " pekik seorang perempuan yang tak lain adalag Mei.
"Berisik! " Farel menatap datar dengan pandangan tajam ke arah Mei yang menampakkan wajah watadosnya.
"Hehe aku gabung, yak? Oke, makasih. " Tanya Mei yang diajwab oleh dirinya sendiri.
"Nggak tau diri! "
"Aku denger ya, Farel! "
"Bodo."
"Aish,nyebelin!"
Dafin hanya terkekeh menatap perdebatan kecil di depannya. Mei duduk di samping Dafin, ikut memesan makanan yang sama dengan minuman yang sama pula.
"Dafin aku boleh minta roti bakar kamu nggak? Sedikit. " Mei tersenyum memperhatikan gigi rapihnya.
"Ck. Dasar nggak tau diri! Lo kan udah pesen, ngapain masih minta?! "
"Ih, gue pesen rasa strawberry tapi gue pengin nyicip yang rasa cokelat! "
"Beli lagi sana! "
"Udah, nggak apa-apa kok. Ini Mei kamu boleh ambil roti aku. "
"Aaa... Makasih Dafin ku tersayang, tercintah ,teruch, termuach, ter-"
"Berisik lo! "
"Dih ganggu, sirik! Pertanda orang tidak mampu. "
Rasanya Farel ingin sekali membuang makhkuk bernama Mei ini ke sungai amazon. Biarkan saja gadis itu dimakan ikan bergigi tajam di sana.
Mereka bertiga bercanda gurau dengan lelucon yang dilontarkan Mei membuat Dafin terkekeh. Sementara Farel mendengus kesal sambil menatap sinis ke arah Mei. Farel merasa waktunya bersama Dafin terganggu oleh makhluk tak tahu diri itu.
Saat tengah asik menertawakan lelucon dari Mei, tiba-tiba lengan kanan Dafin ditarik oleh seseorang. Dafin mendongak menatap seseorang itu, seketika matanya membulat saat mendapati kakaknya tengah menatapnya tajam.
"Pulang," kata Ryan dengan nada dinginnya.
"Tap--"
"Kakak bilang pulang! "
"Nggak usah maksa gitu. " Farel menatap malas ke arah Ryan.
"Bukan urusan lo! " Ryan balas menatap nyalang Farel.
"Ayo pulang, Dafin! " Ryan menarik Dafin hingga membuat empunya ikut berdiri.
Hal tersebut membuat Farel secara spontan ikut berdiri juga.
"Lepasin tangan lo dari Dafin!" Farel menatap tajam Ryan.
"Jangan pernah ikut campur! "
Setelah mengatakan itu Dadim ditarik paksa keluar cafe. Sebenarnya Farel ingin mengejarnya, akan tetapi Dafin mencegahnya dengan memberi kode lewat mimik wajahnya.
"Brengsek." Batin Farel berkata sambil menatap tajam kedua punggung itu yang sudah keluar cafe.
***
Terima kasih semua...
Sorry for typo(s)
Tinggalkan jejak kalian, oke?
KAMU SEDANG MEMBACA
P A T E R ? [Terbit]
Teen FictionDia Dafinka Angelo. Pemuda yang memupuk harapan dengan senyum miris. Mencoba bertahan di tengah lautan luka yang menyanyatnya berkali-kali. Berharap ayahnya akan peduli. Sosok ayah yang seharusnya membimbingnya, menyayanginya, dan menjadi panutanny...