Assalamualaikum...
Happy reading and sorry for typo
P A T E R ?
Langit senja di ufuk barat seakan ikut mengiriing kepergian seorang Dafin. Air mata menjadi saksi bisu, setaip tetsnya yang membawa kesedihan bagi pemilik netra. Di sana, di pemakaman atau lebih tepatnya di samping gundukan tanah merah yang masih basah. Seorang pria yang sudah berkepala tiga tengah mengusap nama seseorang yang terpatri di permukaan nisan.
Kini, menyesal rasanya sudah tidak berguna. Hendak mengadu, tapi pada siapa? Sanjaya seakan telah siap untuk mati menyusul sang putra. Putra bungsunya yang telah tiada. Putranya yang selalu dimakinya, putranya yang tak pernah mengecap sedikit bahagia. Kini tinggal nama di batu nisan di atas tanah merah.
Matanya yang sudah terlihat sangat lelah seakan tak mau berhenti mengeluarkna air matanya. kelu terasa saat beberapa menit yang lalu jasad putranya diletakkan di liang lahat.
Beberapa orang yang tadi mengelilingi makan, memutuskan untuk segera berlalu saat tetes dari langit mulai rebas. Termasuk Melani dan Anjar.
"Om?"
Sanjaya tak menoleh, atensinya tetap pada nisan yang bertulis nama putranya.
"Farrel ada sesuatu dari Dafin," ucap Farrel yang mampu membuat Sanjaya menoleh.
Farrel mengeluarkan sesuatu dari saku celana hitamnya,"Ini, Farrel menemukan ini di kelas, tepat di bawah tempat duduk Dafin. Farrel rasa om harus membacanya." Farrel memberikan secarik kertas yang telah lusuh pada Sanjaya.
Secarik kertas itu Farrel temukan di bawah tempat duduk Dafin. Awalnya Farrel kirasampah kertas biasa, tapi saat tak sengaja dibukanya dan membaca hal yang tertulis di dalamnya, Farrel mengurungkannya. Ia memilih untuk menyimpannya, pikirnya mungkin akan ia kembalikan pada Dafin nanti. Tapi terurungkan dengan takdir yang kemarin merenggut Dafin.
Sanjaya menerima secarik kaertas itu dengan tangan gemetar. kertas itu dilipat menajdi dua, membuat isinya tidak terlihat.
"Farrel permisi pulang dulu, om." tak mendapat jawaban apapun dari Sanjaya, Farrel memilih untuk segera pulang, bundanya sendiri di rumah.
Sementara itu Sanjaya masih menatap kertas di tangnnya, dengan tangan yang gemetar dan diiringi rintik kecil gerimis, perlahan namun pasti Sanjaya mulai membuka kertas lusuh itu. Manik matanya mulai membaca kata demi kata yang membnetuk kalimat serta paragraf.
Pater?
Itu adalah kata dalam bahasa latin yang berarti ayah...
Ayah bilang, Dafin jangan pernah memanggil ayah dengan sebutan ayah. Maka dari itu Dafin memanggil ayah dengan sebutan Pater. meskipun artinya sama, tapi semoga ayah tidak marah.
Pater, Dafin rindu, sangat rindu. Sejak saat itu, pater tidak pernah menyapa lagi, bermain bersama Dafin, tidak pernah lagi. Dafin sangat rindu pelukan pater, kecupan, dan kalimat-kalimat sayang yang dulu pater sering bisikan di telinga Dafin sebelum tidur.
ah, Dafin sebenarnya tidak nyaman dengan kata pater. Dafin lebih suka ayah, boleh Dafin panggil ayah?
Ayah, Dafin minta maaf untuk semuanya. Semua yang membuat ayah kehilangan, bersedih, dan kecewa. Dafin minta maaf, Dafin sadar mungkin ini memang salah Dafin yang membuat Bang Ilham meninggal, membuat bunda depresi dan berahir di rumah sakit jiwa, dan membuat ayah membenci Dafin.
Dafin sakit ayah, sangat sakit. bertahun-tahun Dafin menanti ayah untuk kembali seperti dulu. memupuk harapan di atas luka yang tajam, berulang kali bangkit dari keterpurukan rasa sakit hati. Sakit di fisik Dafin tak setara dengan sakit di hati Dafin. Dafin rela punggung Dafin ayah lukis, ada banyak warna di sana ayah. Ada merah, biru, ungu, dan hitam. Dafin suka itu, karena yang membuat itu ayah. Dafin yakin ayah masih sayang sama Dafin, kalau tidak, mungkin ayah tidak akan rela membuang waktu berharga ayah hanya untuk menggores punggung Dafin.
Dafin rasa, ini sudah cukup panjang ayah. Dafin pamit, ayah tidak perlu rindu atau mengkhawatirkan Dafin. Dafin akan bahagia bersama bang Ilham.
Katanya, Bang Ilham akan jemput Dafin tidak lama lagi. Dafin sedang menunggu ayah...
Dafin menulis ini sekarang karena Dafin takut nanti tidak semoat saat sudah waktunya tiba.
sampai jumpa di surga, ayah....
Dafin sayang ayah.
Sanjaya tak bisa lagi membendung tangisnya. Bersamaan dengan itu, hujan deras membasahi bumi. Srakan ikut serta dalam tangis seorang ayah dengan penyesalannya.
Ryan yang sedari tadi berdiri di balik pohon mematung. Saat langkahnya hendak menghampiri sang ayah, netranya malah menangkap dua sosok yang sangat mirip dengan Bang Ilham dan Dafin. Merrka memakai baju serba putih dengan tangan yang saling bertautan. Berdiri di samping makan Dafin berada dna di depan Sanjaya.
Ryan dibuat tak berkedip saat melihat sinar yang menyelumit sosok mereka semakin bercahaya. Dan sedetik kemudian merrka tersenyum dan menghilang.
Ryan mengerjap dengan raut wajah yang tak dapat terbaca.
Hola semua.....hehehe, tadinya gak mau bikin bonus ini. Tapi udah terlajur aku otak atik, jadi ya udah.
Sampai di sini semua, Dafij pamit yak:) jangan marah:v
Kalau ada salah, aku minta maaf yak. Maaf gak bisa janjiin up hehe, jangan bosen" yak baca cerita aku:)
Thank you all😍
Dadah...
KAMU SEDANG MEMBACA
P A T E R ? [Terbit]
Novela JuvenilDia Dafinka Angelo. Pemuda yang memupuk harapan dengan senyum miris. Mencoba bertahan di tengah lautan luka yang menyanyatnya berkali-kali. Berharap ayahnya akan peduli. Sosok ayah yang seharusnya membimbingnya, menyayanginya, dan menjadi panutanny...