4

2.6K 539 141
                                    

Salah satu perbedaan yang sangat mencolok antara bangku sekolah dengan bangku kuliah adalah pada jadwal mereka. Ketika pada masa wajib belajar 12 tahun itu mereka diwajibkan untuk datang ke sekolah dari hari Senin sampai Jumat—atau bahkan Sabtu—dengan tiap jam yang sudah diatur penuh, masa perkuliahan tidak sekaku itu—kecuali untuk fakultas-fakultas tertentu yang menerapkan sistem blok. Jadwal di bangku perkuliahan tidak selalu penuh setiap minggunya, juga tidak melulu dari pukul 8 pagi hingga 4 sore—atau bahkan lebih. Terkadang malah ada yang hanya punya jadwal 2 sampai 3 hari dalam seminggu. Dan untuk Dimitri sendiri yang sekarang sudah semester 6, jadwalnya tidak segila saat dia di semester 5. Kelas pertamanya besok baru dimulai pukul 10, yang mana cukup menguntungkan karena Bunda ada jadwal mengajar pukul 8 hingga tidak bisa menjaga Echan. Jadilah dia menginap malam ini, menemani adiknya sebelum besok bertukar shift dengan Bunda.

Pukul setengah 12 malam, Dimitri meregangkan otot-ototnya yang pegal setelah cukup lama berkutat dengan tugasnya. Memang masih belum selesai, tapi sudah 90% jadi dan sisa di-review lagi. Maka dari itu Dimitri merasa layak untuk mengapresiasi diri sebentar dengan beristirahat sejenak. Dan merokok. Untungnya Echan sudah tertidur pulas sejak dua jam yang lalu, hingga sekarang ia bebas berkeliaran untuk sementara waktu.

Dimitri mengambil kemudian mengenakan jaketnya yang tersampir di lengan sofa lalu berjalan mendekati bed adiknya. Dia mengambil note kecil dari dalam laci lalu menuliskan pesan singkat di sana, bahwa dia akan keluar sebentar, kemudian menempelkan catatan itu di layar hp Echan supaya ketika anak itu terbangun tiba-tiba dan dia masih belum kembali, Echan tidak akan kebingungan mencarinya. Setelah itu Dimitri keluar dari kamar, berjalan menuju lift dan menekan angka 1 menuju lantai dasar.

Begitu pintu lift terbuka di lantai satu, Dimitri yang baru saja melangkah keluar kembali terpaku.

Di hadapannya adalah lobi utama dengan piano yang berada di tengah-tengah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di hadapannya adalah lobi utama dengan piano yang berada di tengah-tengah. Mengingat sekarang sudah menjelang tengah malam, sudah sewajarnya tidak ada orang yang berkeliaran dengan bebas selain staf rumah sakit yang bertugas. Karena alasan itu juga lah Dimitri bermaksud untuk turun dan merokok di luar. Tapi lagi-lagi sesuatu yang tidak dia duga terjadi. Beberapa meter di depannya, dalam posisi yang membelakanginya, seorang perempuan sedang duduk dan memainkan piano yang ada di sana.

Ya Tuhan, apa lagi ini?

Dimitri sama sekali tidak merasa gentar, karena permainan yang tengah didengarkannya sekarang sama dengan permainan yang dia dengarkan tadi sore. Dimitri juga tidak berpikir bahwa mungkin di depannya bukan manusia karena dari postur dan setelannya—yang meski sudah berganti warna—Dimitri tahu ada satu manusia yang cukup acak yang bisa melakukan semua ini. Dan lagi-lagi, untuk alasan yang tidak dia mengerti, kaki-kakinya menolak beranjak pergi.

"Orang apa bukan?" tanya Edith di tengah-tengah permainannya, tidak menoleh sama sekali. "Kalau nggak jawab berarti setan, ya."

Dimitri kontan mendengus geli. Kaki-kakinya lalu melangkah mendekati Edith. "Lo sendiri, orang apa bukan?"

Candle LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang